Milad Ke-108 Muhammadiyah: Momentum Ngopeni Yang Kecil, kolom oleh Nadjib Hamid, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
PWMU.CO – Seratus delapan (108) tahun merupakan usia yang sangat matang untuk ukuran organisasi keagamaan di negeri ini, dengan kontribusi yang sangat besar untuk pencerahan bangsa dalam pelbagai segi.
Tema milad kali ini, Meneguhkan Gerakan Keagamaan Hadapi Pandemi dan Masalah Negeri, kian menegaskan jati dirinya sebagai gerakan Islam berkemajuan yang tetap eksis di tengah gempuran aneka paham keagamaan dan ideologi. Juga terus berkontribusi dalam mengatasi berbagai masalah negeri meski dalam situasi pandemi.
Sebagaimana diketahui, belakangan berkembang beragam paham keagamaan dan ideologi yang tersebar secara masif melalui berbagai lini. Tidak sedikit warga, bahkan pimpinan persyarikatan, yang gagap menghadapi.
Aneka paham keagamaan tersebut jika dipetani, bisa disederhanakan dalam dua katagori. Pertama, yang paham keagamaannya sangat berorientasi pada masa lalu atau salafi.
Menurut kelompok ini, berislam yang benar adalah yang sesuai persis seperti pada zaman nabi. Baik terkait masalah ibadah atau ta’abbudi maupun masalah muamalah atau ta’aqquli.
Bagi kelompok ini, bersetuju dengan dasar negara Pancasila dianggap tidak Islami. Sebab, tidak sesuai dengan zaman nabi. Sehingga harus diperangi. Di Jatim, misalnya, pernah ada cabang yang membubarkan diri karena pimpinannya bermazhab seperti ini.
Kedua, yang paham keagamaannya sangat berorientasi pada masa kini atau khalafi. Kelompok ini meyakini ada ajaran Islam yang sudah kedaluwarsa yang tidak wajib diikuti. Ketentuan al-Quran tentang waris, misalnya, dianggap diskriminatif dan tidak sesuai dengan gerakan gender yang merebak saat ini. Juga tentang minuman khamar.
Keharamannya dianggap hanya cocok bagi bangsa Arab yang panas. Sedangkan bagi yang tinggal di kawasan dingin, khamar dianggap menghangatkan sehingga tidak ada masalah. Termasuk larangan pernikahan sejenis yang dianggap melanggar hak asasi.
Di tengah dua paham keagamaan yang ekstrem ini, posisi Muhammadiyah berada di tengah. Kadang bisa bertemu dengan salafi jika menyangkut masalah ta’abbudi. Bisa pula bertemu dengan khalafi jika menyangkut masalah ta’aqquli. Tapi, kadang bertolak belakang dengan keduanya.
Bagi ormas Islam bersimbol matahari ini, jika terkait masalah ta’abbudi, amal ibadahnya selalu merujuk pada perintah atau contoh nabi. Tapi, jika terkait masalah ta’aqquli, bebas berkreasi.
Sikap tersebut sesuai panduan nabi, ’Jika terkait urusan muamalah duniawiyah, kalian lebih tahu. Tapi, jika terkait masalah agama (ibadah mahdhah), harus merujuk padaku.’’
Dengan demikian, kemampuan memilah persoalan ta’abbudi dan ta’aqquli menjadi sangat penting bagi warga dan pimpinan agar tidak gampang menghakimi seseorang telah melakukan bidah dan menuduh tasyabuh.
Kontribusi di Tengah Pandemi
Pandemi Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 telah meluluhlantakkan berbagai bidang kehidupan masyarakat, terutama ekonomi dan kesehatan. Tapi, di tengah situasi pandemi yang serbasusah, Muhammadiyah terus bergerak memberikan kontribusi untuk negeri.
Menurut Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Budi Setiawan, jumlah bantuan yang diberikan untuk penanganan korban Covid hingga pertengahan November 2020 tercatat sudah lebih dari Rp 310 miliar dengan total penerima manfaat 510.873 jiwa.
’’Sebagian besar dana dihimpun dari warga dan amal usaha. Sisanya dari hasil kerja sama dengan pihak lain,’’ ujar Budi seraya menambahkan bahwa terdapat 82 rumah sakit Muhammadiyah (RSM) dan rumah sakit Aisyiyah (RSA) yang tersebar di seluruh Indonesia yang melayani pasien Covid-19.
’’Dari jumlah RSM/RSA tersebut, 30 berada di Jawa Timur,’’ tutur dr Sholihul Absor, Ketua MPKU PWM Jatim. Belum terhitung gerakan di akar rumput yang dilakukan ibu-ibu Aisyiyah, di cabang/ ranting berupa program centelan, untuk membantu logistik masyarakat bawah di tengah pandemi.
Menurut hasil survei organisasi kemasyarakatan yang dilakukan LKSP (Lembaga Kajian Strategis dan Pembangunan), Muhammadiyah menjadi lembaga paling peduli dalam penanggulangan Covid-19 di Indonesia.
Juru Bicara LKSP Hafidz Muftisany mengatakan, 17,26 persen dari 2.047 responden menjawab Muhammadiyah sebagai ormas paling peduli dalam mitigasi Covid-19. Kemudian Ikatan Dokter Indonesia (16,51 persen); Nahdlatul Ulama (12,55 persen); dan Relawan Indonesia Bersatu Lawan Corona (10,47 persen).
’’Lembaga lain yang disebut responden adalah Aksi Cepat Tanggap (6,13 persen); PKPU (5,19 persen); Majelis Ulama Indonesia (4,53 persen); Palang Merah Indonesia (3,21 persen); Gugus Tugas Covid-19 (2,26 persen); Front Pembela Islam (1,51 persen); Badan Nasional Penanggulangan Bencana (1,32 persen); dan lainnya (16,13 persen),’’ kata dia.
Momentum Milad
Kerja besar Muhammadiyah untuk membantu mengatasi masalah negeri patut mendapat apresiasi. Namun, di balik kerja besar tersebut tidak boleh lengah atas berbagai problem domestik yang menyertai gerakan dakwah ini.
Pertama, lembaga pendidikan. Sesuai laporan lisan dari kawankawan di daerah, pada masa pandemi ini ada sejumlah sekolah/ madrasah yang penerimaan siswa barunya minim sekali. Jika kondisi ini tidak segera diatasi, akan ada sejumlah sekolah atau madrasah yang mati.
Kedua, tempat ibadah. Muhammadiyah memiliki ribuan tempat ibadah, baik dalam bentuk masjid maupun mushala. Sebagian kecil sudah terkelola dengan manajemen yang bagus, tapi sebagian besar masih dikelola sekadarnya. Imam
dan petugas lainnya belum diperhatikan selayaknya. Tempat salatnya kotor, tempat wudu dan toiletnya kumuh. Kegiatannya sepi.
Momentum milad ini, mari kita para pimpinan di semua level merevitalisasi fungsi masjid sebagai pusat kegiatan umat, sebagai penjaga iman dan ekonomi. Kesejahteraan hidup imam salat dan petugas masjid ditingkatkan secara lebih manusiawi. Lembaga-lembaga pendidikan yang la yamutu wa la yahya diopeni. (*)
Milad Ke-108 Muhammadiyah: Momentum Ngopeni Yang Kecil: Editor Mohammad Nurfatoni