PWMU.CO – Jer Basuki Mawa Beya dalam perspektif Islam dibahas Prof Din Syamsuddin bersama istrinya, Dr Rashda Diana Subakir, dalam program Mutiara Nusantara Metro TV, Jumat (23/4/21).
Pada acara khusus mengungkap teladan dari ajaran lokal Nusantara tiap Senin-Sabtu sore itu, hadir pula dua penyanyi sekaligus Orbiter (pengikut pengajian Orbit): Indah Kusumaningrum dan Lucky Resha.
Diana mengakui, Indonesia dengan berbagai sukunya memang kaya pepatah yang penuh nilai kebaikan. Begitupula dengan pepatah Jawa Jer Basuki Mawa Beya yang berarti setiap keberhasilan memerlukan pengorbanan.
Din mengatakan, “Keberhasilan, di dalamnya ada kesuksesan dan kebahagiaan, (serta) memerlukan pengorbanan.”
“Tidak ada perjuangan yang mengkhianati hasil,” ujar Indah Kusumaningrum, lalu Din menyetujuinya.
Dalam Islam, tambah Din, memang sangat dianjurkan berusaha atau ber-ikhtiar. Ikhtiar, menurutnya, masih berhubungan dengan istilah khair (kebaikan).
“Ikhtiar adalah sebuah upaya meraih kebaikan,” ujar Pembina Orbit itu.
Din lalu menegaskan, jika sungguh-sungguh melaksanakan ikhtiar, maka akan menemui keberhasilan.
Padanan dalam al-Quran
Menurut Diana, pepatah itu tersirat dalam salah satu ayat al-Quran, yaitu surat Ali Imran ayat 92: ” Lan tanaaluulbirra hattaa tunfiquu mimmaa tuhibbuun … “
Artinya, kamu tidak akan mendapat kebaikan kecuali kamu menafkahkan (mengeluarkan) hartamu. Mengeluarkan harta ini, terangnya, bisa berarti pengorbanan.
Kemudian Din memperjelas, pengorbanan berarti memberikan semua yang kita miliki: jiwa, raga, pikiran, maupun harta.
Diana, lektor di bidang keilmuan Syariah dan Ilmu Hukum itu, lantas menyambung dengan kelanjutan potongan surat Ali Imran ayat 92. ” Wamaa tunfiquu min syay in fa innallaaha bihi ‘aliimun “. Artinya, apapun yang kamu usahakan (berikan) itu Allah tahu, tidak akan tidur.
Pengorbanan dalam Islam
Din menjelaskan, kata korban berasal dari bahasa Arab “qarib” yang artinya “dekat”. Pengorbanan berarti untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
“Keberhasilan melalui pengorbanan menunjukkan bagaimana kedekatan kita kepada Allah, kemudian Allah membantu kita,” terangnya.
Menurut Diana, pengorbanan berarti kesabaran, tapi ada muatan keikhlasan di dalamnya. Dia meminjam istilah “Jihad Kesabaran” untuk menggambarkannya.
Guna memperjelas wujud pengorbanan dalam konteks kehidupan nyata, Din mengambil contoh betapa banyak pengorbanan untuk jadi penyanyi terkenal. Lucky Resha lalu mengurai bentuk pengorbanannya menjadi penyanyi. “Korban waktu untuk keluarga, diri sendiri,” ujarnya.
Jadi Kearifan Lokal dan Nasional
Din berprasangka baik terkait pemerintah Provinsi Jawa Timur menjadikan pepatah itu sebagai motto daerah. “Tentu dengan harapan mengajak seluruh penduduk provisi, bahkan negeri, untuk bekerja keras, bahkan rela bekorban apapun yang dimiliki,” ungkapnya.
Dia juga berpendapat, kearifan lokal yang menjadi motto Jawa Timur ini bisa menjadi kearifan nasional bagi bangsa Indonesia.
“Kalau bangsa majemuk ini bekerja sama, berkorban, berjuang demi negeri, (dan) membela negara… Inilah (gambaran) ajaran Islam!” ungkapnya.
Ajaran Islam ini, lanjut Din, menjadi ciri ummatan wasathan yang harus menampilkan Islam wasathiyah (jalan tengah Islam). Salah satu dari prinsipnya ialah al-muwathonah (kewarganegaraan atau citizenship ). Wathon berarti “negeri”.
“Kita harus cinta negeri!” tutur Ketua Umum Pimpinan Pusat atau PP Muhammadiyah periode 2010-2015 itu, lalu mengutip pepatah Arab, “Cinta negeri adalah refleksi keimanan”.
Menurutnya, jika hal ini dijadikan national wisdom (kearifan nasional), maka bangsa Indonesia harus rela berkorban demi negara Indonesia. “Inilah yang akan membawa keberhasilan: kemajuan bangsa Indonesia,” ucapnya.
Diana menegaskan, “Tidak ada kenikmatan kecuali dengan bersusah-susah dahulu.”
Kemudian mereka berempat sambung-menyambung pepatah populer, “Berakit-rakit ke hulu… Berenang-renang kemudian… Bersakit-sakit dahulu… Bersenang-senang kemudian.”
Insyaallah, lanjut Din optimis, setelah pandemi kita bersakit-sakit dengan ikhtiar insani, dengan sabar ikuti protkes, dengan kebersamaan kita terbebas dari penyakit.
“Inilah Jer Basuki Mawa Beya perlu kita jadikan kearifan nasional untuk menjadi milik Bangsa Indonesia secara keseluruhan,” kata Din. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni