Early Warning Bencana Ideologi oleh Daniel Mohammad Rosyid, Ketua Pendidikan Tinggi Dakwah Islam Jawa Timur.
PWMU.CO– Pada saat umat manusia disibukkan oleh berbagai bencana akibat perubahan iklim dan pemanasan global serta kebangkrutan ekonomi akibat pandemi Covid-19, Republik ini menghadapi bencana ideologi atas Pancasila melalui berbagai malpraktik administrasi publik.
Ancaman terakhir itu terjadi segera setelah serangkaian amandemen UUD 1945 menjadi konstitusi UUD 2002. Amandemen ternyata membuka jalan bagi konstruksi hukum dan tafsirnya yang mengabdi bagi kepentingan elite, bukan kepentingan publik.
Bencana ideologi ini disusupkan melalui perombakan atas rancangan dasar batang tubuh UUD 1945 yang semula berdasarkan Pancasila, menjadi rancangan sekuler liberal kapitalistik. Setelah dipaksa mengikuti aturan keuangan ribawi IMF sejak 1949, berbagai UU yang muncul kemudian sejak reformasi menyediakan semua peluang bagi agenda nekolimik.
Ini adalah agenda kaum sekuler radikal segera setelah Soeharto dijatuhkan saat sedang bermesraan dengan kelompok Islam. Situasi ini tidak dikehendaki oleh kaum sekuler nasionalis garis keras yang sebelumnya menjadi tulang punggung Orde Baru dukungan AS, sekaligus tidak dikehendaki oleh kaum sekuler kiri radikal yang sabar menunggu kesempatan come back sejak kegagalannya di akhir Orde Lama.
Kesempatan come back makin terbuka sejak 5 tahun terakhir ini bersamaan dengan AS yang makin inward looking saat di bawah Trump dan kebangkitan Cina sebagai raksasa ekonomi global baru mengisi kekosongan kepemimpinan global yang ditinggal AS.
Pada saat Cina memantapkan diri sebagai manufacturer of the world, maka sejak 10 tahun terakhir lebih, industri nasional di berbagai kawasan-kawasan industri praktis telah menjadi satelit industri Cina. Industri nasional hanya sekadar memberi merk lokal sementara produksinya tetap di Cina. Sejak peluncuran inisiatif One Belt One Road (OBOR), Cina mendeklarasikan ambisinya sebagai negara adidaya baru.
Bersamaan dengan OBOR itu, gelombang investasi Cina masuk ke Indonesia melalui skema turn key projects di sektor mineral, energi, dan batu bara serta infrastruktur seperti jalan tol, pembangkit listrik, kereta api cepat, pelabuhan dan bandara.
Investasi Cina
Investasi Cina ini diikuti oleh impor peralatan dan bahan baku Cina, serta gelombang tenaga kerja asal Cina dari jejang direksi, manajer, supervisor hingga tenaga kerja kasar. Kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal tidak terlalu berarti. Dampak lokal dan nasional investasi Cina ini hanya pada pendapatan pajak dan retribusi bagi pemerintah. Dampak ekonomi lokalnya sangat terbatas, sementara dampak lingkungannya serius.
Berbagai kawasan investasi Cina itu kini berkembang menjadi kantong-kantong tertutup dan eksklusif yang beroperasi layaknya negara dalam negara. Saat gelombang kedatangan TKA Cina berlangsung hampir tanpa jeda lewat bandara dan pelabuhan di seluruh Indonesia, bahkan selama pandemi Covid-19 ini, maka perkembangan ini perlu diwaspadai sebagai ancaman atas kedaulatan Republik.
Kaum sekuler kiri radikal menunggangi kebangkitan Cina sebagai adidaya baru dan pandemisasi Covid-19 untuk mengambil keuntungan politik: menyusupkan ideologi kiri radikal pada berbagai UU sekaligus menyudutkan Islam melalui berbagai semburan islamofobia.
Pada saat oposisi di DPR melemah, DPD nyaris tak terdengar suaranya, kontrol media nyaris tidak ada, dan kampus diam seribu bahasa, sikap otoriter anti-kritik makin menonjol akhir-akhir ini, bahkan kriminalisasi ulama. Republik ini sedang tergelincir ke totaliterianisme. Early Warning bencana ideologi sudah berbunyi keras.
Kaum muslim sebagai pewaris amanah ulama negarawan pendiri Republik ini tidak mungkin membiarkan ancaman bencana ideologi yang menggerogoti Pancasila dan Republik ini terjadi di depan matanya. Muslim, terutama muslim muda, bersama komponen patriot bangsa lainnya harus segera bangkit menyiapkan diri secara fisik dan mental untuk bergerak mencegah bencana ideologi ini. Mereka harus menjadi generasi petarung, bukan generasi kemulan sarung.
The Margangsa, Solo, 29/5/2021
Editor Sugeng Purwanto