Makin Sjuhur Berdakwah Menebar Virus Jurnalistik, ditulis oleh Fathurrahim Syuhadi, Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan.
PWMU.CO – Pada era tahun 80-90-an di Lamongan marak digelar kegiatan Pengajian Ramadhan, Latihan Mubaligh, Darul Arqam, dan Taruna Melati oleh Ikatan pelajar Muhammadiyah (IPM), Pemuda Muhammadiyah, dan Nasyiatul Aisyiyah.
Selain materi al-Islam dan Kemuhammadiyahan ada materi yang sangat disukai peserta yaitu Kristologi dan Jurnalistik. Saat itu materi Kristologi disampaikan oleh KH Abdullah Wasian dari Surabaya. Sedangkan materi jurnalistik oleh Drs Makin Sjuhur SH MH.
Siapa KH Abdulah Wasian, tentu sudah banyak yang mengenalnya. Oleh karena itu dalam tulisan ini kita akan mengenal lebih jauh Makin Sjuhur.
Riwayat Singkat
Makin Sjuhur lahir di Desa Blimbing, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, pada tanggal 1 Januari 1950. Ia merupakan anak ke-11 dari 13 bersaudara. Ayahnya Sjuhur dan ibunya Kasmuah. Keduanya sudah dikenal berpaham Muhammadiyah di desanya.
Makin Sjuhur menempuh pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) Blimbing lulus tahun 1966. Ijazahnya ditandatangani Kepala Madrasah KH Adnan Noer seorang tokoh penggerak Muhammadiyah Pantura.
Selepas dari MIM Blimbing ia melanjutkan ke Sanawiyah-Alijah Pondok Taman Pengetahuan Kertosono, Nganjuk dan lulus1972). Ijazahnya ditandatangani KH Salim Azhar.
Tamat dari Pondok Taman Pengetahuan Kertosono Makin Sjuhur dijodohkan orangtuanya dengan Sumarlin pada tahun 1972. Sumarlin gadis Blimbing putri dari Serut dan Kartiamah.
Setelah menikah, Makin Sjuhur banyak melakukan berdakwah di daerah pantai utara (pantura) yang meliputi Lamongan, Gresik, dan Tuban. Di samping itu juga ia mengajar pelajaran Bahasa Indonesia di beberapa sekolah atau madrasah Muhammadiyah.
Seperti di MTs Muhammadiyah Pondok Karangasem Paciran, MA-SMA Mazroatul Ulum Paciran, Perguruan Muhammadiyah Sedayulawas Brondong dan di Pondok Pesantren Rohullah Blimbing.
Ia juga membina kegiatan IPIB (Ikatan Pemuda Islam Blimbing). Makin Sjuhur yang hobi bermain sepak bola sempat aktif di Persatuan Sepak Bola Hizbul Wathan (PSHW) pantura. Pada tahun 70-an PSHW Blimbing sangat popular di masyarakat pantura. Bahkan bertanding sampai di Kota Malang.
Ia sempat aktif di IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) pada tahun 1982-1988. Makin Sjuhur juga aktif di organisasi Himpunan Kerukunan Nelayan (HKN) Blimbing-Brondong bersama Warliyono yang sekarang tinggal di Malang.
Selain mengajar di lembaga pendidikan formal, Makin Sjuhur juga membina kegiatan jurnalistik yang diselenggarakan oleh IPM di pantura seperti di Pondok Modern Muhammadiyah Paciran dan Pondok Karangasem Muhammadiyah Paciran.
Bila ada perkaderan yang diselenggarakan IPM Ranting atau Cabang, bahkan Daerah Lamongan, materi Ilmu Jurnalistik dipastikan akan disi oleh Makin Sjuhur sebagai nara sumber utamanya.
Di sela kesibukannya mengajar. Makin Sjuhur juga menjadi penulis lepas. Ia juga menjadi wartawan Memorandum Biro Tuban dan Lamongan.
Untuk meningkatkan keilmuannya di tengah tengah kesibukannya yang padat, Makin Sjuhur masih sempat menyempatkan kuliah di Fakultas Syariah UMM Kampus Pondok Karangasem Paciran. Lulus sebagai sarjana muda dengan gelar BA pada tahun 1988.
Dia juga kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sunan Bonang Tuban lulus tahun 1996. Magister Hukum-nya diperoleh dari Universitas Putra Bangsa Surabaya yang lulus tahun 2005.
Profesi yang dijalani Mahin Sjuhur sangat kompleks. Selain sebagai mubaligh, guru, dan wartawan, dia juga dosen, konsultan hukum, kepala desa, dan anggota DPRD.
Pada tahun 1972 ia terpilih sebagai kepala Desa Blimbing (sebelum menjadi kelurahan). Ia mendapat dukungan penuh dari para nelayan. Ia menjabat selama satu periode.
Ada cerita menarik soal itu. Usai mendapatkan kepastian memenangi sebagai calon kepala desa, para nelayan yang memberikan dukungan secara penuh menggendongnya menuju rumahnya dari tempat pemilihan.
Mahin Sjuhur dikenal sebagai penceramah dan orator yang sangat bersemangat. Penuturannya runtut dan selalu dilandasi al-Qur’an dan hadits.
Ia sangat terbuka memberikan kritik dengan fakta fakta yang jelas. Gaya bicaranya meledak-ledak bila di podium. Sering menguraikan peristiwa-peristiwa yang tidak terpublikasi pada saat zaman Orde Baru. Ia selalu kritis terhadap permasalahan umat.
Etos kerja Mahin Sjuhur penuh tanggung jawab. Segala masalah atau pekerjaannya akan diselesaikan hari itu atau malam itu meski harus lembur. Ia sering mengerjakan sesuatu pekerjaan sampai jam dua dinihari dan langsung dilanjut tahajjud. Setelah itu tidur sebentar. Bangun saat Subuh dan sudah tidak tidur lagi
Pada saat menjadi anggota DPRD Lamongan, Mahin Sjuhur dikenal sangat pemberani menyuarakan aspirasi masyarakat. Ia sangat menguasai permasalahan dan perundang-undangan. Pendapat dan kritiknya hampir tak terbantahkan.
Mahin Sjukur pada tahun 1987 mendirikan Yayasan Taman Pendidikan Islam (YTPI). Ia juga merintis Madrasah Tsanawiyah Islamiyah di Blimbing, Paciran
Selanjutnya pada tahun 2006 didirikan lagi beberapa lembaga oleh anak dan menantunya KH Sa’dullah Kastam yaitu Pondok Pesantren Modern Rohullah, LKSA (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak), Madin Mu’allimin/Mu’allimat Wustha Rahullah, Madin awaliyah Rohullah, dan Madrasah Aliyah Islamiyah.
Testimoni Orang Terdekat
Tatik Mahatma Inayati SH—putri pertamanya—mengatakan meski terlahir dari keluarga kurang mampu, Makin Sjuhur memiliki semangat kuat untuk bersekolah.
“Abah itu meski dari keluarga kurang mampu tapi semangat sekolah sangat kuat. Anak-anaknya wajib mengenyam pendidikan di pondok pesantren sejak tingkat menengah pertama sampai menengah atas. Pada saat di perguruan tinggi baru diberi kebebasan memilih bidang ilmu yang diminati,” ujarnya.
Makin Sjuhur juga sering menasihati anak-anaknya, khusus yang perempuan, agar jika memilih suami wajib yang dari pesantren. “Sebab ilmu agama tidak bisa dipelajari dari kata-katanya, tetapi harus dipelajari dari sumbernya dengan bimbingan kiai dan ustadz atau ustadzah,” jelas Tatik Mahatma Inayati yang pernah 6 tahun tinggal di Brunai Darussalam.
Lebih lanjut Tatik yang menjadi guru di Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Rahullah itu mengatakan, meski dalam kekurangan ekonomi, tapi ayahnya selalu mengusahakan untuk dapat membantu dan memenuhi kebutuhan orang lain. “Dalam keadaan sering kekurangan tapi masih menampung murid-murid dari keluarga tidak mampu untuk tinggal di rumah kami dan disekolahkan,” ujarnya.
Sementara menurut Mulyono AR, anggota DPRD Lamongan dari Fraksi PPP tahun 1982-1987, Makin Sjuhur saat itu sebagai Wakil Ketua Komisi A Bidang Komisi Hukum dan Perundang-undangan sangat menguasai masalah. Sangat vokal dan percaya diri. Sangat berani mengkritik pemerintahan Orde Baru yang sedang berkuasa.
“Sebagai kader, mubaligh, politisi, dan wartawan, Pak Makin Sjuhur sangat pas sebagai anggota DPR. Karena menjadi anggota DPR harus pemberani, tegas, jujur, dan kritis. Tentu saat ini dibutuhkan politisi yang seperti Pak Makin Sjuhur,” jelas Mulyono AR yang saat ini menjadi Ketua PCM Lamongan.
Ahmad Zahri sahabat Makin Sjuhur semasa kuliah di Paciran mengatakan, Makin Sjuhur mempunyai kemampuan yang lebih di antara mahasiswa. Bahkan masyarakat Paciran dan Brondong dalam bidang tulis-menulis (jurnalisme).
“Mahin Sjuhur memiliki kemampuan dan naluri politik yang tajam. Sebuah kemampuan yang jarang dimiliki kader Muhammadiyah ketika itu,” jelas Ahmad Zahri yang Ketua Pengadilan Agama Trenggalek dan penulis buku Samawa di Era Milenial.
Makin Sjuhur banyak membuka cakrawala literasi kader persyarikatan Lamongan dan sekitarnya dengan mengajarkan ilmu jurnalistik. Di samping itu ia menulis buku yang sangat popular di kalangan pelajar pada tahun 1982 yakni Selayang Pandang tentang Kesusastraan Indonesia dan Tata Bahasa Indonesia.
Setelah sakit selama 51 hari karena penyakit gula di Rumah Sakit Umum dr Koesma Tuban, Mahin Sjukur dipanggil menghadap Allah untuk selamanya, Senin 7 Mei 2007 dalam usia 57 tahun. Ia dimakamkan di Kuburan Islam Watupokak Kelurahan Blimbing, Paciran Lamongan.
Perjuangannya diteruskan oleh tujuh putra putrinya yaitu Tatik Mahatma Inayati, Cicik Rahmah Inayati, Ety Inayati, Hery Ahmadi (alm), Dewan Wahyudi, Tubagus Syaifullah dan Mutiara Qolby serta menantunya KH Sa’dullah Kastam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.