PWMU.CO – Seribu wajah Covid-19 disampaikan dr D Yudha Riantama dalam Forum Sabtuan SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik, Sabtu (2/1/2021).
Ia mengatakan, per Januari 2021 ada sekitar 743.196 kasus terkonfirmasi positif, 22.138 meninggal dunia, dan 611.097 sembuh. “Provinsi terbanyak di Indonesia yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah,” ujarnya.
Ia menyajkan grafik jumlah kasus terkonfirmasi positif di Indonesia hingga 1 Januari 2020 yang belum terlihat puncaknya. Menurutnya, Indonesia belum bisa dikatakan terjadi second wave (gelombang kedua).
Meski sempat turun pada sekitar Oktober 2020 lalu, lanjutnya, tidak dapat dikatakan bahwa ini adalah gelombang pertama atau puncak pertama karena penurunannya tidak signifikan. “Nah kalau dilihat dari trennya, ini kasusnya semakin lama masih semakin meningkat. Belum kelihatan puncak pertamanya di mana belum terlihat,” jelasnya.
Faktor Risiko Covid-19
Kepala Bagian Pelayanan Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik (RSMG) ini menjelaskan faktor risiko jenis kelamin laki-laki atau perempuan sama besarnya, tidak berbeda jauh. Namun pada kelompok umur, baik yang positif, dirawat, atau isolasi mandiri dan kasus sembuh, usia terbanyak adalah usia produktif 31-45 tahun di peringkat pertama dan 19-30 tahun di peringkat kedua.
“Nah ini berkorelasi positif dengan adanya perpindahan. Kalau pada usia produktif ini kan banyak masyarakat yang berpindah-pindah baik itu yang kerja, kuliah, dan lain sebagainya,” tambah D Yudha Riantama.
Sedangkan kasus meninggal, kata dia, banyak terjadi pada usia sekitar 46-59 tahun dan di atas 60 tahun. “Nah ini bisa berhubungan dengan adanya penyakit penyerta atau comorbid, yaitu penyakit yang sudah dimiliki sebelumnya,” jelasnya.
Dokter Umum RSMG itu menyebutkan, penyakit penyerta terbanyak yang diderita pasien positif Covid-19 adalah hipertensi atau darah tinggi, kemudian kencing manis atau diabetes melitus. Ada juga jantung, ibu hamil, paru kronis, dan sebagainya. Selain itu, kata dia, ada juga faktor obesitas dan risiko perokok aktif.
Ia menuturkan, bagi orang yang sudah memiliki penyakit penyerta ini perlu kewaspadaan lebih tinggi. “Karena penyakit penyerta ini dapat memperlama Covid-19 nya, dan Covid-19 ini dapat memperparah penyakit penyertanya. Walaupun sudah lama penyakit ini terkontrol dengan baik,” ungkapnya.
Seribu Wajah Covid-19
Dalam paparannya, dokter lulusan Universitas Hang Tuah Surabaya itu menjelaskan, gejala klinis khas pertama dari Covid-19 adalah demam atau sumer. “Jadi kalau suhu tubuh manusia normal itu 36,5 derajat sampai 27,5 derajat. Tetapi pada suhu di atas 37 derajat kita biasa merasakan yang katanya greges-greges gitu ya, sumer, badan tidak enak,” jelasnya meminta peserta Forum Sabtuan waspada, walaupun tidak semua kasus positif disertai adanya keluhan demam.
Ia melanjutkan, nyeri kepala, letih, lesu, pegal-pegal, badan terasa tidak enak juga termasuk gejala klinis lain. Gejala lain yang khas, kata dia, juga ada batuk, pilek, nyeri tenggorokan. “Khas batuknya itu kering, tidak ada dahak, nyeri tenggorokan, nyeri menelan, tenggorokan terasa gatal,” tambahnya.
Untuk kasus-kasus yang sedang dan berat, D Yudha Riantama menyebutkan beberapa pasien mengeluhkan sesak, nafas berat. “Nah untuk kasus-kasus yang berat juga disertai dengan penurunan saturasi oksigen,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, saturasi oksigen itu melihat adanya konsentrasi oksigen di dalam tubuh. Kalau gejalanya berat, maka pasien itu bisa mengalami happy hipoxya. Yaitu pasien tidak terlihat sesak, namun saat dicek saturasi oksigennya sangat turun. “Bahkan 90 persen, sedangkan normalnya 98 sampai 100 persen,” tegasnya.
Dokter asal Gresik itu mengatakan, ada gejala klinis yang tidak khas sehingga Covid disebut sebagai infeksi dengan gejala seribu wajah. Gejala lain yang dilaporkan seperti diare, mual/muntah, anosmia (hilang fungsi penghidu), ageusia (hilang fungsi pengecapan), gangguan kulit/ruam kemerahan, delirium (salah satu dari penurunan kesadaran).
Menurutnya, gejala-gejala inilah yang menyebabkan orang-orang tidak aware (waspada). “Loh saya gak ada batuk pilek, saya gak demam, gak sesak, kenapa harus tes PCR. Ini perlu kewaspadaan, bukan takut,” tegasnya.
Identifikasi Kasus
D Yudha Riantama menjelaskan, masa inkubasi yaitu masa di mana virus atau kuman berkembang biak, yaitu sekitar 1-14 hari. Rata-rata virus Covid-19 ini berinkubasi 5-6 hari. “Nah masa inkubasi ini berhubungan dengan penularan. Di mana seseorang itu dapat menularkan 48 jam sebelum gejala awal muncul sampai dengan 14 hari. Tindakan preventifnya ya melalui 3M sesuai rekomendasi WHO,” paparnya.
Penularannya, kata dia, bisa melalui aerosol, droplet jarak dekat kurang dari dua meter, benda yang telah dipegang secara tidak sengaja tangan terkena droplet, dan kontak langsung. “Ruang tertutup tanpa ventilasi juga rawan terjaid penularan,” tambahnya.
Menurut jurnal ilmiah, lanjut D Yudha Riantama, sekitar Oktober-November 2020 disebutkan terjadi mutasi Covid-19 yang mengubah komponen protein dari virus. “Pertama kali dilaporkan di Inggris, 17 mutasi secara bersamaan. Temuan ini mudah menginfeksi, mudah menghindar dari respon imun tubuh, lebih infeksius, dan cepat bereplikasi,” tuturnya.
Kluster Kantor
Ia menjelaskan tiga studi analisis yang dilakukan terhadap penyebaran Covid-19, mengapa bisa terjadi outbreaks sehingga muncul kluster-kluster.
Pertama, kluster kantor. Ini terjadi di Seoul, Korea Selatan. Di suatu gedung tinggi, di lantai 11. Staf di sebuah call center bekerja bersama dalam satu ruangan. Satu meja panjang berisi 13 staf. Sembilan di antaranya terkonfirmasi positif. Mereka duduk dalam ruangan yang sama bersama 137 karyawan.
Dari 137 karyawan tersebut, 79 dinyatakan positif. “Kontak permanen dalam ruang yang sama selama periode waktu yang lama memainkan peran penting dalam penyebaran kluster kantor ini,” jelas D Yudha Riantama.
Lalu apa yang harus dilakukan? Ia mengatakan, ventilasi alami penting untuk menghindari sirkulasi ulang partikel yang terinfeksi. Mengatur posisi kerja dalam pola zig-zag dan mempertahankan jarak dua meter di antara mereka.
Menghindari jumlah dan kontak langsung karyawan baik dalam rapat atau di zona makanan dan minuman. Menjaga jarak staf dengan menggabungkan teleworking dengan waktu fleksibel.
Menghindari kontak fisik. Dilarang berbagi bahan atau peralatan di antara rekan kerja tanpa desinfeksi sebelumnya. “Yang paling aman ya adanya kebijakan work from home (WFH). Nah ini bisa menurunkan risiko penularan Covid-19,” tegasnya.
Kluster Restoran
Kedua, kluster restoran. Di Guangzhou Cina, ada restoran tertutup, menggunakan AC dengan suara musik. Tidak ada ventilasi alami, jarak antar meja berdekatan, jarak antar orang berdekatan. “Nah ternyata didapatkan bahwa ada satu pasien yang terkonfirmasi positif. Dari satu pasien ini dapat menularkan 10 pasien di dekatnya bahkan orang yang jaraknya jauh sekitar 4,5 meter,” jelasnya.
Menurutnya, hal itu terjadi karena airflow (aliran udara) dari AC yang membuat penyebaran aerosol ke mana-mana. Ia menyarankan, sebaiknya membuka jendela bahkan jika itu membuat orang merasa tidak nyaman hangat atau dingin.
Hindari musik latar sehingga orang tidak perlu meninggikan suara mereka dan mengeluarkan lebih banyak droplet saat berbicara. Hindari resirkulasi udara. Selalu gunakan filter udara. Kurangi ukuran pertemuan di dalam ruangan. Menambah jarak antar orang. Bila memungkinkan, adakan acara di luar ruangan.
Kluster Bus
Ketiga, kluster bus di Zhejiang Cina. Duduknya berdekatan, sama seperti di Indonesia, berisi 60-68 orang. “Ternyata didapatkan satu orang berusia 64 tahun, wanita, terkonfirmasi positif tanpa gejala,” ujarnya.
Pada akhirnya, kata dia, bisa menginfeksi 23 orang dalam bus. “Penyebabnya adalah airflow dari AC bus. Sekalipun mereka menggunakan masker,” tegasnya.
Dari studi analisis tersebut, D Yudha Riantama berharap warga masyarakat dapat menerapkan physical distancing, bisa dengan WFH dan mengurangi jumlah orang dalam satu ruangan. Selain itu, lanjutnya, juga diperlukan engineering control yaitu mengubah lingkungan, seperti tidak menggunakan AC, membuka jendela dan pintu.
Ia melanjutkan, administrative control yang berhubungan dengan pemangku kebijakan juga penting. “Misalnya kalau di perusahaan, direkturnya memberikan aturan seperti WFH, pelarangan orang asing yang masuk ke lingkungan kita, dan terjadwalnya screening rutin,” ungkapnya.
Langkah terakhir yang ia tegaskan adalah protection, misalnya bagaimana menggunakan masker yang benar, yaitu menutup hidung, mulut, dan dagu. “Kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir atau bisa dengan hand sanitizer. Kemudian menghindari berkerumun,” tegasnya.
Di akhir paparannya, D Yudha Riantama meminta peserta Forum Sabtuan untuk mengingat satu hal, yaitu “Ingat Covid-19, Ingat WUHAN”.
Wash your hands (Cuci tanganmu)
Use mask properly (Gunakan masker dengan benar)
Have temperature checked regularly (Periksa suhu secara teratur)
Avoid large crowd (Hindari kerumunan)
Never touch your face with unclean hands (Jangan pernah menyentuh wajah Anda dengan tangan yang tidak bersih) (*)
Penulis/Editor Ria Pusvita Sari.