Menikmati Mudik Gratis ke Negeri tanpa Corona oleh Ernam, kontributor Sidoarjo.
PWMU.CO– Lega rasanya bisa mudik kembali. Saya hampir saja menyamai Bang Toyib yang tiga kali puasa, tiga kali Lebaran tak pulang-pulang.
Saya baru dua kali puasa, dua kali Lebaran tak pulang-pulang. Alasannya klise banget, masih pandemi. Ya walaupun orang lain tetap mudik ke Madura, negeri yang tak disinggahi corona, saya tetap tidak mudik. Menjaga diri menjaga keluarga.
Namun tahun ini saya tak busa menahan diri. Ya terpaksa mudik. Kondisi Covid sudah landai. Kasus hampir tidak terdengar lagi. Apalagi di kampung selalu dibandingkan dengan keluarga yang lain, yang selalu mudik. Dan aman saja.
Maka begitu ada kabar mudik gratis dari Dinas Perhubungan Jawa Timur (Dishub Jatim), saya segera mendaftar. Online. Kebetulan ada tetangga yang menjadi pegawai Dishub Jatim, maka setelah daftar online saya titipkan seluruh berkas verifikasinya.
Fotokopi KK, KTP, dan sertifikat vaksin booster. Tetangga saya yang bantu verifikasi di Surabaya, saya tinggal terima tiketnya. Terima kasih tetangga. Bisa menikmati mudik gratis.
Seperti sebelum pandemi, saat pemberangkatan mudik gratis, Kamis (28/4/2022), saya menuju Kantor Dishub Jatim Jl. Ahmad Yani Surabaya. Takut ketinggalan bus, saya dan keluarga berangkat pukul 05.30. Padahal biasanya bus mudik baru dilepas Gubernur Jatim pukul 08.00.
Parkir Bus Berubah
Untuk menghindari macet saya minta Grab yang saya tumpangi lewat tol. Maklum saja, walau jarak Sidoarjo ke Dishub Jatim tidak sampai 25 km, tapi macetnya busa parah. Terjebak di lima titik simpul kemacetan busa satu jam sendiri. Pilih aman saja, lewat tol. Hanya Rp 6.000 saja.
Sampai Bunderan Waru terasa jalan mulai tersendat, tapi hanya sebentar. Jaraknya pendek. Langsung jalan utama A. Yani. Frontage road ternyata dipakai parkir ratusan bus mudik. Dari jalur utama, Grab bus masuk dan parkir depan Graha Pangeran.
Saya dan keluarga berjalan kaki menuju parkir bus jurusan Sumenep. Cari bus mudik jurusan Sumenep agak susah. Ternyata tempatnya tidak seperti sebelum pandemi. Biasanya jajar di sisi timur, sekarang parkir di sisi barat melintang diagonal.
Istri dan anak lapor ke bagian pengesahan tiket. Sekaligus ambil bingkisan mudik berisi air botol kecil, wafer, potato, kurma, dan permen. Ini hampir sama dengan tahun-tahun sebelum pandemi.
Agak lama juga menunggu istri balik ke bus, ternyata selain antre, jarak bus ke panggung pelepasan cukup jauh. Lumayan buat yang tidak biasa jalan kaki.
Saya menunggu di bus setelah memastikan tempat duduk untuk kami berempat. Walaupun di tiket tertera nomor kursi, tapi itu tidak berlaku. Kami boleh pilih duduk di mana saja. Siapa cepat dia dapat. Ah, enaknya menikmati mudik gratis.
Peminat Sedikit
Jam sudah pukul 08.00, tapi belum ada tanda-tanda bus akan berangkat. Saya memutuskan ke toilet lebih dulu agar tidak terjadi tragedi saat bus berangkat. Saya menuju masjid Dishub Jatim. Bagus dan bersih. Ornamennya indah. Tiap ikut mudik gratis saya pasti ke masjid ini. Selain pipis ya shalat Dhuha. Saya shalat Dhuha sampai empat rakaat dengan dua kali salam. Berdoa dan merenung.
Saat hendak balik ke bus, saya sempatkan mampir panggung utama, tempat gubernur melepas peserta mudik. Kursi-kursi untuk para pejabat masih kosong. Alamat masih harus nunggu lebih lama.
Saya kembali ke bus jurusan Sumenep. Tidak banyak orang yang terlihat. Biasanya sampai berjubel, ini malah longgar sekali. Hanya terlihat beberapa kelompok orang yang mengobrol. Sampai di bus ternyata ada emak-emak ngobrol tentang peserta mudik yang sangat sedikit.
Bus mudik jurusan Sumenep ini ada dua bus dengan kode L1 dan L2. Bus L1 terisi tidak sampai separonya, mungkin sama juga bus L2. Menurut mereka, peserta mudik sedikit karena pertama, waktunya mepet, syarat-syarat makin banyaknya tak sempat menyiapkan.
Kedua, karena online. Bikin ribet orang udik yang tidak biasa pakai internet untuk unggah berkas. Ketiga, hanya mudik saja yang gratis, sedang baliknya bayar sendiri. Padahal sebelum pandemic, mudik gratis, balik juga gratis.
Keempat, ini yang utama karena harus vaksin booster. Jadi tidak banyak orang yang bisa ikut. Apalagi ke Madura, vaksin sampai diiming-imingi hadiah sepeda motor saja tidak mempan. Kok booster.
Masih menikmati menunggu pemberangkatan, emak-emak tadi masih ngobrol mengapa kok belum berangkat. Padahal biasanya zaman Gubernur Pakde Karwo pukul 08.00 sudah diberangkatkan. ”Mungkin karena sekarang gubernurnya perempuan, jadi harus macak dulu,” selorohnya.
Saya tersenyum kecut mendengarnya. Bisa menikmati mudik gratis sudah bersyukur. Molor dikit tak apalah. Santai saja.
Berangkat Molor
Akhirnya bus berangkat juga. Pukul 9 lewat sedikit. Sebenarnya keren juga sih, berangkat mudik dilepas gubernur. Belum pernah saya ikut acara bersama gubernur. Kali ini mudik saja malah dilepas gubernur.
Di perjalanan, saya pindah ke kursi belakang. Tempat kursi panjang yang kosong. Saya menulis berita untuk PWMU.CO tentang Smamda bagi zakat 3,8 ton. Saya duduk di belakang, metingkrang, sambil fokus menulis berita.
Bus melaju membelah Kota Surabaya. Lewat depan Mapolda, Graha Pena, Stasiun Wonokromo, Ngagel, Stasiun Gubeng, Kapasan, Jembatan Suramadu, Tanah Merah, dan terus melaju.
Tulisan berita sudah selesai. Saya kirim ke admin redaksi. Lalu saya tidur selonjor di kursi panjang. Saat bangun ternyata sudah sampai terminal Pamekasan. Rumah saya sudah dekat. Hanya butuh tiga puluh menit untuk sampai.
Para peserta cukup patuh dengan masker. Hanya sopir dan kenek yang tidak pakai masker. Tapi saat turun dari bus, hanya kami sekeluarga yang pakai masker. Selamat datang di negeri tanpa corona. Terima kasih Dishub Jatim. Bisa menikmati mudik gratis.
Editor Sugeng Purwanto