Rokok Haram dan Doa Iftitah Tertukar oleh Nurbani Yusuf, Komunitas Padhang Makhsyar Kota Batu.
PWMU.CO– AR Fachruddin, Ketua PP Muhammadiyah, dan Abdul Qadir Hasan, Ketua Persis Bangil, dua ulama terkemuka itu tak pernah lepas dari udud alias rokok yang belakangan divonis haram oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah.
Saya bukan perokok, hanya saya suka bau tembakau atau cengkeh atau kertas manisnya. Ada aroma yang bikin sesuatu. Mungkin itu juga yang ada di pikiran Pak AR Fachrudin dan Ustadz Abdul Qadir Hasan Bangil.
Apa yang hilang setelah vonis haram rokok, kedekatan mungkin, atau jarak yang kian jauh dengan saudara kita NU. Karena perbedaan makin banyak dan harapan untuk bisa bersatu makin susut. Berbanding terbalik dengan produsen pabrik rokok yang terus menggila tak selaras dengan nasib petani tembakau pribumi yang kolaps.
Ada dua golongan manusia perokok. Sebelum jatuh vonis haram dan pasca vonis haram. Ada NU yang makruh dan ada Muhammadiyah yang haram. Apakah berlaku untuk seluruh umat Islam di seluruh penjuru dunia atau di internal pemberi fatwa sendiri.
Apakah ada korelasi antara merokok dengan umur pendek? Apakah ada korelasi hidup sehat tidak merokok dengan hidup sakit karena keseringan merokok? Mana lebih berbahaya bagi tubuh: asap dua pak rokok sehari atau semangkok jerohan, babat, dan usus dimakan bareng? Kenapa vonis haram rokok baru sekarang padahal sudah puluhan abad tidak disoal.
Saya tak hendak bicara fikih kenapa rokok divonis haram, apakah minyak jelantah bisa divonis haram karena penyebab kolesterol paling tinggi. Apakah gadget setara dengan narkoba sebagai penyebab kecanduan. Bukankah gadget punya daya rusak yang luar biasa. Bahkan lebih mengerikan dibanding narkoba atau miras karena latent.
Bagaimana nasib doa berbuka puasa Allahumma laka shumtu wa ala rizqika afthortu yang sudah puluhan tahun saya amalkan mendadak divonis dhaif setelah ditemukan doa baru yang katanya lebih valid. Lebih mendekati kebenaran. Tapi apa ada jaminan bahwa doa baru ini tidak di-cancel lagi, setelah siapa tahu ditemukan doa baru yang lebih sahih lagi?
Atau silang sengkarut UAH dan Kiai MM menakar keabsahan doa iftitah inni wajahtu wajhiya …. Jadi bagaimana nasib shalat yang sudah puluhan tahun saya lakukan karena bacaan iftitahnya ternyata palsu tidak berasal dari Nabi saw.
Mungkinkah bacaan iftitah sengaja dipalsukan agar terjadi kekeliruan massal? Bagaimana mungkin para ulama bisa alpa secara kolektif : doa usai menyembelih kurban dipakai sebagai doa iftitah dalam shalat. Ini kesengajaan atau kealpaan?
Bukan tak setuju dengan vonis haram atas rokok. Bukan kaget ketika bacaan iftitah tertukar dengan bacaan usai sembelih kurban atau doa berbuka yang di-cancel karena ditemukan yang lebih sahih, tapi apa pentingnya bahas yang beginian di depan publik?
Merokok adalah salah satu tanda ketakziman kepada Pak AR Fachrudin dan Ustadz Abdul Qadir Hasan. Sementara pendapat bahwa bacaan doa iftitah adalah bacaan usai menyembelih kurban adalah tanda hilangnya sebagian ketakziman kepada para imam madzhab yang empat. Hilangnya ketakziman dan tumbuhnya sikap jumawa.
Atau mungkin ini kutukan bagi para pemegang gadget, pengetahuan yang diterimanya justru menjadi semacam kotak pandora yang mengeluarkan asap hitam dan menjadi racun bagi yang menggenggamnya tanpa kata kenapa. Jangan baper. Senyumi saja jika ududmu divonis haram atau bacaan iftitahmu dibilang tertukar. (*)
Editor Sugeng Purwanto