PWMU.CO– Wakaf uang menjadi pembicaraan pro-kontra setelah Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Menteri Keuangan Sri Mulyani meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) serta Brand Ekonomi Syariah Tahun 2021 di Istana Negara, Senin, 25 Januari 2021.
Jokowi menyampaikan potensi wakaf di Indonesia sangat besar, baik wakaf benda tidak bergerak, maupun benda bergerak termasuk wakaf dalam bentuk uang.
Menurut perhitungan pemerintah, potensi wakaf sangat besar per tahun mencapai Rp 2.000 triliun dan potensi wakaf berupa uang bisa menembus angka Rp 188 triliun.
Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Dr Mohammad Mas’udi MAg menjelaskan, tidak ada teks al-Quran dan hadits yang menyebut langsung tentang wakaf.
”Namun ada beberapa nash yang dipandang bisa menjadi pijakan tentang wakaf, semisal al-Hajj: 77 dan hadis: Jika anak Adam wafat, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga hal, salah satunya adalah sedekah jariyah, yang dipahami sebagai wakaf,” kata Mohammad Mas’udi seperti dimuat suaramuhammadiyah.id.
Menurut dia, praktik yang selama ini berjalan di lingkungan Muhammadiyah adalah wakaf melalui uang, bukan wakaf uang atau wakaf tunai.
Versi HPT dan MUI
Dalam Kitab Waqaf Himpunan Putusan Tarjih disebutkan,”Kalau engkau menerima uang untuk waqaf atau mendapat barang waqaf yang tidak tertentu, atau yang berwaqaf (waqif-nya) tidak menentukan, hendaklah engkau pergunakan sebagai amal jariyah yang sebaik-baiknya, jangan sampai harta benda waqaf itu tertimbun menjadi kanaz (timbunan) yang terkutuk.”
Putusan Tarjih pada Muktamar Khususi ke-32 di Purwokerto tahun 1953 tersebut mengindikasikan bolehnya wakaf dalam bentuk uang tunai, tetapi tidak diperinci tentang ketentuan lainnya.
Rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah edisi 19 tahun 2018 memuat fatwa Wakaf Uang, Wakaf Menggunakan Uang, dan Kepemilikan Benda Wakaf menyertakan Fatwa MUI tahun 2002.
Komisi Fatwa MUI menetapkan fatwa tentang wakaf uang pada 28 Shafar 1423 H/1 Mei 2002 M, sebagai berikut:
(a) Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai,
(b) Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga,
(c) Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai,
(d) Wakaf Uang hukumnya jawaz (boleh),
(e) Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.
Paradigma Baru
”Putusan Tarjih tahun 1953 masih menggunakan paradigma lama, sementara dalam Majalah SM edisi 19 tahun 2018 sudah menggunakan paradigma baru,” tutur Mas’udi.
Diterangkan, paradigma baru diperlukan karena kondisi sosial masyarakat yang berubah. Dinamika dan tuntutan perubahan ini harus direspons. Dalam paradigma baru misalnya, disebutkan bahwa harta yang telah diwakafkan dapat bersifat selamanya dan dapat pula bersifat sementara atau berjangka waktu.
Paradigma baru dalam wakaf diperlukan, menurut Mas’udi, karena beberapa alasan. Pertama, belum optimalnya peran wakaf dalam peningkatan kesejahteraan umat.
Kedua, pemahaman masyarakat yang belum memadai dalam perkembangan wakaf kontemporer. Ketiga, banyak nadhir wakaf yang tidak mengerti tentang konsep wakaf produktif, kemitraan wakaf, wakaf uang, dan lainnya.
Keempat, wakaf perlu diintegrasikan dalam sistem ekonomi nasional tiap negara dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Mas’udi menyebut, paradigma baru tentang wakaf dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU tersebut.
Melalui regulasi ini, cara untuk mengekalkan uang sebagai benda wakaf melalui lembaga keuangan syariah. Oleh bank syariah uang wakaf akan dikelola dengan prinsip mudharabah. Bank syariah berlaku sebagai mudharib dan nadhir berlaku sebagai shahibul maal.
Dalam paradigma baru wakaf, pertama, harta wakaf yang berupa tanah dan uang, bisa diwujudkan menjadi rumah sakit, rumah susun, gedung perkantoran, pusat perniagaan. Tidak hanya untuk masjid, kuburan, dan sekolah.
Kedua, keuntungan dari pengelolaannya bisa disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pemberian beasiswa, pembangunan jalan, program pengentasan kemiskinan, dan lainnya.
”Harta wakaf itu bisa untuk bermacam aktivitas: ibadah, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, dan kesejahteraan umum lainnya,” tutur Mas’udi. (*)
Editor Sugeng Purwanto