Beber Sejarah Palestina, Prof Syafiq Ajak Melek Literasi agar Tak Pro-Israel. Hal itu mengemuka dalam Silaturrahim dan Halalbihalal Nasyiatul Aisyiyah Jawa Timur.
PWMU.CO – Dunia sedang diramaikan oleh serangan Israel terhadap Palestina. Peristiwa ini mengundang banyak respon dan simpati dari banyak pihak di berbagai belahan dunia. Aksi pro-Palestina pun banyak digelar sebagai bentuk dukungan kepada negara yang kini mengalami kerusakan parah tersebut.
Prof Dr Syafiq A. Mughni MA menjabarkan sejarah singkat Israel-Palestina pada gelaran Silaturrahim dan Halalbihalal Nasyiatul Aisyiyah Jawa Timur yang dilakukan secara daring, Selasa (1/6/2021). Guru Besar Bidang Sejarah Kebudayaan Islam UIN Sunan Ampel Surabaya tersebut mengatakan memahami runtutan peristiwa adalah hal penting agar jelas dalam mengambil sikap.
Dulu, sebelum Islam berada di bawah kekuasaan Romawi, daerah yang kita kenal sebagai Palestina sudah ada. Bahkan, sebelum Romawi banyak suku yang tinggal di sana. Setelah Romawi jatuh, Palestina dikuasai khulafaur rasyidin. Syafiq mengatakan Umar bin Khattab adalah khalifah pertama yang masuk daerah itu.
Setelah itu, wilayah tersebut masuk dalam kekuasaan Bani UmaYyah. Bahkan, daerah Syiria dengan ibukota Damaskus, menjadi ibukota kerajaan Bani Umayyah. Daerah-daerah tersebut yang dihuni penduduk Israel dan Palestina, termasuk penduduk Yordan, Lebanon, dan Syria yang dulu disebut wilayah Syams, termasuk Bani Abbas.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2005-2010 ini berkisah, berkali-kali terjadi perang salib antara pasukan Islam dan Kristen di masa ini. Kaum Muslim menyebutnya Perang Sabil, sementara umat Kristen menyebutnya Perang Salib.
Dijajah Barat hingga Berdirinya Israel
Cerita pun berlanjut. Kawasan tersebut beralih dikuasai Khilafah Usmaniyah dari Turki. Wilayah kerajaannya sangat luas. Setelah kekuasaan Turki Usmani surut, datang penjajahan barat di sana. Negara timur tengah dikapling, dikuasai, dan dijajah negara barat. Di antaranya oleh Perancis, Inggris, Italia, Jerman. Pendek kata, daerah timur tengah mulai Maroko sampai Mesir serta negara-negara Syams dikuasai negara barat.
Sementara itu, yang kita sebut Palestina–termasuk tempat-tempat yang dihuni oleh Israel berada di tangan Inggris. Mereka berada di bawah ‘perlindungan’ negara Barat karena dianggap belum matang untuk merdeka dan dijadikan negara protektorat.
“Sehingga, dapat kita sebut Palestina dan Israel menjadi negara protektorat Inggris. Menurut hukum internasional, protekrotat yaitu negara atau wilayah yang dikontrol (bukan dimiliki) oleh negara lain yang semakin kuat. Sebuah protektorat kebanyakan berstatus otonomi dan berwenang mengurus masalah dalam negeri,” paparnya.
Syaiq melanjutkan, pada tahun 1917, atau lima tahun setelah Muhammadiyah berdiri, Inggris mengeluarkan sebuah pernyataan yag dikenal dengan Deklarasi Balfour. Sebuah deklarasi yang menyatakan dukungan Inggris bahwa tanah Palestina akan diberikan atau dapat didiami oleh Bani Israel atau kaum Yahudi. Hingga akhirnya pada 1948 didirikan negara Israel.
Reaksi dunia sangat besar. Syafiq yang kini menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyebutkan banyak sekali kontra terhadap Deklarasi Balfour saat itu sebab disinyalir akan menjadi sumber petaka besar, terutama pada penduduk Palestina.
Tetapi kaum Zionis Yahudi meyakini bahwa mereka, keturunan orang Yahudi sudah menjadi penduduk Bani Israel dan sejak lama tinggal di sana. Klaim tanah tersebut adalah tanah yang dijanjikan Tuhan utk Israel adalah slogan yang sering kita dengar hingga kini.
Klaim ini menurut Syafiq, menjadi alat legitimasi Zionis untuk menguasai daerah tersebut. Hingga terjadilah beberapa kali perang antara Israel dengan negara-negara Arab. Peristiwa ini jelas menunjukkan Israel dalam posisi lemah. Bahkan di tahun 1967 benteng Bar Lev jatuh, benteng yang disebut-sebut sebagai bukti kekuatan militer Israel.
Dari peristiwa tersebut sampai sekarang setidaknya tercatat ada 5,5 juta pengungsi Palestina. Mereka orang-orang yang tergusur dari kampung halaman. Mereka diusir, ditendang, dihancurkan, dibunuh, dan disiksa. Pengungsi Palestina pun tersebar di seluruh dunia, berdiaspora, sehingga sebagian penduduknya sesungguhnya jadi pengungsi di negara lain baik terdaftar resmi maupun lari secara sukarela.
Bagaimana Indonesia Harus Bersikap?
Menghadapi kondisi ini, Indonesia dituntut berperan aktif sebab berkaitan dengan konstitusi Indonesia yang tertuang dalam Pembbukaan UUD 1945 yakni ‘ikut melaksanakan ketertiban dunia’, mau tak mau Indonesia harus pro terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Keberpihakan Indonesia terhadap Palestina bisa dilakukan dengan berbagai cara. Mengumpulkan donasi adalah salah satu bentuknya. Namun, lebih dari itu, sebagai penduduk Indonesia kita harus melek literasi yang menurut analisis Syafiq “sudah mulai tampak ada yang menggiring opini untuk pro-Israel.”
“Caranya, kita bisa terus menggalakkan opini yang menyatakan dukungan penuh terhadap kemerdekaan Palestina,” pesan Syafiq.
Sebagai komponen bangsa, kader Nasyiatul Aisyiyah penting untuk terus memperkuat narasi tersebut. “Kezaliman harus dilawan, kedaulatan Palestina harus diwudujkan, dan soliditas harus dibangun,” kata pria asal Paciran, Lamongan, Jawa Timur ini. (*)
Penulis Isnatul Chasanah Editor Mohamamd Nurfatoni