Sukmawati Soekarnoputri Pindah Agama oleh Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS dan Ketua Pendidikan Tinggi Dakwah Islam Jatim.
PWMU.CO– Pagi ini saya membaca berita bahwa Sukmawati Soekarnoputri pekan depan menggelar ritual pindah agama dari Islam ke Hindu. Ritual ini disebut Sudhi Wadhani. Berlangsung di rumah neneknya Nyoman Rai Srimben, ibunda Bung Karno, di Singaraja, Bali, Selasa (26/10/2021). Sebagai putri Proklamator Soekarno berita ini tentu penting untuk dicatat.
Bagi banyak orang Indonesia yang mengaku beragama Islam, Islam memang dipahami sebagai agama, atau keyakinan, seperti pemeluk Kristen memahami agamanya. Juga dipahami demikian oleh para pemeluk Hindu.
Bagi kebanyakan orang Indonesia, agama telah dipahami secara sekuler. Agama dipisahkan secara tegas dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Agama adalah sebuah pilihan pribadi, urusan privat, orang perorang yang tidak memiliki konsekuensi publik yang nyata.
Pemahaman sekuler atas agama itu adalah hasil proses belajar di banyak sekolah di Indonesia sejak kemerdekaan, dan menguat sejak Orde Baru. Persekolahan itu sekaligus instrumen sekulerisasi besar-besaran.
Bagi umat Islam, sekolah berhasil menggantikan masjid sebagai institusi penting dalam kehidupan mereka. Pemeluk Islam di Indonesia saat ini bisa hidup tanpa masjid, tapi tidak bisa hidup tanpa sekolah.
Padahal internet telah mengurangi peran sekolah, dan pandemi nyaris membuat sekolah dan kampus itu jadi gudang dan guru serta dosennya jadi satpam.
Hasil sekulerisasi massal lainnya adalah perolehan suara partai politik berbasis Islam yang selalu kalah di banding partai politik sekuler. Bahkan perolehan suara partai politik Islam itu turun terus hingga di sekitar 20-25% saja.
Kebanyakan pemeluk Islam lebih suka memilih partai politik sekuler seperti Golkar atau PDI Perjuangan. Golkar kemudian pecah menjadi parpol-parpol sekuler seperti Demokrat, Nasdem, Gerindra, dan Hanura.
Parpol yang semula berbasis Islam kebanyakan bergeser ke tengah sekuler seperti PAN dan PKB. Dulu Pak Amien Rais pernah mengatakan bahwa Islam terlalu sempit bagi PAN. Hanya PPP dan PKS yang secara eksplisit masih menyatakan diri sebagai parpol berbasis Islam.
Dari perspektif politik ini saja, niat putri Bung Karno ini tidak mengejutkan. Perpindahan agama sebagai keyakinan ini sudah diteladankan oleh banyak partai politik. Seperti banyak partai politik, banyak pemeluk Islam yang sebenarnya terpaksa mengaku menjadi pemeluk Islam.
Bagi mereka yang meninggalkan Islam itu, Islam terlalu sempit dan menyesakkan gerak raga dan jiwanya. Mereka ini berharap dengan keluar dari Islam akan memperlega kehidupannya.
Perlu dicermati bahwa Islam dalam al-Quran disebut sebagai ad diin al Islam. Ad diin tidak bisa diartikan sebagai agama dalam pengertian sekuler. Asal katanya adalah diin.
Salah satu kata turunannya adalah madiinah, artinya kota. Ciri terpenting sebuah kota adalah bisnis: jual beli barang dan jasa. Makin banyak jumlah dan jenis barang dan jasa yang diperjual belikan, maka kota itu menjadi metropolitan dengan warga yang heterogen dari berbagai latar belakang budaya, suku dan gaya hidup.
Untuk itu diperlukan sebuah tatanan hidup, semacam rule of the games agar semua transaksi sosial dan jual beli itu berlangsung adil dan saling menguntungkan dengan semangat saling menghormati dan memerdekakan. Riba dilarang karena membuat jual beli itu tidak berkeadilan, bahkan memperbudak.
Jadi Islam adalah sebuah tatanan institusional bagi kehidupan bersama dalam sebuah masyarakat yang majemuk. Semua warga Madinah memiliki hak dan kewajiban yang nyaris sama, kecuali soal pajak.
Madinah memberikan skema pajak yang lebih menarik bagi kaum Nasrani dan Yahudi daripada Roma dan Tisfun di Iraq. Madinah juga secara perlahan menjadi kota sebanding dengan Konstantinopel.
Seorang muslim di zaman Muhammad Rasulullah saw bisa bepergian, keluar-masuk Madinah dan Roma ataupun Konstantinopel dan merasakan bagaimana perbedaan pelayanan bagi warga kota dan para pendatang.
Tidak ada paksaan dalam berkeyakinan di Madinah. Warganya hanya harus patuh pada hukum yang berlaku dan menjalankan ritual keyakinannya dengan tertib.
Setiap pemeluk berbagai keyakinan itu dilindungi dalam melaksanakan ritualnya masing-masing. Madinah al Munawarah di bawah kepemimpinan Rasulullah adalah bukti empirik kehidupan Pancasila yang dicitakan oleh Bung Karno, Hatta dan para pendiri republik ini.
Islam itu melonggarkan dan membebaskan, bukan menyesakkan. Unfortunately, it is widely misunderstood. Seperti Sukmawati yang juga salah paham terhadap Islam lewat puisi konde.
Rosyid College of Arts, Gunung Anyar, 23/10/2021
Editor Sugeng Purwanto