Muhammadiyah Itu Melayani Bukan Dilayani, Liputan Dadang Prabowo, Kontributor PWMU.CO Kota Pasuruan.
PWMU.CO – Muhammadiyah itu melayani (khadim) bukan dilayani (makhdum). Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr H Syamsudin MAg pada silaturahim Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Pasuruan, kepala amal usaha Muhammadiyah, dan Lembaga Pembinaan dan Pengawasan Keuangan (LPPK PWM Jatim), Rabu (1/6/22) di kantor PDM Kota Pasuruan.
Syamsudin mengatakan, kalaulah di surat al-Maun, surat sebelum surat al-Kautsar, Allah menyifati orang munafik yang suka menghardik anak yatim, melalaikan shalat, suka pamer, dan enggan melakukan kebaikan, surat al-Kautsar adalah kebalikannya.
“Dalam surat al-Kautsar, Allah memberikan nikmat yang berlimpah kepada Nabi Muhammad, dan dengan nikmat tersebut digunakan untuk memperbaiki hubungan baik dengan Allah dan sesama umat manusia,” jelasnya.
Nikmat yang banyak seperti yang Allah sampaikan dalam surat tersebut, menurut Syamsuddin menukil pendapat dari para ahli tafsir bermakna dua hal: telaga al-Kautsar di surga yang Allah siapkan bagi penghuninya, dan kenikmatan dunia dari keturunan dan harta benda.
Oleh karena itu, lanjut Ketua Badan Pembina Pesantren (BPP) SPEAM Kota Pasuruan tersebut, Allah memerintahkan Nabi Muhammad dan umatnya supaya menggunakan nikmat tadi dalam dua hal: mendirikan shalat dan berkurban.
“Shalat adalah bentuk penghambaan manusia kepada Allah, dan berkurban adalah bentuk pengabdian dan pelayan kepada sesama manusia,” paparnya.
“Oleh karena itu, Muhammadiyah hendaknya menjadi organisasi pelayan umat (khadimul ummah), bukan yang dilayani umat (makhdum),” tambahnya.
Surat Terpendek dan Sebab Diturunkannya
Selain itu, anggota Komisi Fatwa MUI Jatim itu juga menyampaikan bahwa surat al-Kautsar adalah surat terpendek di dalam al-Quran.
“Di dalam al-Quran terdapat dua surah yang hanya terdiri dari tiga ayat: surat al-Ashr, dan al-Kautsar. Tapi dari pada al-Ashr, al-Kautsar lebih pendek, karena kalimat-kalimatnya ringkas,” terangnya.
Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya itu juga menjelaskan di antara sebab diturunkannya surat tersebut adalah ejekan orang kafir Quraisy Makah yang menganggap bahwa keturunan Nabi Muhammad terputus.
“Ketika Nabi Muhammad mendapat dua orang keturunan berjenis kelamin perempuan, orang kafir Mekkah sepakat bahwa keturunan Muhammad sudah terputus,” jelasnya.
Dan tidak sampai di situ, sambungnya, tatkala Muhammad memiliki keturunan laki-laki yang bernama Qasim, mereka pun masih mengejeknya dengan orang yang terputus keturunannya, karena Qasim hanya berusia beberapa hari saja, kemudian wafat.
“Turunnya surat ini adalah bantahan terhadap kafir Quraisy, sekaligus memberikan jawaban, bahwa yang terputus dari nikmat Allah adalah mereka pembenci Nabi Muhammad,” ujarnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni