PWMU.CO– Suami meninggal, sehari kemudian istrinya melahirkan anak pertama. Peristiwa memilukan ini dialami Yasmin Ibrahim (32) ketika suaminya, Eko March Handoko (30), warga PCIM Malaysia, wafat di rumah sakit Kuala Lumpur karena Covid-19, Senin (2/8/2021).
Yasmin saat melahirkan pada Rabu (3/8/2021) ditunggui ibunya, Norhayati Yaakob (58). Norhayati mengatakan, anaknya kuat menghadapi musibah ini meskipun suami wafat.
Eko March Handoko yang sudah punya IC (Identity Card) Malaysia sebagai penduduk permanen berasal dari Desa Wotan, Panceng, Gresik. Eko aktivis Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah (PRIM) Kepong, Kuala Lumpur. Suami istri Eko dan Yasmin bertemu di Malaysia.
Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PCIM Malaysia, Darsun, menjelaskan, waktu di Wotan nama Eko March Handoko adalah Muhammad Firdaus. Waktu kecil sekolah TK ABA 16 dan MIM 4 Wotan. Warga Wotan dan PCIM Malaysia memanggil dia tetap dari nama aslinya Daus.
”Kemudian orangtuanya, Masyhur Sugianto dan Siti Sitatun, hijrah ke Malaysia. Daus ikut. Dia bersekolah SMP dan SMA di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur di Gombak,” katanya Darsun.
Setelah lulus dia melanjutkan kuliah jurusan Geofisika di Universiti Sains Malaysia (USM). ”Sekarang dia mengambil S2 Petroleum Geoscience di Universiti Teknologi Petronas (UTP) dan ingin menjadi dosen,” tuturnya.
Menurut Darsun, setelah lulus S2, Daus ingin meneruskan ke PhD di UTP lalu menjadi dosen hingga meraih profesor. Dia ingin punya waktu banyak bersama istri dan anaknya.
Dia menjelaskan, Daus ikut merintis pendirian Warung Soto Lamongan yang populer disebut Wasola sebagai amal usaha PCIM Malaysia. Aktivitas di PCIM selalu diikuti. Misalnya, reuni dan Safari Dakwah PCIM My-Gresla 2018.
”Daus itu suka adventure. Dia banyak menghabiskan waktu mendaki gunung dan masuk hutan. Lembah, hutan, bukit adalah sahabatnya. Puncak tertinggi di Malaysia yaitu Gunung Kinabalu sudah ia takluki,” jelas Darsun.
Adventure terakhir yang dia lakukan bersama teman-temannya menjelajah hutan Lipis, Pahang, pada 12 Juli lalu. Menurut penuturan teman-temannya, di saat malam penjelajahan Daus bercerita soal kerja, cita-cita, dan keluarganya. ”Dia sempat mengatakan akan memberi nama anak yang akan dilahirkan istrinya dengan Eka Augustina Handoko. Dia yakin anaknya putri,” ceritanya.
Sontak ucapannya membuat rekan-rekannya tertawa. Dia memang pintar dan intelektual. Tapi teman-temannya meragukan mampukah dia meninggalkan hutan dan gunung dan banyak waktu menjadi dosen dan keluarga.
”Saya dan rekan-rekan PRIM Kepong sering berdiskusi dengannya dan berharap besar Eko akan menjadi diaspora penerus bendera Persyarikatan di Malaysia,” ujar Darsun.
Tapi takdir berjalan lain. Cerita Darsun, pada 16 Juli Daus memberi tahu dirinya positif Covid-19 dan menjalani karantina. Saat karantina itu dia masih bercerita senangnya akan mengadzani bayinya secara virtual.
Pada 22 Juli sakitnya makin berat. Dia harus pindah dari pusat karantina ke rumah sakit. Nafasnya sesak sehingga dipasang oksigen. Namun 27 Juli dia harus masuk ICU karena terkena serangan jantung.
”Pada 2 Agustus, dokter memberi suntikan obat tidur agar tidak terjadi serangan jantung dan diberi obat pencair darah. Namun hari itu dia meninggal dunia,” kata Darsun.
Sehari setelah kematiannya, istrinya melahirkan anaknya. Padahal dua pekan lagi, sambung Darsun, juga ada acara ulang tahun Wasola yang dia ikut mendirikan.
Penulis Agus Setiawan Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post