PWMU.CO– Keberagaman bisa berdampak negatif dan positif bergantung bagaimana mengelolanya. Hal itu disampaikan Kepala Bakesbangpol Kota Malang Dra Rinawati MM dalam sarasehan dan pembentukan perempuan lintas agama oleh FKUB Kota Malang di Hotel Tugu, Sabtu (2/9/2021).
Menurut dia, dampak positif karena perbedaan itu bisa menjadi potensi, juga modal pembangunan untuk saling melengkapi. ”Sedangkan berdampak negatif, bisa menjadi sumber bencana, sumber perpecahan apabila yang berbeda tidak bisa harmonis, tidak bisa saling menghargai, bahkan saling menyalahkan,” kata Rinawati.
Menurut dia, Malang merupakan miniatur Indonesia. Sebagai kota pendidikan dan wisata yang mencerminkan keberagaman. Di kota ini semua ada. Mulai makanan dari Aceh sampai Papua. Banyak juga mahasiswa dari sana.
”Beberapa hari yang lalu kami menerima audensi dari pemuda Papua yang menamai dirinya Solidaritas Generasai Papua. Bermaksud meningkatkan SDM para pemuda Papua agar nanti saatnya kembali mereka bisa berkontribusi berperan aktif di tanah kelahirannya,” tuturnya.
Dikatakan, keberagaman itu ada dan nyata. Beda bahasa, budaya, suku, agama. ”Karena itu kita harus bersyukur di dalam perbedaan itu kita punya bahasa kesatuan yaitu bahasa Indonesia. Kita punya Pancasila yang juga menyatukan perbedaan,” tandasnya.
Moderasi Beragama
Dia menyebutkan, berdasarkan data pemerintah Kota Malang, jumlah penduduk 936.315 orang. Laki-laki 466.553 orang, dan perempuan 469.762 orang.
Jumlah umat Islam 843.231 jiwa dengan 1.528 masjid . Ada 106 gereja dengan jumlah penganut Kristen 52.284 orang dan Katolik 34.439 orang.
Penganut Hindu 1.527 jiwa dengan 5 pura. Penganut Budha 4.585 orang dengan 9 wihara dan Khonghucu 148 jiwa dengan 1 klenteng.
Soal moderasi beragama, Rina berpendapat, sesuatu yang urgen walaupun sebenarmya dari dulu sudah ada mengingat bangsa Indonesia itu plural. ”Kenapa saat ini menjadi urgen karena ada saja yang ingin merongrong persatuan dan kesatuan masyarakat ,” tuturnya.
Moderasi beragama itu, sambung dia, membawa misi kedamaian, keselamatan, dan strategis dalam menjaga kebinekaan. Tantangannya itu terorisme, radikalisme, kemiskinan, informasi dan teknologi, persoalan korupsi dan alzeimer sejarah .
Saling Menghormati
Narasumber lain, Rektor Universitas Gajayana Prof Dr Hj Diyah Sawitri MM mengatakan, satu forum ini mempunyai keyakinan dan agama yang berbeda. Maka kita harus cari tiangnya dulu, yaitu negara. Kita ini satu negara dan mempunyai Pancasila juga UUD 1945.
Mewujudkan kebersamaan dalam perbedaan agama, kata dia, dengan cara mengimplementasikan falsafah Pancasila. Yaitu saling menghormati , menghargai, dan mengayomi.
Diyah menjelaskan, sila pertama Ketuhanan Yang Mahaesa itu luar biasa sekali tidak ditemukan di negara lain. Indonesia is different. inilah yang membedakan. Pancasila dan UUD 1945.
”Bila ada suatu konflik itu lumrah karena kita ini berbeda. Untuk menyelesaikannya perlu dicari sumbernya darimana dulu. Jangan pernah menyakiti dengan kata-kata, karena ini bisa menghalangi kesuksesan saudara kita,” ujarnya.
Menurutnya, keragaman itu kehendak Tuhan. Potret ini bisa dilihat negara kita. Memiliki keragaman suku, etnis, budaya, bahasa dan agama.
”Nah pengamalan moderasi beragama itu penting. Hakikatnya mengadakan kesadaran secara kolektif, berdasarkan prinsip agama masing-masing, Pancasila dan UUD 1945,” ujarnya.
Dalam moderasi beragama itu ada yang harus dicapai, dan pelaksanaannya membutuhkan civil society. ”Di sinilah peran perempuan sangat besar, karena perempuan selalu menjadi perhatian keluarga, lingkungan sekitar dan masyarakat luas,” tuturnya. (*)
Penulis Uzlifah Editor Sugeng Purwanto