PWMU.CO– G30S/PKI (Gerakan 30 September) meletus tak banyak orang yang tahu. Karena gerakan itu berlangsung dini hari. Jadi sudah masuk hari Jumat, 1 Oktober 1965 menjelang Subuh.
Komandan Kostrad Mayjen Soeharto malam itu bersama istrinya berada di RSPAD Gatot Soebroto menunggui anaknya, Hutomo Mandala Putra, atau Tomy yang masih berusia empat tahun opname. Anaknya tersiram sup panas.
Dalam buku otobiografi Soeharto Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya mulai halaman 118 menceritakan, tengah malam dia pulang menunggui anak-anaknya di rumah. Menjelang Subuh pukul setengah lima, cameraman TVRI Hamid yang habis syuting membangunkannya yang memberitahukan terdengar tembakan di beberapa tempat.
Tetangganya, Mashuri, juga melaporkan mendengar banyak tembakan. Soeharto belum tahu apa yang terjadi. Setengah jam kemudian datang Broto Kusmardjo menyampaikan kabar penculikan beberapa perwira tinggi Angkatan Darat seperti Menhankam/Kepala Staf Angkatan Bersenjata (KSAB) Jenderal Nasution, Menteri Panglima Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani dan perwira tinggi lainnya.
Pukul 6 pagi dengan seragam lapangan lengkap dan pistol, Mayjen Soeharto berangkat menuju Markas Kostrad. Dia bergerak cepat mengumumkan mengambil alih komando Angkatan Darat ke semua satuan dan Kodam serta para pimpinan AL, AU, Kepolisian.
Laporan Masuk
Laporan-laporan segera masuk pagi itu. Salah satu yang paling penting keberadaan Presiden Soekarno. Bung Karno tidak berada di Istana Merdeka. Membawa mobil kombi putih berputar di perempatan Pancoran depan Markas AURI lalu menuju ke lapangan Halim Perdanakusuma.
Pangdam Jaya Umar Wirahadikusuma melaporkan, di Istana ada Brigjen Supardjo dengan pakaian dinas upacara besar. Keberadaan Supardjo di Istana menimbulkan pertanyaan. Semestinya dia berada di Kalimantan Barat memimpin Operasi Konfrontrasi Malaysia. Tapi meninggalkan tugas lalu berada di Jakarta.
Siang hari muncul ajudan Bung Karno, Kolonel KKO Bambang Widjanarko. Dia datang dari Halim mencari informasi situasi ibukota dan menyampaikan pesan Bung Karno memanggil Pranoto Reskosamodro yang diangkat menjadi pelaksana Menteri Panglima AD.
Soeharto memberitahu saat Menteri Panglima AD tidak ada maka dia yang memegang komando. Pranoto berada di Kostrad tak bisa menghadap Bung Karno. Dia juga meminta kepada Bambang Widjanarko agar menyampaikan pesan supaya Bung Karno meninggalkan Halim sebelum tengah malam.
Presiden Berada di Rumah Istrinya
Sumber lain disampaikan Mangil Martowidjojo, Komandan Detasemen Kawal Pribadi dari Resimen Cakrabirawa. Dia menceritakan, Kamis 30 September 1965 malam sebelum G30S/PKI meletus, Presiden Sukarno masih menghadiri pertemuan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) di daerah Senayan, Jakarta.
Di acara itu tak banyak dihadiri pejabat sehingga membuat Bung Karno kecewa. Usai acara pukul 23.00, kembali ke Istana Merdeka. Berganti baju dengan kemeja lengan pendek putih, celana abu-abu, tanpa kopiah.
Lalu Bung Karno keluar menggunakan mobil Chrysler hitam berpelat B 4747 menuju ke Hotel Indonesia menjemput Ratna Sari Dewi Sukarno seperti diceritakan dalam laporan Majalah Tempo, 6 Oktober 1984 dalam Kisah-kisah Oktober 1965.
Dari hotel menuju ke Wisma Yaso di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan kediaman Ratna Sari Dewi. Jumat pagi, 1 Oktober 1965, pukul lima, Mangil segera ke Wisma Yaso setelah menerima laporan penjaga, sambungan telepon diputus Telkom atas perintah militer.
Di sini juga mendapat kabar rumah rumah Abdul Haris Nasution dan J Leimena ditembaki. Bung Karno minta penjelasan rinci apa yang terjadi. Mangil belum bisa memberi penjelasan rinci membuat Bung Karno marah.
Lalu Bung Karno meminta saran apa yang harus dilakukan. Pilihannya, tetap tinggal di Wisma Yaso atau ke Istana. Bung Karno memilih ke Istana dengan kawalan ketat konvoi berangkat pukul 06.30.
Saat melintasi Jembatan Dukuh Atas, rombongan berhenti karena ada perintah lewat radio dari Kolonel CPM Maulwi Saelan, Wakil Komandan Resimen Cakrabirawa. Laporannya, di Istana Merdeka dijaga sekelompok pasukan tak dikenal.
Maulwi via radio meminta menuju Grogol, rumah Haryati, istri Bung Karno lainnya. Di rumah ini Bung Karno menerima laporan lebih lengkap penembakan di rumah para jenderal lainnya.
”Wah, Ik ben overrompeld. Wat wil je met me doen? (Aku diserbu. Apa yang kamu mau aku lakukan?),” tanya Bung Karno
Bung Karno gusar. Dia tak mau berlama-lama di rumah Haryati. Dia memanggil Mangil dan Suparto, sopirnya, mencari lokasi aman.
Menuju Halim
Sesuai SOP Cakrabirawa, ada dua pilihan tempat evakuasi Bung Karno dari Istana dalam keadaan darurat. Pertama, Halim Perdanakusuma. Di sana ada pesawat kepresidenan Jetstar C-140. Kedua, Tanjungpriok, tempat kapal kepresidenan Varuna I-II.
Bung Karno memilih ke Pangkalan AU Halim Perdanakusuma. Sekitar pukul 08.30, berangkat ke Halim dengan VW biru tua. Presiden ditemani Jaksa Agung Muda Sunario menuju gedung Komandan Operasi (Koops) AURI.
Di sini sudah ada Menteri/Panglima Angkatan Udara Laksamana Madya Omar Dhani dan Panglima Koops Komodor Leo Wattimena. Kemudian tiga perwira Angkatan Darat datang yaitu Panglima Tempur Mandala Siaga Brigjen Supardjo, Mayor Bambang Supeno dan Mayor Sukirno, Komandan Batalyon Dharma Putra Kostrad.
Supardjo melaporkan insiden penembakan antarpasukan ABRI yang langsung diperintahkan presiden untuk dihentikan. Demikian pula saat Supardjo meminta Bung Karno mendukung Gerakan 30 September, yang ditolak Presiden. Supardjo keluar dengan kecewa.
Sementara peristiwa mengerikan di Lubang Buaya pagi itu, yang berjarak 3,5 Km dari Markas Halim ini, tak disebut-sebut dalam pertemuan itu. Entah tidak tahu atau belum mendengar tempat jenazah korban G30S/PKI.
Orang-orang juga mendengarkan siaran RRI pengumuman Letkol Untung adanya rencana kudeta Dewan Jenderal dan pembentukan Dewan Revolusi.
Mengamankan Diri ke Istana Bogor
Bung Karno meminta seluruh petinggi ABRI. Panglima AL Laksamana RE Martadinata, Panglima Angkatan Kepolisian Sutjipto Judodihardjo. Pangdam V Jaya Mayjen Umar Wirahadikusuma tidak datang.
Dalam rapat terbatas ini, Presiden mengangkat Jenderal Pranoto Reksosamudro menjadi Menteri Panglima AD. Ajudan Bambang Widjanarko diminta mencari Pranoto untuk menerima pengangkatan ini.
Petang pukul 18.00, Pangkalan Udara Halim kedatangan pasukan Angkatan Darat. Ini pasukan yang mengepung Istana dan pendukung G30S/PKI.
Situasi ini mengancam keamanan Bung Karno. Presiden memutuskan pindah ke Istana Bogor. Tapi menunggu ajudan Bambang yang memanggil Pranoto.
Bambang tiba pukul 20.00 menyampaikan, Pranoto berada di Markas Kostrad tak mau menghadap. Dia juga melaporkan pesan Soeharto bahwa seluruh hal menyangkut AD melalui persetujuannya.
Bung Karno marah. Bambang meminta agar Presiden segera meninggalkan Halim karena paling lambat esok pagi pasukan Kostrad akan menyerbu. Apalagi ada kabar pasukan Mayor Sukirno dan Mayor Bambang Supeno yang menjaga Halim mendapat ultimatum menyerah kepada Kostrad atau digempur.
Bung Karno dan rombongan beserta Ratna Sari Dewi meninggalkan Halim pukul 22.30 menuju Istana Bogor dengan kawalan ketat. G30S/PKI masih mencekam Jakarta hingga ke daerah-daerah. (*)
Penulis/ Editor Sugeng Purwanto