Rasulullah di 10 Hari Terakhir Ramadhan, ditulis oleh Ustadz Dzulfikar Rizki, Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Arab Saudi.
PWMU.CO – Tidak ada kalimat yang pantas diucapkan oleh seorang hamba Allah ketika ditakdirkan untuk bertemu dengan bulan Ramadhan, melainkan kalimat tahmid: Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.
Sebab betapa banyak orang-orang yang menginginkan pertemuan agung ini demi memperbaiki amalannya, memohon ampunan atas dosanya, mengumpulkan pundi-pundi pahala yang telah Allah janjikan. Terlebih kita bersyukur atas keimanan kita yang meyakini bahwa di 10 hari terakhir bulan Ramadhan merupakan hari-hari yang sangat istimewa.
Tak luput pula shalawat dan salam hendaknya senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad ﷺ. Atas ke risalahan beliaulah kita mampu menuai cahaya ilmu yang menenangkan hati dan menentramkan jiwa.
Pembaca yang dirahmati Allah SWT, betapa besar cinta Rasulullah ﷺ kepada umatnya, yang tidak dapat terlukiskan dengan tinta sekalipun itu emas. Beliau tuntun kita untuk memaksimalkan segala upaya dan bentuk ibadah di bulan yang indah ini.
Mengencangkan Sarung
Salah satu pesan lembut yang penuh makna itu tersirat dalam hadits yang diriwayatkan dari jalur Aisyah RA:
كَانَ النَّبِىُّ ﷺ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Ketika memasuki 10 akhir Ramadhan, Nabi mengencangkan sarung, mengisi malamnya dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya untuk ikut ibadah.” (HR al-Bukhari)
Maksud dari mengencangkan sarung adalah Nabi mencegah diri beliau untuk tidak menggauli istri beliau. Seorang Nabi yang sudah dijamin surga pun masih sangat bersemangat untuk fokus beribadah di sepuluh hari terakhir Ramadhan.
Maka sangatlah tidak lazim jika kita yang belum ada garansi surga dari Allah, menyia-nyiakan 10 hari terakhir Ramadhan ini.
Ada beberapa keutamaan tentang waktu nan mulia yang Nabi ajarkan kepada kita, di antaranya adalah sebagai berikut :
Bersunguh-sungguh dalam Ibadah
Seperti terbaca dari hadist Aisyah radhiyallahu anha. Ia berkata, ‘Rasulullah ﷺ sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.’ (HR Muslim)
Melaksanakan Iktikaf
Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata, “Bahwasanya Nabi ﷺ biasa beriktikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat.’ (HR Bukhari)
Pembaca yang budiman, semoga dengan pemaparan di atas dapat menjadi sebuah pijakan dan motivasi untuk mengoptimalkan sisa-sisa kesempatan yang Allah berikan. Sebelum ia pamit untuk beranjak pergi berlalu meninggalkan kita. Bahkan kitapun tidak tahu apakah di tahun berikutnya bisa bertemu dengan bulan yang penuh rahmat dan ampunan ini.
Sedikit yang bisa penulis tuangkan dalam bait-bait singkat ini. Tentu tidaklah lepas dari kekeliruan dan jauh dari kata sempurna. Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semuanya untuk istiqamah di jalan-Nya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni