PWMU.CO – Bagaimana perjuangan membangun masjid di daerah basis umat Kristen? Tentu tidak mudah. Terutama untuk mendapatkan tanahnya. Tapi, hal itu harus dilakukan, karena menyangkut sebuah wasiat. Maka, meski berkali-kali gagal, upaya tetap harus dilakukan. Nah, bagaimana masjid itu akhirnya bisa berdiri? Inilah kisahnya.
Sebagai bentuk rasa syukur karena diberi kesembuhan oleh Allah SWT, seorang ibu dari Desa Kalibaru, Banyuwangi–yang sebelumnya mengalami sakit parah dan tergeletak cukup lama ini–menyumbangkan hartanya untuk pembelian tanah, sekaligus untuk pembangunan masjid. Tapi syaratnya: harus di daerah Kristenisasi.
Ibu tersebut lantas menemui sang keponakan yang bernama Suwoko. ”Dik Woko tolong uangku ini disumbangkan untuk membeli tanah sekaligus buat membangun masjid di tanah itu,” cerita Woko. Rupa-rupanya, kata ibu tersebut merupakan wasiatnya. Karena selang beberapa hari, dia meninggal dunia.
(Baca: Dirobohkannya Masjid Kami, Sebuah Kisah Nyata Intoleransi Mayoritas pada Minoritas dan Kisah Terusirnya Tokoh Muhammadiyah Yungyang dari Mushala, tapi Akhirnya Dapat ‘Hadiah’ Masjid)
Suwoko yang diberi wasiat langsung menjalankan amanah terakhir ibu tersebut. Ia mencari daerah yang perkembangan Kristenisasinya begitu pesat. Akhirnya, Suwono memilih Kecamatan Donomulyo, Malang Selatan.
Suwoko lalu melakukan browsing di internet untuk mengetahui posisi Kecamatan Donomulyo. Di sana ia menemui Sukamto, warga Muhammadiyah setempat yang merupakan Kepala SMK Muhammadiyah 6 Donomulyo.
”Pada saat pencarian tanah untuk lokasi masjid itu sulitnya minta ampun. Karena di lokasi yang telah direncanakan, yaitu di Desa Tempusari, umat Kristen cukup banyak dan mayoritas lainnya ikut organisasi Islam yang lain. Sedangkan warga Muhammadiyah cuma ada 4 orang, yang aktif mengaji di Desa Donomulyo. Padahal, dipilihnya Desa Tempursari dengan tujuannya untuk mendirikan ranting baru Muhammadiyah,” cerita Sukamto, yang juga Sekretaris Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Donomulyo.
(Baca juga: 3 Masjid yang Jadi Monumen Perjuangan Merebut Kemerdekaan RI dan Kisah Pak AR Ajari Mahasiswa Cara Hadapi Kristenisasi dengan Jurus Cerdas)
Sukamto menceritakan betapa sulitnya mencari lahan untuk pendirian Masjid Muhammadiyah di Desa Tempursari. Salah satunya ketika tanah yang sudah dibeli dan diberi uang muka, akhirnya dibatalkan sepihak lantaran anak sang pemilik tanah tidak membolehkan. Tanah tersebut milik orang Kristen berusia lanjut yang berdomisili di Kota Jember.
“Sebelumya kita telah sepakat tanah dibeli dengan harga Rp 125 juta dan uang muka telah dibayarkan Suwoko senilai Rp 50 juta. Namun sertifikat tanah itu masih disimpan anak pemilik tanah yang tinggal di Kota Malang. Ibu pemilik tanah tersebut lantas pergi mengambil surat tanah dari anaknya yang juga beragama Kristen. Ternyata, anaknya tidak menyetujui. Akhirnya uang muka dikembalikan kepada Suwoko,” papar Sukamto.
Baca ini juga: Kesyahduan Shalat di Bangunan Masjid yang Lebih Kecil dari Mushalla: Catatan Ringan dari Negeri Samsung dan Ceramah di Malaysia, Dai Ini Kisahkan Gagalnya Kristenisasi di Indonesia)
Meski gagal, pencarian tanah terus dilakukan. Kali ini didapatkan tanah kosong yang memenuhi syarat untuk dibangun masjid. Tanah tersebut juga milik orang Kristen. Sukamto pun menanyakannya, tetapi dengan tegas pemiliknya tidak menjual.
Sukamto akhirnya memilih tanah yang lokasinya berada di atas bukit. Pertimbangannya, lokasi tersebut dekat dengan warga Muhammadiyah. Sehingga memudahkan untuk merawat masjid dan ranting baru Muhammadiyah Tempursari segera berdiri. ”Sayangnya, tanah di sekitar itu tidak ada yang kosong. Sudah habis semua. Maka harapan mendirikan masjid di Tempursari semakin tipis,” tuturnya. Bersambung ke halaman 2 ….