Empat PR Hizbul Wathan ditulis oleh Moh. Ernam, Sekretaris Kwarda HW Sidoarjo.
PWMU.CO – Saya sungguh bersyukur, bisa mengikuti pembukaan Tanwir II Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (HW) yang disiarkan melalui kanal YouTube Kwartir Pusat Hizbul Wathan, Ahad (28/2/2021).
Permusyawaratan tertinggi kedua setelah muktamar ini memiliki arti yang sangat penting karena banyak hal mendesak alias PR (pekerjaan rumah) yang harus segera dituntaskan oleh Kwartir Pusat (Kwarpus) HW.
Pertama, karena tanwir ini digelar di era pandemi Covid-19 melanda yang negeri sehingga memaksa tanwir secara daring. Pagelaran model virtual ini hendaknya mengingatkan akan nasib anak didik pandu HW yang tidak bisa mengadakan kegiatan secara normal.
Berkemah, berpetualang, lomba tingkat, dan geladian pimpinan regu, semua seakan raib. Riweh kegiatan HW jadi hilang. Ini menjadi tantangan bagi peserta tanwir untuk memberikan solusi dengan kurikulum pendidikan masa pandemi. Kwarpus harus hadir, tidak hanya diserahkan pada kreativitas pelatih masing-masing qobilah.
Kedua, penataan organisasi. Selain urusan pergantian Ketua Umum pasca mundurnya Ramanda Muchdi PR, maka urusan perjenjangan harus jelas, terutama terkait dengan pandu penuntun.
Sebagai anggota pandu dewasa, pandu penuntun berada di dalam qobilah perguruan tinggi yang diwadahi dalam kafilah. Sampai hari ini masih banyak kafilah yang belum memiliki qabilah.
Dan uniknya banyak kafilah yang kemudian mencantolkan dirinya kepada kwartir wilayah (kwarwil), bukan ke kwartir di atas qobilah yaitu kwartir cabang (kwarcab). Jika Kwarcab tidak ada baru kepada kwarda, jika tidak ada baru ke kwarwil. Jika kwarwil masih belum ada maka ke kwarpus.
Namun perjenjangan ini tidak jalan karena kafilah merasa dirinya setara dengan kwarwil sehingga melupakan kwartir di bawah kwarwil, walaupun itu ada.
Saya belum menemukan aturan ini hasil keputusan yang mana dari pedoman kwarpus. Atau (jangan-jangan) bidang pengembangan HW di perguruan tinggi membuat aturan sendiri. Hal ini bisa dilihat pada struktur beberapa kafilah perguruan tinggi.
HW utuk Anak-Anak Muda
Ketiga bahwa kepanduan itu merupakan kegiatan anak-anak, remaja, dan pemuda. Tanpa menafikan keberadaan pandu lansia atau senior, sebenarnya kegiatan kepanduan jelas untuk anak-anak muda.
Oleh karena itu pandu Hizbul Wathan harus berwajah muda, baik pengurus maupun kegiatan yang dilaksanakan. Berwajah muda berarti pengurusnya jangan sampai melebihi organisasi induknya yaitu Muhammadiyah.
Kegiatan HW juga harus terus dikembangkan sesuai zaman kekinian. Pedoman-pedoman yang ada di HW juga perlu ditinjau agar sesuai dengan kebutuhan revolusi 4.0. Tidak jumud, harus terus berkembang.
Keempat, tentu HW harus menghindari perangkapan jabatan secara vertikal. Hal ini untuk menghindari konflik kepentingan antarlembaga yang berbeda. Masih banyak kader-kader yang mampu mengemban amanat, terutama kader-kader muda yang sekarang memangku amanah di bidang atau lembaga kwarpus.
Itulah sedikit pengamatan saya secara pribadi. Saya tidak usul tuan rumah muktamar di Jawa Timur, walaupun selentingan kabar mengatakan Bojonegoro melamar sebagai tuan rumah.
Secara finansial tidak meragukan, Bojonegoro kaya dan kuat. Akan tetapi tunjukkan bahwa HW sudah tersebar di seluruh Nusantara. Berikan kesempatan kepada Sulsel, Bengkulu, atau Kaltim.
Insyaallah semua kwarwil di luar Jawa siap menjadi tuan rumah dan memanjakan semua peserta muktamar. Hem … mungkin ini juga termasuk saya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni