Siapa yang Wajib Bayar Fidyah dan Bagaimana Cara Membayarnya? Oleh Ustadzah Ain Nurwindasari.
PWMU.CO – Fidyah (penulisan yang benar menurut KBBI: fidiah) merupakan ketentuan Allah bagi orang yang meninggalkan puasa dikarenakan kondisi tubuh yang merasakan kepayahan yang sangat berat jika berpuasa. Mereka harus menggantinya dengan memberi makan atau yang senilainya kepada fakir miskin.
Pada pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa fidiah boleh dibayarkan dengan memberi makanan siap santap atau makanan yang masih mentah. Bisa juga berupa uang yang nilainya setara dengan makanan pokok.
Juga telah dijelaskan bahwa fidiah boleh dibayarkan setiap hari ketika meninggalkan puasa, boleh juga sekaligus baik di awal dimulai sejak meninggalkan puasa maupun di akhir bulan Ramadhan.
Pada tulisan kali ini akan dibahas tentang siapakah yang diharuskan membayar fidiah dan bagaimana membayarnya?
Pertama adalah tentang siapakah yang diharuskan membayar fidiah. Berdasarkan teks ayat al-Baqarah ayat 184 berbunyi:
وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ
“…Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidiah, yaitu memberi makan seorang miskin …”
Jika dipahami ayat ini kata “alaa” bermakna perintah yang harus dilaksanakan oleh orang yang menjadi kata setelah kata “alaa” tersebut, yaitu “alladziina yuthiiquunahuu” yaitu orang-orang yang merasa berat menjalankannya (menjalankan puasa).
Kata “fidyatun” menjadi isi perintah yang harus dilaksanakan yaitu fidiah dengan memberi makan orang miskin.
Maka dari bentuk kalimat ini bisa dipahami bahwa yang wajib membayar fidiah adalah orang yang meninggalkan puasa karena berat menjalankannya yaitu sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya adalah orang tua renta, pekerja berat, wanita hamil dan wanita menyusui.
Bagaimana jika orang-orang yang bersangkutan tersebut tidak memiliki harta? Misalnya orang tua renta yang tidak memiliki kemampuan untuk berpuasa juga tidak memiliki harta untuk membayar fidiah, Maka fidiah dibayarkan oleh orang yang menanggungnya yaitu anaknya.
Adapun jika ada orang yang tidak mampu berpuasa juga tidak mampu membayar fidiah dan yang menanggung hidupnya pun tidak memiliki harta, jika dia sampai meninggal namun dia belum mampu membayar fidiah maka tidak ada tanggungan apa pun baginya.
Hal ini karena Allah SWT tidak membebani seorang hamba di luar batas kemampuannya.
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا…
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya…” (al-Baqarah 286).
Bagaimana Cara Membayar Fidiah
Selanjutnya adalah terkait bagaimana membayar fidiah? Maka kembali lagi kita memahami kata tha’amu miskiin yaitu memberi makan orang miskin.
Kita bisa membayarkan fidiah berupa makanan siap santap, bahan mentah makanan pokok—yiatu beras dan lauk pauknya—ataupun uang secara langsung kepada orang miskin yang ada di sekitar kita.
Boleh juga dibayarkan melalui badan amil zakat seperti Laizsmu jika kita kesulitan menemukan fakir miskin di sekitar kita.
Adapun jika seseorang memilih untuk membayar fidiah dengan uang maka nominal uang yang dibayarkan sebagai fidiah disesuaikan dengan harga makanan siap santap untuk satu hari (dua atau tiga kali makan sesuai kebiasaannya).
Misalnya seorang wanita hamil yang tidak mampu berpuasa, dalam satu hari ia makan biasanya menghabiskan Rp 30.000, maka sejumlah itulah yang ia bayarkan untuk satu hari yang ia tinggalkan puasanya.
Jika ia meninggalkan puasa selama 30 hari, maka ia harus membayar Rp. 30.000 x 30 (Rp. 900.000).
Ia boleh memberikannya kepada fakir miskin setiap hari Rp 30.000 atau sekaligus dalam satu bulan (Rp. 900.000) serta boleh dibagikan kepada satu orang miskin saja atau kepada beberapa orang miskin. Wallahu a’lam bish shawab. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik; Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM).