PWMU.CO – Prof Syafiq: Ramadhan Dorong Keshalihan Kolektif. Bagaimana spirit Ramadhan bisa menginspirasi Muslim menumbuhkan dan mengekspresikan solidaritas kepada semua saudara yang sedang tertimpa musibah?
Pertanyaan itu dilontarkan M Taufiq AR MPA yang menjadi pemandu acara dalam kajian Ramadhan Sehat dan Aman, Rabu (14/4/21) menjelang Maghrib, yang persembahan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) PP Muhammadiyah dengan dukungan Lazismu.
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof H Syafiq A Mughni MA PhD yang menjadi nara sumber langusng menjawabnya.
“Langkah pertama adalah bagaimana seorang Muslim menjadi sumber kemaslahatan dan keselamatan orang lain. Kalau dalam konteks pandemi ini, jangan sampai kita menjadi sumber penularan Covid-19,” ujarnya.
Maka, imbuhnya, kita harus mawas diri. Berjaga-jaga, jangan sampai menjadi sumber malapetaka bagi orang lain. “Karena Nabi sangat keras menyatakan bahwa, ‘Tidak beriman! Tidak beriman! Tidak beriman!’ Lalu sahabat penasaran siapa yang tidak beriman itu. Maka Nabi menjawab, ‘Ialah orang yang tetangganya tidak aman dari orang tersebut.’,” kata Syafiq mengutip sabda sebuah hadits.
Bencana Ujian Solidaritas: Menolonglah!
Syafiq pun menjelaskan langkah selanjutnya, yaitu menolong orang lain. Banyaknya bencana di berbagai tempat, apalagi dengan virus Corona yang masih melanda, menguji sejauh mana Muslim mampu menunjukkan solidaritas kemanusiaan.
Ia menegaskan, ajaran Islam dalam menolong orang sangat universal. “Tidak pandang apa bangsanya, bahasanya, budayanya, agamanya; tapi kita menolong karena rasa kemanusiaan kita!” ungkapnya.
Agama Islam mewajibkan memiliki insaniah yang unggul, sehingga mampu menolong orang lain. Syafiq menyebutkan hadits populer. “Wallahu fii aunil abdi maa kaanal abdu fii auni akhiihi, itu artinya dorongan bahwa kita harus menolong orang lain,” terangnya.
Ramadhan ini, tambahnya, penuh dengan pesan sosial untuk menolong orang lain. “Maka kita jangan sampai marah (dan) melakukan ghibah. Kita (juga) dilarang untuk mengeluarkan kata-kata yang buruk. Itulah jangan sampai kita menjadi sumber malapetaka!” jelas lulusan pendidikan S2 dan S3 UCLA Amerika Serikat itu.
Islam mendorong untuk membayar zakat dan bersedekah adalah gambaran harus menolong orang lain sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Syafiq bersyukur, kesadaran menolong orang lain pelan-pelan sudah tumbuh di masyarakat dan di keluarga Muhammadiyah.
“Saya kira menjadi teladan yang sangat bagus—bagaimana kecepatan memberi bantuan, merespon situasi emergency (darurat), dan ini harus disebarluaskan sehingga menjadi karakter manusia Indonesia yang suka menolong sesama,” ucapnya.
Gerakan Kedermawanan sebagai Kesalihan Kolektif
Pada segmen ini, Taufiq memaparkan temuan tesis dari mahasiswa UGM yang meneliti korelasi antara spirit kedermawanan seseorang dengan aktivitas keagamaannya. Hasilnya, bagi Taufiq, cukup menggembirakan karena spirit kedermawanan warga Muhammadiyah sangat tinggi.
Lantas ia bertanya, bagaimana meningkatkan spirit kedermawanan—sebagai bentuk kepedulian dan solidaritas kemanusiaan—itu dan menjadi inspirasi bagi Muslim lainnya? Juga, bagaimana hal ini menjadi gerakan jamaah atau keshalihan sosial yang bukan sekedar gerakan perorangan?
Syafiq memyadari pentingnya kedermawanan tidak berhenti menjadi kesadaran/kesalihan individual saja. Sebab, begitulah yang terjadi di masyarakat saat ini: belum menjadi kesadaran sosial (keshalihan kolektif).
“Bagus, karena sudah ada contohnya. Contoh itu lahir tidak secara instan, tapi inheren,” katanya.
Dalam budaya organisasi Muhammadiyah, jelas Syafiq—sejak awal berdirinya sampai sekarang—banyak keteladanan dari warga Muhammadiyah untuk menunjukkan kedermawanan.
“Ini harus menjadi gerakan kesadaran bersama-sama, bukan hanya milik kelompok atau kelas tertentu, tapi sudah menjadi kolektif!” ujarnya.
Dengan begitu, lanjutnya, lembaga-lembaga yang memfasilitasi kedermawanan itu harus amanah. “Kalau tidak amanah, maka orang enggan untuk menyalurkan zakat, infaq, dan sadaqahnya melalui lembaga-lembaga yang ada di sekelilingnya,” ucapnya.
Pesan pentingnya adalah ajakan untuk menjaga amanah bersama-sama. Baik yang memberikan shodaqah/zakat; maupun lembaga yang mengelola, menerima, dan menyalurkan zakat; juga kepada masyarakat penerima.
“Saya kira perlu ada pemberdayaan, pendidikan, (dan) pencerahan bagaimana agar bisa memanfaatkan itu supaya lebih berjangka panjang,” ujarnya Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo 2001–2006 itu.
Anjuran Sadari dan Jaga Ruh Ramadan
Pada segmen terakhir, Syafiq memganjurkan untuk menyadari bersama spirit (ruh) Ramadhan yang harus dijaga selama melaksanakan ibadah di bulan suci ini.
“Ialah bagaimana kita menggerakkan hawa nafsu, tidak berbuat boros menghambur-hamburkan uang untuk membeli makanan atau perangkat rumah tangga yang tidak diperlukan,” tutur Syafiq mengurai pelajaran yang tidak bagus dari masyarakat saat ini.
Justru, menurutnya, penting membangun gerakan kolektif untuk menolong sesama pada bulan Ramadhan ini. “Gerakan kolektif ini perlu gerakan yang sistemik, bukan hanya secara sporadis mengumpulkan donasi dari masyarakat pada saat-saat tertentu,” ungkapnya.
Syafiq berharap, gerakan menolong sesama ini bisa menjadi pembiasaan yang normal. Misal, saat sedang terjadi bencana, biasanya cepat mendapat sumbangan yang besar untuk menolong sesama.
Tetapi, dalam situasi yang tenang, normal, tidak terjadi apa-apa, biasanya sulit mendapatkannya. “Padahal kita bisa merencanakan atau merancang dengan baik, lebih efektif, (dan) efisien memanfaatkan sumber daya kalau ada perencanaan yang lebih sistematik,” jelasnya.
Syafiq menegaskan, inilah cara mengentaskan kemiskinan supaya tidak ada lagi fakir dan miskin. Meskipun—tidak ada fakir-miskin—itu utopia, tapi Syafiq tetap mendorong kita terus berusaha. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni