PWMU.CO – Mengenang Penyair Muhammadiyah Viddy Alymahfoedh Daery, ditulis oleh Fathurrahim Syuhadi, Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan.
***
Surabaya, Mari Bicara Empat Mata
Surabaya, mari bicara empat mata, yang enak-enak saja dan tak perlu terlalu tergesa.
Surabaya mari saling memberi dari hati ke hati.
Aku melihat matamu lelah dan aku ingin mengajakmu berkata-kata.
Surabaya kau adalah sahabatku dan aku melihat kau begitu gugup dan menyimpan beban.
Kenapa kita tidak duduk-duduk di tepi jalan, di bawah akasia yang langka, mencoba menghirup udara, dan kau mulai bercerita?
Aku akan mencoba memahami segala sesuatunya, dan aku akan mencoba membantumu menguraikan persoalan.
Ayolah kita berbincang, sambil kita panggil penjual legen dan buah siwalan, dan kau bisa terus bercerita dengan lebih enak, yang leluasa dan santai saja.
Surabaya kurasa itu lebih enak, marilah sekali-kali kita coba begitu, membuka keruwetan tanpa harus terlalu tegang.
Tapi kau tak mau mendengar kata-kataku.
Surabaya, kau tak mau mendengar kata-kataku.
Kau lebih suka mengurung diri di kamarmu yang dikawal seratus penjaga, yang membikin nyaliku keburu kecut sebelum sempat mengetuk pintu,
atau kalau tidak begitu, kau lebih suka mengurung diri di tingkat paling atas hotelmu yang paling mewah,
membikin aku menjadi segan dan enggan menemuimu.
Surabaya aku ingin mengajakmu berbincang lebih santai di tepi jalan, jalanmu sendiri, di bawah pohon, pohonmu sendiri.
Tapi kau tak mendegar kata-kataku, dan kata-kataku pun ditelan deru kendaraan yang setan dan tak pernah kenal istirahat, kata-kataku pun ditiup anginmu yang selalu terasa panas dan sesak, kata-kataku hanyut tersangkut-sangkut di sungaimu yang selalu kelihatan kotor dan keruh.
Surabaya, 1981
***
Itulah salah satu puisi karya Viddy Alymahfoedh Daery yang akan mengabadi meski penulisnya telah pergi ke alam baqa.
Viddy Alymahfoedh Daery alias Ahmad Anuf Chafidzi lahir di Laren Lamongan, 28 Septembet 1961. Ia anak pertama dari tujuh bersaudara. Mereka adalah Ahmad Anuf Chafidzi, M. Anam Al Arif, A. Anas Nurul Huda (alm), Lilik Maftuhatul Jannah, Titik Alfa Alfi Khoiriyah. M. Aschab Firdaus, dan M. Aziz Nurul Hajji.
Ayahnya, Haji Ali Mahfudh bin Haji Dairi adalah Wakil Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Laren. Pada saat itu Ketua PCM Laren adalah KH Abdul Fattah (alm). Sedangkan ibunya, Hj. Atikah adalah aktifis Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Laren.
Keluarga Haji Ali Mahfudh adalah keluarga terdidik dan terpandang. Mereka berjuang untuk persyarikatan dengan harta dan tenaganya.
Kakeknya Haji Dairi adalah tokoh masyarakat yang cukup disegani di masyarakat karena kedermawanannya. Neneknya Hj Fudhoiliyah adalah Ketua PCA Laren di era Ketua PCM-nya KH. Showab Mabrur dan KH. Abdul Fattah (1970-1990)
Viddy Alimahfoed Daery adalah nama pena dari Ahmad Anuf Chafiddi. Nama Viddy Alimahfoed Daery atau disering ditulis Viddy AD Daery lebih dikenal daripada nama aslinya.
Di desanya Laren, dia lebih dikenal dengan panggilan Anuf atau Chafidzi. Sementara di luar kampungnya secara nasional lebih dikenal dengan panggilan Viddy Daery.
Pendidikan Viddy Alymahfoedh Daery dilalui di TK ABA Laren, MIM Laren, dan SMPN di Tuban sambil nyantri di Pondok Pesantren Al Ma’hadul Islamiyah (Mais), asuhan KH Mahbub Ikhsan (alm), mantan Ketua PDM Tuban.
Sedangkan SMA dilalui di Lamongan dan Malang. Setelah tamat dari SMA Viddy meneruskan kuliah ke Sosiologi FISIP Universitas Airlangga Surabaya dan lulus tahun 1980-1981. Ia pun sempat kuliah di Akademi Wartawan Surabaya (AWS), dan IAIN Sunan Ampel Surabaya (sekarang UINSA).
Viddy mulai mengenal Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) di desanya. Di samping itu ia selalu aktif mengikuti ayahnya pengajian Muhammadiyah dari ranting ke ranting. Pembentukan karakter bermuhammadiyah banyak dibentuk di lingkungan keluarganya.
Bakan Seni Terlihat sejak TK
Bakat seninya muncul sejak taman kanak-kanak. Ia sangat suka dengan menggambar. Sedangkan bakat menulis ia mulai sejak duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) Laren.
Viddy Alimahfoed Daery dalam beberapa tahun terakhir banyak mengelana ke negara-negara tetangga untuk melakukan seminar dan penelitian kebudayaan Nusantara. Negara-negara yang disinggahi adalah Brunai Darussalam, Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Ia juga banyak menulis tentang budaya negara ASEAN di berbagai media. Viddy juga menahbihkan dirinya sebagai budayawan pengembara Asia Tenggara
Viddy menjadi nominator tes seleksi calon Dirjen Kebudayaan Kemdikbud RI di era Presiden Jokowi periode kedua. Ia masuk 9 nominasi setelah diseleksi dari 50-an pendaftar.
Viddy dikenal sebagai penulis dan budayawan yang sangat produktif. Selain skenario sinetron ia menulis puisi, cerpen, novel, naskah teater, dan artikel di kolom koran-koran dan media sosial.
Viddy banyak menulis puisi. Karya puisinya Surabaya, Mari Bicara Empat Mata, yang ditulis tahun 1981 menjadi juara nasional lomba menulis puisi yang diselenggarakan Dewan Kesenian Surabaya (DKS). Buku puisinya South Bank & Air Mata (1996).
Puisi karya Viddy ini oleh Wali Kota Surabaya dr H Purnomo Kasidi pada tahun 80 an selalu dibaca, dan dijadikan videoklip TVRI Surabaya. Pada saat lomba deklamasi DKS pada tahun 1982 puisi Viddy dijadikan puisi wajib peserta lomba.
Beberapa novel karya Viddy antara lain: Gita Cinta Universitas Airlangga, Sungai Bening (2001), Pendekar Sendang Drajat (2009), Misteri Pengebom Candi Gajah Mada (2011), Pendekar Sendang Drajat: Memburu Negarakertagama (2011), Misteri Gajah Mada Islam (2013), dan Misteri Pendekar Khidir dan Islam Purba Nusantara (2014).
Karya cerpennya Krakatau Award 2002, Graffiti Imaji: Kumpulan Cerpen Pendek (2002), Maha Duka Aceh (2005), dan Kemanusiaan pada Masa Wabah Corona: Renungan 110 Penulis Satupena (2020).
Dia juga menulis cerita untuk drama televisi. Naskahnya menjadi bagian dari serial TPI pada tahun 80-an, yakni ACI (Aku Cinta Indonesia), Lenong Bocah, Jejak Wali. Pada tahun 1996 Viddy keluar dari TPI untuk jadi penulis lepas.
Testimoni Sahabat
Menurut H Ahmad Zaini—kawannya di pesantren—bahwa Viddy punya hobi bikin komik sejak SMP. “Walaupun anaknya orang berada dia hidupnya sangat sederhana dan cenderung santai. Kepribadian nya sebagai seniman atau penyair sudah tampak sejak SMP,” ungkapnya
H Ahmad Zaini yang menjabat kini sebagai Sekretaris PDM Lamongan itu mengungkapkan, Viddy sangat supel dan selalu menyambung silaturrahmi. “Sebelum sakit ia beberapa kali berkunjung ke rumah. Minuman kesukaannya dawet ental (siwalan). Kalau pulang ke Laren pasti disempatkan ke Paciran ndawet ental,” tuturnya.
Menurut budayawan Lamongan Ahmad Fanani Mosa, Viddy saat dari Jakarta sering minta dijemput di stasiun kereta apai Babat.
“Lalu istirahat tidur di rumah saya, lingkungan Sawo. Bahkan anak dan istrinya juga pernah bermalam di rumah saya,” ujarnya bangga. “Ternyata gubug saya yang penceng itu ditiduri penyair, sastrawan, dan budayawan nasional bahkan berlevel Asia Tenggara.”
Viddy, menurut Fanani, hobinya nasi bungkus buatan warung Sawo tetangga rumahku. Makan lahap sekali. Ia sering diajak keliling Lamongan mengunjungi situs bersejarah.
“Beliau minta diantar ke situs-situs Modo, kolam pemandian kerbaunya Gajahmada. Lalu di desa Graman ada temuan uang logam dan prahunya Ronggolawe,” jelas anggota Lembaga Seni, Budaya, dan Olahraga (LSBO) PCM Babat.
Peduli Negeri lewat Sastra
Menurut Wiwik Handayani, istrinya, Viddy sangat peduli dengan keberadaan negeri ini. Kecintaannya itu diwujudkan dalam berbagai puisi dan novel. “Begitu juga kecintaannya akan tanah kelahirannya Lamongan. Ia banyak melakukan penelitian tentang Gajah Mada yang diyakini lahir dan dibesarkan di Lamongan,” ujarnya.
“Kepeduliannya Mas Anuf pada keluarga juga sangat besar. Hal ini diwujudkan sesibuk apapun di (rumah) Depok ia masih menyempatkan datang ke kampung halamannya sekadar bersilaturrahmi dengan saudaranya dan kerabatnya,” tuturnya.
“Mas Anuf itu sering keluar negeri untuk menghadiri seminar dan pertemuan budayawan. Saya sudah merasa biasa (ditinggal pergi) dan selalu mendoakan agar Mas Anuf diberikan kelancaran. Sekali-kali saya juga diajak ke Malaysia”, kenang Wiwik Handayani yang lama tinggal di Depok bersama suaminya itu.
Menurutnya, karya Viddy sangat banyak. Dan koleksi buku-bukunya mencapai ribuan. Buku sastra dan budaya sangat mendominasi. “Buku-buku tersebut disimpan di Depok dan di Laren. Ada beberapa koleksi buku di rumah Laren yang dimakan rayap. Mas Anuf sangat sedih kehilangan beberapa karyanya,” ujarnya.
Viddy wafat di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan Senin (23/11/2020) dini hari dalam usia 59 tahun. Ia mengalami stroke sejak lima bulan terakhir.
Ia dimakamkan di Desa Laren, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan pukul 09.00 WIB. Sebelumnya ia dishalatkan di Masjid Baitul Muttaqin Muhammadiyah Laren dengan imam Ketua PCM Laren Kiai Muhammad As’ad Abdul Bari.
Viddy meninggalkan seorang istri yang dinikahinya pada tanggal 18 September 1987. Wiwik Handayani adalah alumnus SMPM 4 Pangkatrejo, SMAM 3 Parengan, dan UMM. Ia berasal dari keluarga aktivis persyarikatan juga.
Tiga putra putrinya yaitu Mochamad Akbar Amal Ananda alumnus ITS Surabaya bekerja sebagai arsitektur, Ayu Masayu Alisa alumnus Universitas Indonesia (UI) bekerja sebagai desain, dan Mochamad Adinda Rizky Rahmansyah alumnus UI Jakarta bekerja sebagai peneliti di UI.
Karya-karya yang tinggalkan Viddy semoga tetap menjadi amal jariah. Karya yang mencerahkan dan bermanfaat untuk generasi yang akan datang. Seperti karya yang dikutip di bawah ini.
Rembulan di Atas Bengawan
Ia tak lagi bertemu
tlatah pasir yang berkilauan
Ia tak lagi bertemu
anak-anak yang bermain berlarian
hingga ke jauh malam
Ia hanya bertemu jembatan yang rapuh
dan air bengawan yang hitam keruh
maka untuk apa ia menangisi
lampu neon yang kelam dan sunyi?
Bukankah mendung telah melindunginya?
dari kenangan tentang kebun-kebun labu
dan kacang-kacangan yang menjalar
di pancang-pancang galah bambu
Laren, Lamongan, Januari 2020.
Selamat jalan Bung Viddy AD! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.