PWMU.CO– Tuduhan Kolonel Latief kepada Komandan Kostrad Mayjen Soeharto yang terlibat dalam Gerakan 30 September (G30S/PKI) disampaikan dalam pembelaannya dalam sidang Mahmilti tahun 1978. Pembelaannya itu dibukukan dengan judul Pledoi Kol. A. Latief: Soeharto Terlibat G30S.
Alasan Latief menuduh Soeharto, karena dia telah memberitahukan rencana akan ada operasi pembersihan pimpinan Angkatan Darat kelompok Dewan Jenderal tapi Soeharto diam saja.
Tuduhan Kolonel Latief itu dikuatkan dengan cerita dia bahwa telah dua kali bertemu Soeharto menjelang penculikan para jenderal itu. Pertama, 29 September 1965. Dia datang bersama keluarganya bertamu ke rumah Soeharto di Jl. Agus Salim Jakarta. Latief dengan Soeharto sudah kenal akrab karena sama-sama terjun dalam Serangan Umum Yogyakarta 1949.
Dalam kunjungan itu dia melaporkannya adanya Dewan Jenderal yang akan kudeta kepada Presiden Sukarno. Menurut Latief, Soeharto sudah tahu informasi itu dari bekas anak buahnya bernama Subagiyo.
Pertemuan kedua, Kolonel Abdul Latief, nama lengkapnya, menemui Soeharto di RSPAD saat menunggui anaknya Tommy yang opname karena tersiram sup panas malam 30 September 1965.
”Pak, malam ini kami beberapa kompi pasukan akan bergerak untuk membawa para jenderal anggota Dewan (Revolusi) ke hadapan yang mulia presiden,” cerita Latief. ”Tapi Soeharto diam,” sambungnya.
Latief juga mengaku tidak mengenal orang-orang PKI seperti DN Aidit. Menurutnya, G30S adalah kelompok perwira menengah yang ingin menyelamatkan Bung Karno dari kelompok Dewan Jenderal.
Cerita Versi Lain
Dalam buku otobiografi Soeharto, Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, Soeharto memang menyebutkan kedatangan Latief di RSPAD. Namun tak menjelaskan pembicaraannya.
”Kira-kira pukul sepuluh malam saya sempat menyaksikan Kolonel Latief berjalan di depan zaal tempat Tommy dirawat,” kata Soeharto.
Soal isu Dewan Jenderal, Soeharto menjelaskan dalam rapat dengan bawahannya di Kostrad pada 1 Oktober 1965 pagi.
Dia menyatakan Dewan Jenderal itu tidak ada. Itu isu buatan PKI yang hendak menguasai negara. Hari itu dia mengambil alih pimpinan Angkatan Darat dan merancang serangan balik kepada kelompok Letkol Untung.
Dalam buku Kudeta 1 Oktober 1965, sejarawan kelahiran Ceko warga negara Kanada, Victor Miroslav Fic, mengungkapkan data yang menjelaskan hubungan Latief dengan orang-orang PKI.
Kedatangan Latief menemui Soeharto di RSPAD diputuskan dalam pertemuan kelompok Letkol Untung pada 30 September, di rumah Latief di Jalan Cawang, Jakarta.
Hadir di sini Brigjen Supardjo, Komandan TNI Divisi Kalimantan Barat, Letkol Untung, Komandan Cakrabirawa, Mayor Agus Sigit (Komandan Batalyon 203 Kodam Jaya, Sjam Kamruzaman, Sujono, Supono dari Politbiro PKI.
Dalam rapat sore itu Sjam Kamaruzaman melaporkan, ia dan Aidit telah berkunjung ke Bandung tanggal 25 Agustus dan berhasil menetralisir Divisi Siliwangi lewat kerja sama dengan Jenderal Rukman.
Latief menyambut baik kabar itu. Lalu dia menghitung-hitung kekuatan G30S di Jakarta dan sekitarnya hanya berjumlah 7.000 personal tentara termasuk pasukan yang dia pimpin yaitu Brigade Infanteri I Kodam V Jakarta Raya.
Ia memperingatkan di Jakarta ada pasukan reguler sebanyak 60.000 orang di bawah komando Panglima Kostrad Mayjen Soeharto. Dia mengusulkan mengikutsertakan Soeharto dalam operasi G30S.
Brigjen Supardjo dan Letkol Untung yang kenal Soeharto menolak mendekati Komandan Kostrad itu, maka Latief yang bersedia melaksanakan tugas itu.
Victor M. Fic dalam bukunya menceritakan, Latief berkata kepada Soeharto, sekelompok perwira progresif akan melakukan pembersihan terhadap anggota-anggota Dewan Jenderal dalam beberapa jam lagi atas perintah presiden, dia mengundang Soeharto untuk ikut dalam operasi itu.
Soeharto menjawab, masalah Dewan Jenderal itu masih memerlukan penyelidikan. Soeharto jelas sekali menahan diri. Latief menafsirkan Soeharto tidak ikut serta dan tidak menentangnya karena hal itu merupakan perintah presiden, panglima tertinggi.
Ketika Latief kembali kepada teman-temannya tengah malam dalam pertemuan di Pangkalan Udara Halim. Di sini ada Ketua PKI DN Aidit. Latief melaporkan gagal mengajak Soeharto. Maka rapat memutuskan operasi jalan terus.
Namun operasi G30S yang bergerak menjelang Subuh pukul 04.00 tanggal 1 Oktober 1965 berjalan tak sesuai rencana. Dari target enam jenderal, satu lolos yaitu Menhankam/KSAB Jenderal Abdul Haris Nasution. Selanjutnya Nasution bersama Soeharto memukul balik kelompok G30S/PKI. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto