Menafsirkan Mutiara dan Dinamit dalam Pesan Maulid Bung Karno, kolom oleh Prima Mari Kristanto, warga Muhammadiyah Lamongan, Jawa Timur.
PWMU.CO – “Umat Jaman Nabi Muhammad SAW laksana mutiara di masa damai dan laksana dinamit di masa berjuang.”
Kalimat di atas adalah cuplikan dari artikel dalam majalah Panji Islam tahun 1940 yang ditulis untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Penulis artikel tersebut adalah Ir Sukarno alias Bung Karno yang sedang berada di Bengkulu, sebagai aktivis Muhammadiyah Bengkulu bidang pendidikan dengan status interniran (buangan) pemerintah kolonial.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sampai hari ini masih saja diwarnai kontroversi perlu atau tidak, sunnah atau bid’ah dan sebagainya. Terlepas dari beragam kontroversinya, ada hal menarik dalam tradisi Jawa tentang peringatan Sekaten khususnya di Ngayogyakarta Hadiningrat.
Sekaten dalam tradisi Mataram Islam dari kata syahadatain, di mana setiap memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW diharapkan semua umat Islam memperbaharui syahadatnya dan keislamannya dalam arti semangat menjalankan syariat Islam dan sunnah nabi.
Semua umat Islam dan umat non-Islam yang mempelajari jejak luhur nabi sepakat bahwa Nabi Muhammad SAW pribadi yang agung. Tetapi tidak bagi pada manusia-manusia tertentu yang belum mendapat hidayah seperti Presiden Perancis Emanuel Macron, sang penyulut kontroversi melalui pemberian izin publikasi kartun yang menghina nabi.
Merujuk pada istilah “sekaten”, segala macam peristiwa dalam Maulid Nabi tahun ini—termasuk kejadian yang muncul di Prancis—penting disikapi sebagai “takdir” Allah SWT, yakni wasilah dalam memperbaharui keislaman dan kecintaan pada Nabi.
Kekuatan Boikot
Beragam cara dilakukan umat Islam menyikapi provokasi Macron, salah satunya gerakan boikot produk-produk Prancis yang beredar di negara-negara Arab hingga Turki. Sejauh ini gerakan tersebut sangat efektif membuat para pelaku ekonomi di Prancis merasakan dampaknya.
Gerakan dan semangat boikot yang menyala-nyala laksana dinamit berbalut mutiara mampu membuat goyah ekonomi negara asal penghina Nabi tanpa meledakkannya. Ibrah dari peristiwa boikot menunjukkan potensi kekuatan umat Islam dalam bidang ekonomi sebagai salah satu konsumen produk industri dan jasa terbesar di dunia.
Boikot sebagai bentuk perlawanan pasif konsumen dalam menghadapi produsen dan pemodal di negara maju. Sebuah kekuatan semangat solidaritas perlawanan pasif yang pernah diserukan pemimpin perjuangan India Mahatma Gandhi dalam menghadapi penjajahan Inggris dengan gerakan Satyagraha. Perjuangan bercorak antikekerasan laksana mutiara yang berhasil menjadi senjata pembebasan India dari penjajahan Inggris.
Dinamit sebagai salah satu bahan peledak yang berkekuatan besar seringkali digunakan untuk merobohkan gedung yang hendak direnovasi total atau meratakan perbukitan yang sulit dijangkau alat berat.
Dinamit dalam situasi damai menjadi teman manusia dalam beragam kegiatan pembangunan. Dinamit atau bom juga sempat dikaitkan dengan stigma negatif pada kelompok umat Islam tertentu dengan sebutan kelompok teroris atau radikal.
Terorisme, radikalisme, dan kekerasan jelas bukan bagian dari ajaran agama Islam. Nabi Muhammad dalam salah salah hadits menyebutkan “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”.
Sementara terorisme, radikalisme, dan kekerasan bertentangan dengan akhlak Islam dalam segala hal termasuk dalam peperangan. Dengan akhlak, Nabi SAW bersama sahabat melakukan aktivitas ibadah dan muamalah pada segala sektor sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya.
Makna Mutiata dan Dinamit
Mutiara pada masa damai sebagai bentuk dari pengamalan syariat Islam dan sunnah. Adapun dinamit sebagai semangat atau ghirah kesungguhan yang digenggam dalam membela agama Allah SWT dalam balutan akhlakul karimah.
Dengan akhlakul karimah semua sektor dan bidang muamalah mampu dimenangkan umat Islam pada masa Rasulullah dan khulafaur rasyidin di Madinah, masa Umayyah di Damascus, Andalusia, masa Abbasiyah di Baghdad dan masa Utsmaniyah sebagai masa terakhir kejayaan Islam.
Akhlakul karimah sebagai mutiara ajaran Islam yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW saat ini sedang tren di dunia pendidikan dengan sebutan pendidikan karakter.
Dalam bidang ekonomi dan bisnis karakter menjadi syarat utama dalam investasi keuangan yang dikenal dengan konsep 5C (character, capital, conditions, capacity, dan collateral).
Bangsa-bangsa yang unggul dalam pendidikan karakter terbukti unggul juga dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang secara otomatis menikmati keunggulan ekonomi.
Seringkali terdengar ungkapan bahwa negara Amerika, Jepang, Singapura, dan negara-negara maju di belahan Eropa dan benua lainnya lebih “Islami” dibandingkan negara-negara Islam sendiri.
Istilah “Islami” tidak salah jika merujuk pada akhlakul karimah, keteraturan, ketertiban dan kedisiplinan pada segala tata kelola di masyarakat maupun pemerintahan. Umat Islam perlu introspeksi dengan fakta demikian, dimana kondisi umat Islam yang saat ini berada dibawah, jika tidak ingin disebut kalah.
Profesor Tor Andrea, seorang orientalis Barat mengatakan, “Islam saat ini sedang menjalani apinya sejarah. Jika menang akan menjadi teladan bagi seluruh dunia. Kalau kalah akan merosot ke tingkatan yang kedua buat selama-lamanya.”
Kini semua tergantung pada umat Islam sendiri yang menurut para sejarahwan sesungguhnya tidak pernah kalah, melainkan hanya menjalani ujian Allah SWT dan ujian sejarah. Ada kalanya diuji pada posisis di atas, di tengah, atau di bawah sebagai ibrah.
Kejadian yang terjadi di Prancis akhir-akhir ini semoga bisa menjadi ibrah menuju kebangkitan Islam memasuki sejarah berikutnya, sejarah kembali ke tengah dan ke atas. Kembali ke atas dengan akhlakul karimah tanpa membuat ada pihak-pihak yang merasa terhina karena kalah yang dalam falsafah Jawa disebut “menang tanpa ngasorake”.
Gerakan boikot sebagai unjuk kekuatan konsumen negara-negara Islam, ke depan bisa menjadi kekuatan sebagai produsen dan investor. Muslim di negara-negara Arab telah banyak menjadi investor atau pemilik klub-klub sepakbola di Prancis, Inggrism dan lain-lain. Sebagian lainnya memiliki saham dalam jumlah besar di perusahaan-perusahaan papan atas Amerika seperti Apple, Facebook dan lain-lain.
Umat Islam Indonesia dengan populasi terbesar di dunia berharap bisa menjadi bagian kejayaan Islam termasuk dalam bidang ekonomi, mengingat saat masih dalam bentuk Hindia Belanda pernah menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia bidang pertanian dan perkebunan.
Pendidikan karakter sebagai dasar kemajuan dalam mewujudkan cita-cita masyarakat Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Ulama dan tokoh-tokoh ormas Islam sebagai pewaris nabi yang diutus untuk menyempurnakan akhlak, mewujudkan Islam berkemajuan dan Indonesia berkemajuan. Mutiara dan dinamit sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam membentuk akhlakul karimah dan semangat rahmatan lil alamin muslim di Indonesia. Wallahu’alam bishshawab. (*)
Menafsirkan Mutiara dan Dinamit dalam Pesan Maulid Bung Karno; Editor Mohammad Nurfatoni.