Petani Pisang Sukses, Ber-Muhammadiyah Juga Aktif oleh Novita Rulli Rokhmawati, kontributor dan Sekretaris PDA Nganjuk.
PWMU.CO– Drs Sumilan MM (61), aktivis Muhammadiyah Nganjuk ini sukses berkebun pisang cavendish. Sekarang tiap hari dia menikmati hasil panen kebunnya di Desa Jegreg Kecamatan Lengkong, sekitar 30 Km dari Kota Nganjuk.
Dia mempunyai enam petak sawah. Tiga petak, seluas 8.400 meter persegi, ditanami pisang cavendish. Saat ini dia punya sebanyak 1.000 pohon pisang. Tiga petak lainnya masih ditanami padi dan palawija.
Sumilan menceritakan, zaman sekarang menanam padi dan palawija merugi karena biaya produksi tinggi. Pupuk dan bibit harganya mahal. Tidak nyucuk dengan hasil panen. Harga gabah anjlok karena ada beras impor.
Menurut dia, ada pilihan tanam sengon dan tebu ternyata hasilnya juga kurang bagus. ”Muncul pikiran menjadi petani pisang cavendish setelah melihat kakak ipar menanam pisang ini,” cerita Sumilan ketika ditemui di kebunnya, Ahad (4/4/2021) bakda Ashar.
”Saya mulai menanam pisang cavendish tanggal 28 Februari 2020. Bibit pertama beli dari Pare Kediri sebanyak 100 pohon. Waktu itu harganya Rp 25 ribu per batang dengan ketinggian 25-45 cm,” tutur pensiunan Korwil Dinas Pendidikan Kecamatan Jatikalen Kabupaten Nganjuk ini.
Menikmati panen pertama setelah delapan bulan. Tepatnya pada bulan Oktober 2020. Hasilnya luar biasa. Satu tandan cavendish cukup panjang. Berisi 10-12 sisir pisang. Harganya sebelum pandemi Covid-19 bisa Rp 100-150 ribu per tandan masih bisa dinikmati kakaknya.
”Saya panen di masa pandemi seperti sekarang. Harganya satu tandan pisang turun jadi Rp 70-90 ribu,” ujarnya. Hasil panen dibeli oleh perusahaan pengepul untuk dijual ke super market. Ada juga pedagang yang langsung datang ke kebun memilih sendiri buah pisangnya.
Cara Tanam
Sumilan menceritakan, dari bibit 100 pohon di awal itu beberapa bulan kemudian pohon pisang itu beranak. Anakannya dia tanam ke lahan lainnya secara bertahap hingga sekarang dia punya 1.000 pohon.
Cara tanam diatur berjarak minimal 2,5 meter. Satu pohon pisang nanti muncul anakan. Dengan jarak cukup lebar, rumpun pisang tidak menjadi rimbun. Lubang tanam ukuran 30 x 40 cm, kedalaman sekitar 30 cm. Lubang tanam juga menyesuaikan besar kecilnya bibit pisang.
”Setelah masa pertumbuhan 10-15 hari mulai dipupuk Urea, atau Phonska. Terus dilihat pertumbuhannya hingga umur 4-5 bulan menjelang montong. Saatnya dipupuk ZA dicampur KCL dengan perbandingan 10:1 atau cukup dengan Phonska,” katanya lagi.
Menurut dia, pisang cavendish perawatannya mudah namun perlu ketelatenan. Setiap hari dia harus meneliti kondisi tanaman. ”Ketika ontong mulai keluar dan besar, pucuknya harus disunat 5-10 cm. Pucuk ontong itu kalau dibiarkan menjadi tempat berkembangnya virus dan jamur yang menjadi hama,” ujarnya.
Setelah ontong berubah menjadi tandan buah pisang dan membesar, sisa ontong harus dipotong. Bunga yang gagal menjadi buah juga dihilangkan agar tak mengganggu pertumbuhan pisang yang sudah jadi.
”Kemudian tandan pisang harus diblongsong dengan karung supaya buahnya mulus bersih, tidak ada bintik-bintik hitam jamur, sehingga nilai jualnya baik,” tuturnya. Pisang yang mulus bersih itu permintaan perusahaan pembeli untuk pemasaran di supermarket.
Pemeliharaan pohon pisang juga dilakukan tiap hari. Misalnya, membersihkan daun dari ulat. Memangkas daun yang menguning dan mengering. Daun menguning dan kering biasanya ada jamur dan bakteri. Daun-daun kering ini bisa diolah untuk pupuk.
Pisang cavendish sekarang lagi tren di pasaran. Warna kulitnya kalau matang kuning halus, buahnya besar. Manfaatnya kaya serat, antioksidan, dan vitamin. Nutrisi untuk menyeimbangkan gula darah dan membantu pencernaan.
Pemasaran
Sumilan mengatakan, penjualan hasil panen pisang cavendish saat ini mudah. Pembeli datang ke lokasi dan memilih sendiri pisang yang sudah bisa dipanen. Panen pertama dia mendapat 60 tandan pisang. Kini sudah ratusan tandan bisa dipanen tiap pekan.
Salah satunya perusahaan Sunpride yang mengambil pisang hasil panennya. Perusahaan ini beli dengan ditimbang. Pembeli lainnya pedagang pasar dan masyarakat sekitar membeli per tandan. ”Penjualan masih banyak secara offline. Penjualan online melalui media sosial grup WA terbatas di Kabupaten Nganjuk saja,” tandasnya.
Diterangkan, berkebun pisang cavendish ada yang lewat jaringan kemitraan dengan perusahaan. Ada ikatan kerja sama mulai tanam hingga panen. Pemasarannya oleh jaringan kemitraan tersebut. Mulai dari bibit dan pemeliharaannya dibina oleh mereka. Hasil panen harus dijual ke mereka juga.
Sumilan memilih bertani mandiri sehingga bebas menjualnya ke pasaran. Setelah panen pertama, kemudian panen lagi dari anakan pisang sekitar 4 bulan. ”Jadi kalau dihitung pisang cavendish dalam setahun rata-rata bisa panen tiga kali,” kata dia. ”Kalau punya ratusan-ribuan pohon, bisa panen setiap hari dari pohon yang berbeda-beda.”
Di samping jual buah pisang, Sumilan juga bisa menjual bibit pisang dari anakan dan tunas dari bonggol pohon yang dibelah menjadi empat. Harganya berkisar Rp 15 ribu per batang.
Dijelaskan, jenis varietas pisang cavendish yang dia ketahui ada empat. Yaitu varietas greennine, siger, CJ 30, dan CJ 40. Sumilan baru menanam varietas greennine dan siger.
Petani pisang agar memperoleh panen yang bagus harus bisa mencegah hama berupa virus yang menyebabkan buah pisang kusam yang membuat harganya jatuh. ”Gangguan lain seperti burung-burung mencicipi pisang yang sudah tua belum sempat diblongsong,” ujarnya dengan tertawa.
Dia juga menceritakan, di awal panen ada juga pencuri yang mengambil pisang. Kebunnya berada di pinggir jalan. Berjarak 500 meter dari rumahnya. Pencuriannya waktu Subuh. ”Kalau pencuri ini kepergok orang, dia bilang pisang itu sudah dibeli dari pemilik kebun,” katanya.
Dia mengalami 15 kali pencurian pisang. Untuk pengamanan sekarang kebunnya diberi pagar tanaman. ”Pisang yang hilang saya ikhlaskan sebagai sedekah agar berkah buat orangnya,” paparnya.
Aktif di Muhammadiyah
Di tengah kesibukan bertani, Sumilan juga aktif di persyarikatan Muhammadiyah. Dia menjadi ketua Majelis Pustaka dan Informasi PDM Nganjuk. Juga merangkap ketua Majelis Lingkungan Hidup dan Bencana. Saat wabah corona dia diangkat sebagai ketua MCCC (Muhammadiyah Covid-19 Command Center) Kab. Nganjuk.
Ketika ada bencana banjir dan tanah longsor di Ngetos, Nganjuk, dia bersama timnya turun ke lapangan memberi bantuan. Begitu pula lewat MCCC bersama relawannya ikut membantu pencegahan Covid-19. Sekarang dia juga ikut tim penulis sejarah Muhammadiyah Nganjuk yang dikoordinasi oleh PWM Jawa Timur.
Istrinya, Dyah Sri Ambarwati, juga aktif sebagai ketua Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Lengkong dan membantunya mengelola kebun pisang.
Menurut dia, bertani itu mengisi masa pensiun, aktif di Muhammadiyah itu hobi. ”Teman-teman Muhammadiyah saat bertemu selalu saya sarankan menanami lahan kosongnya dengan pisang. Bibit bisa saya bantu,” katanya. Ajakannya sudah direspon Panti Asuhan Kertosono dan SMA Muhammadiyah.
Selain berkebun pisang, Sumilan masih menanam padi. Dia lakukan pola tanam padi variatif. Ada padi hitam organik, padi merah organik, mentik merah wangi organik. Juga padi hitam non organik, padi membramo, padi impari/hibrida. Lahan pertaniannya ini dia mempekerjakan 5 orang tetangganya.
”Khoirunnas anfauhum linnas,” kata petani pisang sukses ini. Artinya, sebaik-baik manusia itu bermanfaat bagi manusia lainnya. (*)
Editor Sugeng Purwanto