PWMU.CO – Indonesia jadi episentrum baru dunia dalam penularan Covid-19. Tidak saja pertambahan rata-rata kasus baru pekanan, akan tetapi angka kematian akibat Covid-19 termasuk yang tertinggi di dunia.
Menurut data yang dilansir oleh worldometers.info tanggal 26 Juli 2021 kasus pekanan Covid-19 di Indonesia mencapai 350.273 kasus per-minggu. Dengan demikian kasus di Indonesia merupakan lonjakan yang tertinggi di dunia dengan rata-rata kematian sebanyak 9.697 kematian per-pekan, yang berarti rara-rata lebih dari 1000 kematian per-harinya akibat Covid-19.
Untuk mengetahui gambaran kondisi wabah Covid-19 ini dan beberapa kiat untuk mencapai kondisi herd immunity di Indonesia, berikut ini hasil wawancara secara daring PWMU.CO, Senin (26/7/2021), dengan Prof Dr Maksum Radji M Biomed, ahli mikrobiologi molekuler dan pemerhati vaksin dari Universitas Indonesia, yang Pembina Pondok Babussalam Socah, Bangkalan, Madura.
Kendala mencapai herd immunity di Indonesia?
Pemerintah menargetkan 208.265.720 penduduk sudah divaksinasi Covid-19 guna mencapai herd immunity, sebagaimana yang dilansir oleh Merdeka.com tanggal 23 Juli 2021 yang lalu.
Target pemerintah untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok terhadap Covid-19 ini diharapkan dapat tercapai sebelum bulan April 2022. Di beberapa daerah bahkan diharapkan lebih cepat, misalnya di Banten, Jakarta, Jawa Timur, dan Bali dapat tercapai pada bulan Agustus 2021. Target guna mencapat herd immunity ini akan sulit tercapai apabila kita tidak bisa mengatasi berbagai kendala.
Ada beberapa kendala yang perlu diperhatikan guna mencapai herd immunity di Indonesia antara lain adalah, pertama, sikap masyarakat terhadap adanya berbagai infodemik yang beredar. Kedua, ketersediaan dan distribusi vaksin Covid-19. Ketiga, kecepatan vaksinasi. Keempat, terdeteksinya varian Delta yang lebih mudah menular.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan mengeluarkan peringatan tentang bahaya infodemik ini yang merupakan gelombang berita palsu dan berita yang bernuansa disinformasi tentang Covid-19 yang beredar di media sosial. Demikian pula dengan program vaksinasi juga tidak luput dari infodemik.
Berbagai info misalnya vaksin Covid-19 dapat menyebabkan sakit, vaksin dapat menuubah DNA manusia, atau vaksin mengandung microchip dan magnit, serta merupakan konspirasi jahat, dapat memengaruhi masyarakat untuk tidak percaya pada vaksin sehingga menyebabkan penolakan terhadap vaksinasi massal yang digalakkan oleh pemerintah.
Bila infodemik ini terus memengaruhi sikap masyarakat, dengan banyaknya komunitas yang menolak vaksinasi, niscaya akan memperlambat keberhasilan program vaksinasi nasional.
Adapun faktor kecepatan program vaksinasi masal juga berkaitan dengan stok vaksin Covid-19 yang kita miliki, karena kita masih sangat tergantung pada luar negeri. Bila pemerintah menargetkan 70 persen dari penduduk Indonesia, atau sekitar 208 juta orang, masing-masing mendapatkan 2 dosis, berarti lebih 416 juta dosis vaksin yang perlu disiapkan.
Walaupun Indonesia termasuk negara yang giat mengupayakan tersedianya beberapa jenis vaksin Covid-19 dari kerjasama bilateral dan multilateral, namun ketersediaan vaksin yang telah kita terima saat ini, jumlahnya masih sekitar sepertiga dari kebutuhan vaksin Covid-19 yang diperlukan guna mencapai herd immunity.
Varian Delta mempengaruhi capaian herd immunity?
Revisi target vaksinasi secara nasional, yang dimumkan pemerintah menjadi 208.265.720 penduduk dari angka awal 181,5 juta orang secara nasional, merupakan langkah yang tepat. Namun demikian dengan penyebaran yang massif berbagai varian virus SARS-CoV-2 termasuk varian Delta di seluruh daerah, maka untuk mencapai herd immunity di Indonesia, perlu disesuaikan dan tidak lagi 70-75 persen penduduk yang divaksinasi.
Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa varian Alpha 70 persen lebih menular dibanding varian asli. Varian Alpha akan menulari 5-6 orang lainnya, dengan angka kemampuan penularannya (R0 = 5,6). Sedangkan varian Delta 40 persen lebih menular daripada varian Alpha.
Menurut Imperial College London, Inggris, varian Delta ini memiliki R0 = 8. Dengan kata lain, virus varian Delta ini dapat menular dari 1 orang ke 8 orang lainnya. Dengan demikian untuk mencapai herd immunity tidak cukup 70-75 persen. Tapi proporsi naik menjadi 84.6 persen, atau sekitar 228 juta penduduk yang divaksinasi untuk mencapai herd immunity.
Menurut Balitbangkes Kemenkes RI, jumlah kasus varian SARS-CoV-2 di Indonesia terus bertambah. Dari 3.257 sampel yang berhasil disekuens sejauh ini berhasil diidentifikasi 868 varian baru per 21 Juli 2021. Dari kasus varian baru tersebut, varian Delta masih mendominasi mencapai 802 kasus yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Sedangkan selebihnya adalah varian Alpha 56 kasus, dan varian Beta 10 kasus.
Penyebab tingginya angka kematian akibat Covid-19 terkini di Indonesia?
Dalam beberapa pekan terakhir, tercatat beberapa kali rekor kematian tertinggi akibat Covid-19 dengan rerata mencapai lebih dari 1.000 kasus kematian per hari. Salah satu penyebab tingginya angka kematian ini adalah tingginya angka okupasi rumah sakit, khususnya ruang IGD dan ruang ICU di berbagai rumah sakit di Indonesia. Sehingga sejumlah rumah sakit tidak sanggup lagi menampung pasien Covid-19 yang membutuhkan pertolongan.
Banyak sekali pasien Covid-19 bergejala sedang dan berat terpaksa melakukan isolasi mandiri di rumah dan tidak memperoleh penanganan dan perawatan yang memadai. Bahkan menurut Tim LaporCovid-19, ada ribuan pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri meninggal dunia di luar rumah sakit, akibat sulitnya mendapatkan ruang ICU di rumah sakit ataupun kurang mendapatkan pelayanan yang memadai selama melakukan isolasi mandiri.
Sebagaimana dilansir laman republika.co.id tanggal 25 Juli 2021, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang juga Koordinator PPKM Jawa-Bali mengungkapkan penyebab tingginya kasus kematian Covid-19 dalam sepekan terakhir, antara lain karena kapasitas rumah sakit yang sudah penuh, pasien yang ketika datang saturasinya sudah buruk, dan meninggal karena tidak terpantau ketika melakukan isolasi mandiri di rumah. Selain itu rata-rata pasien yang meninggal menderita penyakit bawaan atau mereka yang belum pernah menerima vaksin Covid-19.
Oleh sebab itu upaya peningkatan cakupan vaksinasi massal dan upaya meningkatkan pelacakan melalui deteksi virus penyebab Covid-19 serta meningkatkan kepedulian masyarakat untuk disiplin dalam mentaati protokol kesehatan perlu terus menerus dilakukan, guna mengatasi tingginya angka kematian akibat Covid-19 ini, dan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19.
Perlukah pelonggaran PPKM?
Bila melihat data angka pertambahan kasus baru dan tingginya kematian Covid-19 per pekan di Indonesia positivity rate Indonesia masih termasuk salah satu yang tertinggi di Asia.
Selama satu pekan terakhir, positivity rate masih sekitar 30 persen. Angka ini jauh di atas standar positivity rate yang disyaratkan WHO yaitu 5 persen. Oleh sebab itu selain parameter jumlah positif harian, nilai positivity rate ini penting untuk menjadi salah satu parameter utama.
Karena jika prosentasenya masih sangat tinggi, maka menandakan angka penularan Covid-19 di masyarakat sangat tinggi. Saat ini, bila dibandingkan dengan India yang pernah mengalami tsunami Covid-19 beberapa bulan yang lalu, angka positivity rate Indonesia sekitar 15 kali lipat dari India yang saat ini adalah hanya sekitar 2.5 persen.
Oleh sebab itu pelonggaran PPKM seharusnya tidak saja hanya berpatokan pada penurunan kasus baru, akan tetapi juga harus didasarkan pada positivity rate, tingginya angka penyebaran dan angka kematian Covid-19, mengingat bahwa positivity rate di Indonesia saat ini masih jauh di atas ambang batas yang ditentukan oleh WHO, yakni sebesar 5 persen.
Selain itu, parameter lainnya yang harus mendapatkan perhatian adalah angka keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) yang masih sangat tinggi yaitu di atas 90 persen di berbagai daerah. Angka BOR ini masih jauh lebih tinggi dari ambang batas yang ditentukan oleh WHO yaitu 60 persen.
Tingginya angka BOR ini berdampak pada masih sangat sulitnya penderita Covid-19 untuk mendapatkan ruang rawat, ruang IGDm ataupun ruang ICU di rumah sakit. Sehingga banyak dilaporkan banyak pasienCovid-19 yang meninggal karena tidak mendapatkan ruang rawat yang memadai ataupun ketika sedang antri untuk masuk ke ruang ICU di rumah sakit.
Parameter lainnya yang juga sangat penting adalah ketersediaan sumber daya manusia (SDM), yakni dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya. Tidak bisa dipungkiri lonjakan kasus dalam beberapa pekan terakhir ini telah mengakibatkan adanya burnout syndrome di kalangan tenaga medis. Mereka sudah amat kewalahan dan mengalami keletihan baik sedang ataupun berat, dalam menghadapi lonjakan kasus Covid-19 ini. Bahkan sudah ribuan tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang terpapar dan meninggal dunia.
Strategi mengatasi melonjaknya kasus Covid-19?
Indonesia saat ini memerlukan kerjasama, dukungan, dan peran serta masyarakat luas termasuk para tokoh agama guna bahu-membahu untuk menanggulangi badai Covid-19 ini secara maksimal. Dengan saling mendukung dan bekerja sama insyaallah kita akan dapat keluar dari masalah kemanusiaan di negeri ini.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah, pertama, Indonesia perlu menaikkan jumlah pemeriksaan spesimen (testing), dan pelacakan kontak erat (tracing) harian untuk melacak orang-orang yang positif, di samping melakukan pembatasan kegiatan masyarakat.
Saat ini, angka testing di Indonesia masih jauh dari ideal. Indonesia perlu menaikkan testing sekitar 500 ribu hingga 1 juta per hari. Selain meningkatkan program 3T (testing, tracing, dan treatment) perlu meningkatkan genomic survaillance untuk antisipasi adanya penyebaran varian baru SARS-CoV-2 di Indonesia.
Kedua, meningkatkan kecepatan vaksinasi massal.
Menurut data bloomberg.com tanggal 26 Juli 2021, kecepatan rata-rata harian vaksinasi di Indonesia adalah 631.928 dosis per-hari. Indonesia baru melakukan vaksinasi sebanyak 62.484.902 dosis, dan baru mencapai 11.7 persen dari jumlah penduduk.
Dengan kecepatan vaksinasi harian tersebut diprediksi membutuhkan waktu sekitar 18 bulan lagi guna mencapai 75 persen cakupan vaksinasi Covid-19. Oleh sebab itu Indonesia perlu meningkatkan vaksinasinya minimal 2-3 kali lipat dari angka rerata saat ini guna mencapai herd immunity sesuai dengan target pemerintah yaitu pada bulan April 2022 mendatang.
Ketiga, walaupun program vaksinasi telah dilakukan, namun disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan 5M (menggunakan masker dobel, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan membatasi mobilitas), perlu terus ditingkatkan.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa melindungi kita semua, dan semoga wabah Covid-19 ini cepat berlalu.
Amin. (*)
Penulis Isrotul Sukma Editor Mohammad Nurfatoni