Minum Jamu Apa Pak Anies Itu, kolom ditulis oleh Ady Amar, pengamat masalah-masalah sosial.
PWMU.CO – Anies Baswedan. Dia lah, suka atau tidak suka, gubernur yang paling populer se-Nusantara. Bukan lantaran dia gubernur Ibu Kota Indonesia, sehingga dikenal seantero negeri. Bukan lantaran itu semata, tapi kepopulerannya dibangun dengan prestasi.
Suka atau tidak suka, sudi atau tidak sudi, mengakui atau mengelak, prestasi yang dibuatnya dalam tiga tahunan lebih menjabat sebagai gubernur DKI, prestasi yang dibuat tidak akan bisa ditampik. Prestasi diberitakan atau tidak diberitakan tetaplah prestasi.
Jika beberapa saat lalu ada turis mancanegara yang sudah lima tahunan tidak mengunjungi Jakarta, lalu tergagap melihat keindahan mencolok Jakarta yang dilihatnya sendiri dari dekat. Lalu katanya, “Jakarta makin cantik.” Ya sah-sah saja. Itu pengakuan apa adanya.
Pengakuan jujur bisa menampakkan itu semua. Sebaliknya prestasi mengkilap pun mustahil tampak pada hati yang buram, ini tidak ada hubungan dengan mata buram. Tidak ada hubungan dengan gangguan mata, tapi gangguan hati. Ini bisa disebut pengakuan ada apanya.
Tulisan ini tidak sedang membidik prestasi lahiriah Gubernur Indonesia Anies Baswedan—julukan yang diberikan Pak Tjahyo Kumolo, saat beliau masih menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri—tapi ingin membidik Pak Anies dari aspek lainnya, dan itu yang menjadikan kepemimpinannya berkelas.
Emotional Quality Memadai
Kualitas kepemimpinan yang mengandalkan intelektualitas semata, tanpa dibarengi kualitas emosi (emotional quality) pastilah akan rapuh. Dan apalagi juga spiritual quality-nya buruk, apa pun agamanya, pastilah akan oleng tak menentu.
Tiga aspek ini, ditambah leadership, mestinya menjadi model kepemimpinan yang baik, pada jenjang apa pun. Menjadi berantakan jika ketiga-tiganya tidak dimiliki seorang pemimpin, sekalipun cuma mimpin tingkat rukun tetangga (RT).
Adalah hal biasa jika muncul pemimpin yang dipoles-poles dengan pencitraan. Poles-poles untuk menutup kekurangan yang dimiliki pribadi yang bersangkutan. Lalu kepemimpinannya, jika terpilih nantinya, akan dikondisikan untuk kepentingan kelompok si pemoles itu tadi.
Tulisan ini pun tidak ingin membahas pemimpin yang dihasilkan model tipu-tipu pencitraan, bukan takut ada yang terusik, tapi lebih pada agar tulisan ini tidak melebar ke mana-mana.
Intelektualitas dan juga spiritualitas Anies sebagai pemimpin tampak menonjol. Tapi jika bicara pintar dan alim, pastilah banyak juga nantinya yang lalu memadan-madankan bahwa si fulan lebih pintar dan alim dari Pak Anies, tentu itu pun wajar.
Namun demikian, Pak Anies menempuh pendidikan hingga jenjang tertinggi. Ia pun pribadi yang dihasilkan dari keluarga intelektual yang berbasis pada agama yang kuat. Spiritualitas Anies bukanlah pencitraan beribadah, yang lalu dijepret-jepret wartawan untuk disebar menaikkan citranya. Anies jauh dari itu. Ibadah buatnya satu keharusan personal antara dirinya dan Tuhan.
Ada satu keistimewaan Anies sebagai pemimpin, tentunya selaku Gubernur DKI Jakarta, dan itu tampaknya sulit disamai pribadi lainnya yang juga memimpin pada tingkat apa pun. Apa itu?
Pak Anies memiliki emotional quality yang tak tertandingi. Dalam peristiwa apa pun ia tampak tetap cool. Dalam suasana riang, Anies tidak berlebihan mengekpresikan keriangannya. Pun saat tertekan sekalipun, Anies tetap menunjukkan ketenangannya yang luar biasa.
Pribadi yang tak lantas terbang mengepakkan sayapnya ke udara karena sanjungan, dan tak merasa runtuh terjatuh, jika mesti dikritik sekeras apa pun.
Minum jamu apa sih sebenarnya Pak Anies itu? Gurau kawan yang ingin melihat sekali-kalinya Pak Anies marah, yang sampai sekarang tidak ditemuinya. Jika ada yang “diminum” Pak Anies bukan sembarang jamu, dan tentu bukan jamu kuat untuk sekadar meningkatkan stamina tubuh. Jamu itu lebih pada attitude yang terlatih, yang lalu menegaskan kepribadian menawan.
Bisa jadi itulah pribadi yang berkumpul paduan antara faktor herediter atau genetika, dan pengalaman atau lingkungan, yang biasa disebut empiris. Saling melengkapi.
Kemarin Anies menerima undangan Polda Metro Jaya untuk memberikan klarifikasi atas acara pernikahan putri Habib Rizieq Shihab yang dianggap melanggar protokoler kesehatan, Aneis diklarifikasi sekitar 9 jam, dengan 33 pertanyaan, bisalah itu disebut klarifikasi tidak wajar. Bahkan banyak pula yang menyebut, itu satu upaya lebih politis untuk membidik Anies.
Saat selesai klarifikasi itu, Anies masih menyempatkan memberikan sedikit keterangan pada wartawan yang sudah menunggunya. Ekspresi Anies lagi-lagi tetap cool dengan pakaian dinas yang dipakainya. Tidak tampak kegusaran, kecewa atau rasa marah dari wajahnya. Suaranya pun tetap dengan intonasi terjaga, tidak tampak tertekan. Luar biasa.
Apakah upaya yang setidaknya berharap mampu “menekan” Pak Anies itu berhasil, tampaknya jauh panggang dari api. Pagi ini yang muncul justru simpati padanya.
Mereka yang di seberang sana, yang memang bekerja untuk membuat Pak Anies marah, pastinya akan kehilangan jurus dan mencari jurus mabuk lain lagi… belum ditemukan, dan mustahil bisa ditemukan.
Perlakuan tidak baik, tidak fair dan adil, mustahil bisa dihentikan, itu terus akan dilakukan. Berharap bisa menghentikan Anies di 2022, pemilihan Gubernur DKI Jakarta untuk periode keduanya. Dan bahkan lebih dari itu, agar Anies tidak jadi sandungan saat menjadi calon “Gubernur Indonesia” yang sesungguhnya di 2024. Wallahu a’lam.
Kita ikut mempersaksikan itu semua. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni