PWMU.CO– KPK adalah kekasih yang dicintainya selama bertahun-tahun. Itu kata Febri kepada sahabat persnya, termasuk JP, yang memuatnya di JawaPos.com hari ini.
Anehnya, Kepala Humas Komisi Pemberantasan Korupsi bernama lengkap Febri Diansyah ini pergi juga. Mengundurkan diri. Meninggalkan sang kekasih.
Ada apa dengan KPK? Mengapa bukan lagi “rumah” yang bikin betah bagi anak muda yang penuh idealisme bergiat di pemberantasan korupsi? Mengapa seleksi Indonesia Memanggil yang membuat Febri dan puluhan anak muda lainnya begitu antusias mendatangi KPK, kini tega meninggalkannya?
Menurut JP.com, ada puluhan lagi bulan ini yang ingin bedol desa mundur dari KPK. Mereka tidak siap untuk di-ASN-kan sebagai konsekuensi disahkannya UU yang baru UU No. 19/2019 hasil revisian itu. Menjadi aparatur sipil negara membuat mereka tidak nyaman terutama berkaitan dengan independensinya.
Dewan Pengawas yang juga baru terbentuk dan telah melaksanakan tugasnya, menyidang etik Ketua KPK Firli Bahuri yang pulang kampung menggunakan heli limousin mewah milik Lippo Group.
Dewas telah membuat keputusan yang enteng-enteng saja: memberi SP II kepada Firli. Bukan pencopotan seperti diharapkan Koordinator MAKI (Masyarakat Antikorupsi Indonesia) Boyamin Saiman.
”Karena itu, saya menentukan pilihan mundur ini. Berat dan tidak mudah,” kata Febri yang sudah seperti wajah depan KPK karena empat tahun menjadi juru bicara lembaga antirasuah ini.
Kepemimpinan dan Prioritas
Laode Syarif, mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi, termasuk yang menyesalkan keputusan Febri ini. ”Dia tidak sekadar pegawai. Dia sudah menjadi aset KPK. Sayang sekali kehilangan dia,” katanya.
Bagaimana tanggapan penyidik senior Novel Baswedan? Dia bisa memahami mengapa orang seidealis Febri mundur. ”Dulu anak-anak muda ini benar-benar meyakini bahwa KPK adalah harapan memberantas korupsi. Tapi, harapan itu kini tak bisa diharapkan lagi,” katanya.
Selain itu, masalah kepemimpinan dan manajerial. Di bawah Firli, kata Novel, Komisi ini lebih mementingkan pencegahan dibanding penindakan. ”Jadinya, terkesan tidak serius memberantas korupsi,” katanya.
Novel yang matanya disiram air keras gara-gara ketegasannya menangani korupsi, kini masih membuktikan diri bahwa jiwanya benar-benar ingin mengembalikan Komisi Pemberantasan Korupsi kembali ke khittahnya. Dua hari lalu, dia menjadi saksi dalam sidang gugatan UU KPK di MK. Dia memaparkan kondisi institusi ini setelah UU No. 19 Tahun 2019 disahkan.
Sungguh sayang memang, lembaga yang dulunya begitu bergigi itu taringnya hilang satu per satu. Kepada siapa lagi kita berharap rasuah di negeri juara korupsi ini bisa diatasi? Salam!
Penulis Ali Murtadlo Editor Sugeng Purwanto