PWMU.CO – Rahasia Aktivis Tuli Gresik Juara Lomba Baca Puisi Nasional. Aisyah Grisseeta Azzahra, siswi SLB AB Kemala Bhayangkari 2 Gresik Randuagung, itu lagi-lagi berhasil membawa gelar juara pada lomba baca puisi lewat video yang dia unggah di akun Instragram-nya.
Video berdurasi 2 menit 58 detik itu berjudul “Aku Polisi Masa Depan”. Tak lupa, dia sematkan caption puitis, “Polisi: Disiplin, berani, dan tegas terhadap apapun. Dalam pengabdian rasa aman, polisi menabung risiko kematian.”
Umi Salamah, perwakilan dewan juri, mengumumkan namanya sebagai peraih juara I lomba baca puisi tingkat pelajar dalam rangka memperingati HUT Bhayangkara ke-75. Pengumuman ini disiarkan langsung dari gedung Bhayangkara Jember pada kanal Youtube JemberSAE Official, Rabu (30/6/21) siang.
Mengingat Covid-19 semakin meningkat, orangtuanga: Ratna dan Ari tidak mengizinkan Aisyah menghadiri langsung proses penyerahan penghargaan tersebut. Sebagai gantinya, dia membuat video ucapan terima kasih untuk Kapolres Jember.
Lomba yang bertajuk Dari dan oleh Disabilitas untuk Polisi Indonesia ini digelar Polres Jember yang bekerja sama dengan Universitas Jember, Persatuan Penyandang Disabilitas dan Center Advokasi (Perpenca), dan National Paralympic Committee (NPC) Indonesia Kabupaten Jember.
Warna-warni Persiapan Dadakan
Ratna Rahayu, ibunda Aisyah, mengaku mendapat pengumuman adanya lomba itu secara mendadak. “Info lombanya dadakan dari sekolah. Sekolah menginfokan siapa yang mau ikut monggo, tapi untuk karya lomba bikin sendiri,” kata ibu tiga anak itu.
Meski baru mendapat info dari sekolah tiga hari sebelumnya, Jumat (25/6/21), dia bersyukur Aisyah mampu mengirim karyanya tepat di hari terakhir batas pengumpulan karya, Senin (28/6/21).
Artinya, Aisyah hanya butuh satu hari untuk proses merekam hingga mengedit videonya, yaitu hari Ahad (27/6/21). Tepatnya, ketika ayahnya—Mohammad Nor Qomari SSi—yang berperan sebagai produser sekaligus kameramen libur bekerja.
Menunggu sang kameramen bisa meluangkan waktu untuk merekam, Aisyah bersama Bunda Ratna—panggilan akrab ibunya—menyiapkan ide konsep video yang menarik. “Alhamdulillah, ide tiba-tiba muncul gitu aja,” ucapnya.
Termasuk juga, menyiapkan dan mencari puisi mana yang cocok dengan tema. Dia mengaku tidak mengalami kendala berarti selama proses persiapan. Dengan bantuan mesin pencari Google, mereka cepat menemukan puisi yang cocok untuk Aisyah bacakan. Segera, dia memotivasi Aisyah untuk menghafalkan puisi itu.
Agar totalitas, Bunda Ratna juga mendorong Aisyah mengenakan seragam polisi. Ayah Ari—Kepala SD Muhammadiyah 1 GKB Gresik (SD Mugeb), sekolah ramah anak—itu sepakat. Dia segera meminjam kostum Polisi Cilik SD Mugeb, berwarna khas merah putih dengan berbagai atribut lengkapnya.
“Kostum ini kita pinjam dari SD Mugeb yang merupakan ‘Sekolah Polisi Cilik’,” ungkap lulusan Institut Teknologi Sepuluh November itu.
Ajaran Nilai-Nilai sang Kameramen
Kepada PWMU.CO, Rabu (30/6/21), Ari menceritakan pengambilan video itu sebenarnya tidak memakan waktu lama. Perjalanan ke lokasi rekaman hanya sekitar 7 menit dari rumahnya di Serembi.
“Kita langsung menuju Mapolres, izin ke petugas penjaganya untuk take video di papan depan Mapolres maupun di halaman dengan latar gedung Mapolres baru,” terang pria kelahiran Gresik, 7 Agustus 1979 itu.
Tapi, menurutnya, proses merekamnya memang tidak mudah. “Gak mudah untuk take video, beberapa kali ada kendala,” ujarnya.
Kendala yang dia alami, salah satunya, mencari angle yang pas. “Kita ambil tiga angle, di depan papan, di halaman gedung, dan di depan pos penjaga,” urainya.
Selain itu, karena merekam dengan tangannya sendiri tanpa bantuan tripod, pengambilan videonya goyang-goyang. Kendala lainnya, saat Aisyah lupa teks puisinya, dia harus mengulang rekaman lagi. “Satu take itu bisa mengulang tujuh kali,” ungkap bapak yang hobi berkebun itu.
Dari sini, dia mengungkap ada nilai-nilai yang dia tanamkan pada semua anaknya, termasuk Aisyah. Yaitu kerja keras, kemandirian, disiplin, dan kerja sama.
Atasi Kendala Bahasa dan Komunikasi
Lain halnya dengan kendala yang ibunda rasakan. Tak dapat Ratna pungkiri, kendala bahasa dan komunikasi membuatnya sulit menyampaikan ide yang dia inginkan ataupun memahami keinginan Aisyah.
Akibatnya, dalam proses mengikuti aneka lomba, Aisyah juga mengalami perubahan emosi negatif. “Ya banyak gak mood, mungkin kendala bahasa dan komunikasi antara keinginan sutradara dan keinginan Ais,” ceritanya sambil tertawa.
Untuk mengatasinya, sambil tersenyum dia menyatakan sedikit memaksa, tapi tetap memberi pengertian lewat tulisan.
Kata Ari, setiap ada event lomba, mereka selalu menyampaikan ke anak-anak. Kemudian, dia dan istrinya memberi semangat agar bisa berpartisipasi.
Informasi itu, sambungnya, tidak hanya sebatas lomba puisi saja. “Semua kompetisi kami sampaikan; baik itu menggambar, melukis, menjahit, maupun lomba akademik,” paparnya.
Selain itu misal ada hal menarik yang mereka temukan di media sosial, maka dia fasilitasi, motivasi, dan lakukan bersama-sama. Tak lupa, apresiasi juga dia berikan, misal berupa pelukan atau makan dan jalan-jalan bersama.
Misi ‘Pembelajaran Berbasis Proyek’
Yang menarik bagi Ari, adanya pembagian peran pada setiap anggota keluarganya ketika berkomitmen mengikuti ‘proyek’ lomba. “Saya sebagai produser, juga sebagai kameramen. Selain itu juga pengarah untuk editing video, tapi yang mengedit Aisyah sendiri,” tegasnya.
Sedangkan bundanya menyutradarai. Bertanggung jawab mulai pengambilan teks puisi, lalu saran lokasi pengambilan video, serta konsep kostum yang digunakan.
Adik-adiknya, Caesarina Azmia Grisseeta (11) dan Mochammad Grissee Alfahrizi (7), berperan sebagai supporter (penyemangat) dan cheerleader (penggembira) kakaknya. Ari menerangkan, saat ada pengambilan video yang gagal, mereka giat bertepuk tangan memberikan semangat, “Ayo! Ayo!”
Dengan mendorong Aisyah berpartisipasi pada ajang lomba, Ari sebenarnya sedang menerapkan project based learning (pembelajaran berbasis proyek).
“Anak-anak kami minta berpikir solutif, bagaimana menyelesaikan suatu tantangan. Dari situ mereka mendapatkan kepuasan jika telah menyelesaikan tantangannya proyeknya,” ujar Ari.
Kemudian, anak-anaknya akan terbiasa. “Memang awalnya dari terpaksa, karena terus-menerus ikut lomba mereka sudah biasa dan akhirnya bisa menikmati,” tuturnya.
Langganan Juara Lomba selama Pandemi
Selama pandemi, dengan mudahnya akses informasi, Aisyah aktif mengikuti berbagai ajang lomba yang dilaksanakan secara daring.
“Khusus kondisi pandemi ini—karena supply informasi banyak didapat dari YouTube, Instragram, maupun media sosial lainnya—kita mengarahkan mereka bisa melakukan hal yang sama,” ujar Ari.
Sejalan dengan suaminya, Ratna mendorong Aisyah aktif ikuti lomba sebagai wujud kegiatan positif selama belajar di rumah saja. Selain itu, agar Aisyah lebih bijak dalam menggunakan hand phone. Katanya, durasi penggunaan hand phone terus meningkat ketika pandemi.
Tapi di sisi lain, hal ini pula yang mendorong Aisyah selalu semangat ikut lomba. Mengetahui hadiahnya hand phone atau sejumlah uang tunai, Aisyah dengan sendirinya semangat menyelesaikan tantangan lomba.
Prestasi saat Pandemi
Pertama, dia sukses meraih 5 Terbaik Jenjang SMP Proyek Akhir dalam Kegiatan Nobar Virtual “The Battle of Surabaya”. Cerita inspiratifnya yang berjudul Pahlawan Sampah Itu Adalah Bunda Lilik terpilih dalam ajang tingkat nasional tersebut, (31/8/20). Penyelenggaranya adalah Cerdas Berkarakter Kemendikbud RI.
Kedua, Aisyah sukses meraih 5 Terbaik Lomba Baca Puisi, dengan bahasa isyarat dan menggunakan baju adat, pada Proyek Akhir Karya “Napak Tilas Sejarah Pergerakan Kemerdekaan Indonesia”. Ajang tingkat nasional ini juga diselenggarakan Kemendikbud RI, (21/11/20).
Ketiga, berselang sebulan, Aisyah kembali meraih penghargaan 20 karya terbaik kompetisi Karya Cerdas Berkarakter Parade Aksi Pusaka.
Karya komik bersuaranya yang berjudul Kita Harus Kuat Bersama Sahabat sukses memikat dewan juri, (13/12/20). Ajang ini juga diselenggarakan oleh lembaga yang sama dengan kedua lomba sebelumnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni