PWMU.CO – Beryukur sebagai alat ukur keimanan, disampaikan oleh Siti Mariyah MPd pada Kultum Jumat Pagi SMA Muhamamdiyah 1 (Smamsatu) Gresik yang digelar secara virtual (22/1/2021).
Dia menjelaskan, secara bahasa, syukur berarti berterima kasih kepada Allah. Ar-Raghib Al-Isfahani, salah seorang yang dikenal sebagai pakar bahasa al-Quran, dalam Al-Mufradat fi Gharib al-Quran, mengatakan, kata syukur mengandung arti gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan.
Seperti tercermin dalam surat al-Baqarah ayat 152, “Maka ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”
Menurut guru Biologi itu, ayat ini secara jelas dan gamblang memerintahkan kepada kita untuk selalu mengingat Allah dan bersyukur atas segala nikmat-Nya.
“Kesyukuran, pada hakikatnya merupakan konsekwensi logis bagi seorang manusia sebagai makhluk kepada Allah, sebagai khalik yang telah menciptakan dan melimpahkan berbagai nikmat yang tak terhingga,” ujarnya.
Terlebih lagi, lanjut dia, bersyukur akan mendatangkan berbagai macam kebaikan dan kenikmatan lainnya. Ditambah lagi banyak pahala yang telah dipersiapkan Allah SWT bagi orang-orang yang bersyukur.
Koordinator Kelas Passion Smamsatu itu menuturkan, orang-orang yang beriman kepada Allah selalu menyadari kelemahan mereka di hadapan Allah sehingga senantiasa memanjatkan syukur dengan rendah diri atas setiap nikmat yang diterima.
“Bukan hanya kekayaan dan harta benda yang disyukuri. Namun mereka memahami bahwa Allah adalah pemilik segala sesuatu. Bersyukur atas kesehatan, keindahan, ilmu, hikmah, kepahaman, wawasan, dan kekuatan yang dikaruniakan kepada mereka. Dan mereka mencintai keimanan, dan membenci kekufuran,” terang dia.
Siti Mariyah menyampaikan, mereka bersyukur karena telah dibimbing dalam kebenaran dan dimasukkan dalam golongan orang-orang beriman.
“Pemandangan yang indah, urusan yang mudah, keinginan yang tercapai, berita-berita yang menggembirakan, perbuatan yang terpuji, dan nikmat-nikmat lainnya, semua ini menjadikan orang-orang beriman bersyukur kepada Allah yang telah menunjukkan rahmat dan kasih sayang-Nya,” ujarnya.
Tiga Faktor Syukur
Di sini, sambungnya, bersyukur menuntut adanya perbuatan dan tindakan nyata sehari-hari. Dalam hal ini, Ibnu al-Qayyim merumuskan tiga faktor yang harus ada dalam konteks syukur yang sungguh-sungguh.
Yaitu pertama dengan lisan dalam bentuk pengakuan dan pujian yakni mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya.
“Di dalam al-Quran pujian kepada Allah disampaikan dengan redaksi ‘alhamdulillah’,’’ ujarnya.
Kedua, syukur dengan hati dalam bentuk kesaksian bahwa segala nikmat berasal dari-Nya, yaitu dengan menyadari dengan sepenuhnya nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan nikmat dari Allah Ta’ala.
“Syukur dengan hati mengantarkan manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa harus berkeberatan betapa pun kecilnya nikmat tersebut.” tutur dia.
Ketiga, syukur dengan seluruh anggota tubuh dalam bentuk amal perbuatan. “Penilaian yang benar adalah berdasarkan apa yang kita peroleh. Karena, apa yang kita inginkan belum tentu yang terbaik di hadapan Allah. Dan belum tentu juga itu yang terbaik buat diri kita,” ujarnya.
Da menegaskan, orang-orang mukmin sejati akan tetap bersyukur kepada Allah sekalipun mereka berada dalam keadaan yang sangat sulit. Sebab, orang-orang beriman mampu melihat sisi-sisi kebaikan dalam setiap peristiwa dan keadaan.
“Dia juga mampu melihat kebaikan dalam setiap musibah dan penderitaan yang ia rasakan. Karena mereka mengetahui bahwa Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kekuatannya. Mereka juga yakin kalau Allah telah menyiapkan yang terbaik untuk dirinya,” terang dia.
Da berharap, semoga kita termasuk orang-orang yang dikaruniai iman yang kokoh yang bisa menjadikan kita hamba yang senang bersyukur.
Kultum Jumat Pagi digelar secara daring karena sekolah melakukan kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi. Dulu, kegiatan yang melibatkan guru-guru Smamsatu secara bergilir sebagai pembicara itu diadakan secara atap muka di hari Jumat sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung. (*)
Penulis Yulia Dwi Putri Rahayu. Editor Mohammad Nurfatoni.