PWMU.CO – Bagaimana Hadapi Jamaah Asing di Lokasi Shalat Id? Hal itu dibahas pada rapat koordinasi nasional (rakornas) Penerapan Protokol Kesehatan Idul Fitri 1442, Selasa (11/5/21) siang.
Sekitar 121 Perwakilan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) dan MCCC Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) dari seluruh Indonesia hadir pada rapat virtual itu.
Di tengah forum, ada pertanyaan menarik datang dari perwakilan MCCC Jawa Barat, Jamjam Erawan.
Dia memahami sunnah shalat Idul Fitri di lapangan. Dengan harapan kalau shalat Id di masjid, menurutnya, lebih bisa membatasi jamaahnya, karena memang sudah mengenali orang yang datang, tau biasanya siapa saja jamaahnya. Tapi kalau di lapangan akan sulit mengantisipasi orang yang datang.
“Lantas, bagaimana cara menolak andaikan ada jamaah yang tidak kita kenal?” tanya Jamjam.
Dia mencontohkan, misal mereka kebetulan ikut Shalat Id di lapangan itu karena sedang dalam perjalanan, kemudian berhenti dan ikut shalat di sana.
Pecah Jadi Beberapa Lokasi Shalat
Arif Jamali Muis meluruskan, melihat edaran dari PP, malah yang jauh lebih memenuhi protokol kesehatan adalah Shalat Idul Fitri di lapangan, daripada di dalam masjid.
“Saya tidak mengerti ya bagaimana kearifan lokal masing-masing,” komentarnya.
Kemudian dia menjelaskan bagaimana yang terjadi di sekitar tempat tinggalnya. “Banyak dipecah menjadi banyak sekali tempat shalat, (termasuk) di lapangan bulu tangkis itu dipakai untuk tempat shalat,” terang Arif.
Arif lanjut mencontohkan, di ranting tempatnya misal, ada sampai 7 atau 8 lokasi tempat shalat Idul Fitri. Sedangkan, di masing-masing RT ada dua. Seperti itulah gambaran bagaimana pemecahan lokasi shalat di tempatnya.
“Sangat tergantung dengan kearifan lokal,” simpulnya.
Di Tempat Terbuka
Dokter Agus Taufiqurrahman juga berpendapat sama. “Dari MCCC maupun edaran PP, itu memang yang disarankan sebagaimana sunnah Nabi, di tempat terbuka,” jelas dia.
Maka, tambahnya, di musim Covid ini yang paling aman ya di tanah lapang, bukan dalam mushala. “Di edaran itu bunyinya di tanah lapang dengan jumlah terbatas,” ucapnya.
Dia mengingatkan, bahwa berdasarkan edaran itu, diimbau untuk Shalat Iduk Fitri di rumah. “Tapi kalau mau melaksanakan shalat karena kondisi tidak ada penularan, maka protokolnya seketat itu,” tegasnya.
“Tidak kita sarankan di mushala kecil, apalagi di masjid kecil, kalau tidak bisa seperti itu ya di rumah saja,” ucap dr Agus.
Sediakan Tempat Khusus Jamaah Asing
Kemudian, untuk mengantisipasi jika nantinya ada orang asing yang tiba-tiba masuk bergabung di tempat Shalat, Arif Jamali Muis mengimbau panitia sudah menyediakan tempat khusus jamaah dari luar. “Agar terpisah dari jamaah masyarakat penduduk setempat,” terang dia.
Tegas Menolak Jamaah Asing
Agus Syamsuddin juga berkomentar, PP sebenarnya cukup tegas, jangan shalat karena menghindari kerumunan. “Kalau mau shalat, ini lho ada protokolnya, nah!” ujarnya.
Dia melanjutkan, “Kalau mau menolak, ya tinggal tolak saja. Dikasih pengumuman, ‘Mohon maaf ini shalatnya hanya untuk warga!’.”
Sebab, belajar dari pengalamannya ketika di Surabaya atau Solo, ketika mau shalat Jumat tidak bisa. “Karena ditutup, ditulisi ‘Mohon maaf shalat Jumat di sini hanya untuk warga’,” jelasnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni