PWMU.CO– Hukum akikah dan bolehkah menggabungkan niat kurban dan akikah sekaligus dapat dijelaskan dengan dalil sebagai berikut.
Akikah (bahasa Arab Aqiqah) secara bahasa artinya membelah dan memotong. Sehingga hewan yang disembelih pun juga disebut akikah, karena tenggorokannya dibelah dan dipotong.
Selain itu, ada juga yang mengartikannya dengan rambut yang terdapat di kepala bayi yang baru keluar dari perut ibunya (ash-Shan’any, Subulus-Salam, Bab al-Akikah, hlm. 333).
Akikah menurut terminologi syariat adalah hewan yang disembelih untuk anak yang baru dilahirkan sebagai ungkapan syukur kepada Allah dengan niat dan syarat-syarat yang khusus (Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fiqhus-Sunnah, Bab al-Akikah, hlm. 636).
Hukum akikah berdasarkan pendapat rajih (kuat) yang disepakati oleh jumhur ulama adalah sunah muakadah. Ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw ini
مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَأَحَبَّ أَنْ يَنْسُكَ عَنْهُ فَلْيَنْسُكْ. (رواه أبو داود 2842:والنسائى162: وأحمد194: والبيهق)
Barangsiapa yang dikaruniai anak dan ingin beribadah atas namanya, maka hendaklah ia beribadah (dengan menyembelih binatang akikah).” [HR. Abu Dawud no. 2842, an-Nasa’i vol. 7 no. 162, Ahmad vol. 2 no.194, dan al-Baihaqi vol. 9 no. 300]
Sabda Nabi saw, barangsiapa yang dikaruniai anak dan ingin beribadah atas namanya menunjukkan bahwa akikah sunnah hukumnya.
***
Untuk layanan jasa paket aqiqah di Jombang bisa pesan di brawijayaaqiqah.com.
Aqiqah Brawijaya adalah layanan aqiqah profesional dan amanah untuk membantu anda menjalankan aqiqah sesuai syariat.
Kami memberikan harga terjangkau untuk anda dengan menu masakan yang dijamin pasti enak daging satenya empuk.
Waktu Pelaksanaan Akikah
Tentang pelaksanaan akikah disyariatkan pada hari ketujuh dari kelahiran anak, sebagaimana dijelaskan dalam hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُسَمَّى فِيهِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ. (رواه الخمسة عن سمرة بن جندب، وصححه الترمذي )
Tiap-tiap anak itu tergadai dengan akikahnya yang disembelih sebagai tebusan pada hari yang ketujuh dan diberi nama pada hari itu serta dicukur kepalanya. [Hadis diriwayatkan oleh lima ahli hadis dari Samurah bin Jundub, disahihkan oleh at-Tirmidzi]
Memang ada beberapa pendapat tentang kapan waktu pelaksanaan akikah selain hari ketujuh sesudah kelahiran. Paling tidak ada dua pendapat:
Pertama, pendapat yang dikemukakan oleh ulama madzhab Hambali yang mengatakan bahwa pelaksanaan akikah boleh pada hari ke-14, 21 atau seterusnya manakala pada hari ke-7 dari kelahiran anak, orang tuanya tidak mampu mengakikahi. Mereka berhujah dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya:
الْعَقِيقَةُ تُذْبَحُ لِسَبْعٍ وَلأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَلإِحْدَى وَعِشْرِينَ. [رواه البيهقي19076
Akikah itu disembelih pada hari ketujuh dan pada hari keempat belas dan pada hari keduapuluh satu.” [HR. al-Baihaqi No 19076]
Kedua, pendapat yang dikemukakan ulama madzhab Syafi’i. Menurut mereka akikah tidak akan gugur atau hilang penundaannya sampai akikah itu dilakasanakan, meskipun oleh dirinya sendiri. Mereka berhujah dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Anas ra yang menyebutkan bahwa Nabi baru melakukan akikah untuk dirinya setelah beliau menjadi Nabi:
أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنْ نَفْسِهِ بَعْدَ النُّبُوَّةِ. [رواه البيهقي19056
Artinya: “Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakikahkan dirinya setelah beliau menjadi Nabi.” [HR. al-Baihaqi no 19056]
Analisis Hadits
Akan tetapi, kedua hadis di atas diperselisihkan keotentikannya oleh para ulama. Hadis al-Baihaqi yang diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah di atas dinilai dhaif karena dalam sanadnya terdapat Ismail bin Muslim al-Makky yang didaifkan oleh Ahmad, an-Nasa’i dan Abu Zur’ah.
Demikian juga hadis al-Baihaqi dari Anas ra dinilai daif karena pada sanadnya terdapat seorang yang bernama Abdullah bin al-Muharrar yang dinyatakan lemah oleh beberapa ahli hadis antara lain oleh Ahmad, ad-Daruqutni, Ibnu Hibban dan Ibnu Ma’in (lihat buku Tanya Jawab Agama oleh Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, jilid IV halaman 233).
Bahkan an-Nawawi menyebut hadis ini sebagai hadis batil karena al-Baihaqi meriwayatkan melalui jalan Abdullah bin al-Muharrar dari Qatadah. Al-Baihaqi sendiri menyebut hadis ini sebagai hadis munkar. Oleh karena itu, menurut hemat kami hadis-hadis tersebut tidak perlu diamalkan.
Kesimpulan Hukum Akikah
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
Pertama, hukum akikah adalah sunnah muakadah dan waktu pelaksanaan akikah adalah hari ketujuh dari kelahiran bayi.
Kedua, yang dituntut untuk melaksanakan ibadah akikah adalah orang tua dari bayi yang dilahirkan, sehingga seseorang tidak perlu mengakikahi diri sendiri.
Pelaksanaan akikah disyariatkan pada hari ketujuh dari kelahiran bayi. Akikah terikat dengan waktu kelahiran sang bayi tersebut dan tidak ada tuntutan akikah ketika sudah melebihi 7 hari kelahiran bayi, maupun tatkala seseorang sudah dewasa.
Tentang niat akikah sekaligus kurban dengan satu hewan yang dilaksanakan saat Idul Adha tidak dibenarkan. Antara akikah dan kurban memiliki ketentuan-ketentuan yang berbeda satu sama lain, baik tentang waktu, syarat. Tidak ada nash al-Qur’an atau hadits yang menyatakan bahwa akikah dan kurban dapat disatukan. Wallahu a’lam bish–shawab.
Bisa dibaca juga di tarjih.or.id
Editor Sugeng Purwanto