Bolehkah Wanita Haid Tadarus Al-Quran? oleh Ustadzah Ain Nurwindasari
PWMU.CO – Pada bulan Ramadhan umat Islam berlomba-lomba menyambut dan mengisinya dengan berbagai macam amal ibadah. Di antara amal ibadah yang dianjurkan adalah tadarus al-Quran.
Tadarus ialah istilah yang merujuk pada kegiatan membaca al-Quran secara bersama-sama di mana satu orang membacanya dan yang lain menyimak.
Tadarus sendiri berasal dari kata darasa-yadrusu-darsan yang memiliki arti mempelajari, meneliti, menelaah, mengkaji, dan mengambil pelajaran. Kemudian dari kata darasa-yadruru-darsan diubah ke wazan tafa’ala, menjadi tadarasa-yatadarasu-tadarusan yang memiliki makna saling, sehingga kegiatan tadarus melibatkan lebih dari satu orang.
Biasanya tadarus dilakukan dengan cara satu orang membaca dan yang lain menyimak. Harapannya ketika yang sedang membaca melakukan kesalahan dalam bacaan, maka yang sedang menyimak memberikan koreksi atau pembetulan. Hal ini dilakukan secara bergantian.
Kegiatan tadarus memiliki beberapa keutamaan, sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis, bahwa Nabi SAW bersabda:
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِيْ بَيْتٍ مِنْ بَيُوْتِ اللَّهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللًّهِ وَيَتَدَارَسُوْنَ بَيْنَهُم إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَذَكَرَهُمُ اللُّه فِيْمَنْ عِنْدَهُ
“Apabila suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) sambil membaca Al-Qur’an dan saling bertadarus bersama-sama, niscaya akan turun ketenangan atas mereka, rahmat Allah akan meliputi mereka, para malaikat akan melindungi mereka dan Allah menyebut mereka kepada makhluk-makhluk yang ada di sisi-Nya” (Hadits Riwayat Muslim).
Demikian keutamaan tadarus al-Qur’an. Apalagi jika dilakukan pada bulan Ramadhan, bulan yang mulia yang disebut sebagai bulan al-Qur’an karena pada bulan inilah al-Quran turun. Maka sudah pasti umat Islam baik laki-laki maupun perempuan lebih bersemangat lagi melakukan tadarus al-Quran.
Bolehkah Wanita Haid Tadarus Quran?
Sebagian umat Islam berpendapat bahwa wanita haid dilarang membaca ataupun menyentuh al-Quran. Hal ini karena wanita haid dihukumi sedang berhadas besar. Oleh karena itu untuk menjaga kesucian al-Quran wanita haid dilarang menyentuh dan membacanya.
Mereka mendasarkan pendapatnya pada firman Allah Surat al-Waqi’ah ayat 79:
لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ
“Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan.”
Di dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2 disebutkan terkait masalah ini. Sebagian ulama menafsirkan ayat di atas dengan maksud bahwa tidak dapat menyentuh Lauh Mahfudz itu kecuali orang-orang yang disucikan dari dosa.
Ada juga yang mengartikan bahwa tidak dapat membawa serta al-Quran turun dari Lauh Mahfudz itu kecuali para malaikat yang mulia. Ada juga yang berpendapat seperti di atas (melarang orang berhadas menyentuh al-Quran). Dan terakhir dari segi kepantasan, ada yang berpendapat tidak pantas orang yang berhadas menyentuh al-Quran.
Oleh karena itu Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2menyimpulkan bahwa wanita haid makruh hukumnya membaca al-Quran.
Prof Dr Syamsul Anwar berpendapat di dalam bukunya Fatwa Ramadhan, bahwa wanita haid hendaknya tidak dilarang untuk bisa mengakses al-Quran. Hal ini berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan pada hadis-hadis yang melarang wanita haid membaca al-Quran dinilai dhaif dari segi sanad. (Fatwa Ramadhan, hal. 78-80).
Dia juga mengutip pendapat al-Bukhari bahwa tidak ada satupun hadis yang shahih mengenai larangan ini. Oleh karena itu Prof.= Syamsul Anwar lebih cenderung membolehkan wanita haid membaca al-Quran.
Untuk menguatkan pendapatnya tersebut, dia menyebutkan bahwa Ibnu Hajar menegaskan bahwa al-Bukhari dan orang-orang yang membolehkan wanita haid membaca al-Quran seperti at-Thabari, Ibn al-Mundzir, dan Dawud adz-Dzahiri, memegangi keumuman hadis ‘Aisyah berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها، قَالَتْ: “كَانَ النَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – يَذْكُرُ الله عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ”. (رواه مسلم، وأما البخاري فرواه معلقاً).
“Dari Aisyah RA, ia berkata: Nabi SAW senantiasa berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaan. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Berdzikir dalam hadis ini termasuk membaca al-Quran yang dilakukan setiap saat termasuk dalam keadaan junub.
Ibnu Taimiyah pernah mengatakan, “Di zaman Rasulullah SAW para wanita mengalami haid, namun Rasulullah SAW tidak melarang mereka membaca Al-Quran sebagaimana tidak melarang mereka berdzikir dan berdoa.” (Fatwa Ramadhan, hal 81).
Di samping itu, terkait dengan larangan menyentuh al-Quran yang bagi orang yang berhadas besar berdasarkan al-Waqiah ayat 79. Padahal mushaf al-Quran baru ada pada zaman Khalifah Utsman bin Affan, yang berarti adanya mushaf al-Quran setelah lebih kurang 30 tahun setelah ayat tersebut diturunkan.
Pada masa Khalifah Utsman baru ada lima mushaf dan itupun belum beredar ke tengah masyarakat. Mushaf al-Quran baru dicetak dan mulai beredar ke tengah masyarakat lebih kurang 900 tahun kemudian. Karena itu, ayat di atas tidak ada kaitannya dengan mushaf al-Quran. (Fatwa Tarjih)
Oleh karena itu penulis berpendapat wanita haid boleh tadarus atau membaca al-Quran. Di samping karena membaca al-Quran merupakan bagian dari berdzikir kepada Allah, sebagaimana dalil-dalil yang telah dikemukakan di atas, juga karena aspek maslahat yang lebih besar ketika wanita haid diperbolehkan mengakses al-Quran.
Wallahu a’lam bish shawab. (*)
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Editor Mohammad Nurfatoni