PWMU.CO– Ranking IPM (Indeks Pembangunan Manusia) di Indonesia berada di posisi 107 dari 189 negara. Angka ini dinilai sudah cukup tinggi mengingat jumlah penduduk Indonesia mencapai 275 juta jiwa.
Demikian disampaikan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Prof Dr Muhadjir Effendy MAP dalam Seminar Nasional di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Sabtu (20/8/2022).
”Untuk menaikkan ranking IPM ini masing-masing negara berbeda. IPM satu negara dengan negara lain berbeda. Jadi kalau kita membandingkan IPM Indonesia dengan Singapura saja itu tidak apple to apple, kalau dilihat dari jumlah penduduk,” jelasnya.
Siklus IPM Indonesia, menurut dia, meliputi Tabungan Nasional-Investasi Nasional yakni Prenatal dan ASI, Usia Dini dan Anak-Anak, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, Perguruan Tinggi/Vokasi. Sementara untuk Investasi Lapangan Pekerjaan meliputi Angka Usia Produktif (18-65).
“Dari lingkaran ini, sebetulnya yang menjadi penting itu dua, pendidikan dan kesehatan. Pokoknya pendidikan dan kesehatan itu memang dua ujung tombak yang menentukan indeks pembangunan manusia,” tuturnya.
Oleh karenanya Prof Muhadjir menyebut, IPM diukur oleh tiga hal. Pertama, kesehatan. Dalam sektor kesehatan yang menjadi patokan adalah usia harapan hidup (life expectancy).
“Macam-macam variabelnya, termasuk stunting. Kalau stuntingnya masih tinggi, berarti usia harapan hidupnya masih rendah,” lanjutnya.
Diungkap Prof Muhadjir, pemerintah berupaya menurunkan angka stunting hingga menjadi 14% pada tahun 2024 mendatang.
Kedua, lama harapan sekolah. Prof Muhadjir menjelaskan, lama harapan sekolah didasarkan pada anak-anak yang lahir hari ini hingga nanti akhirnya mereka punya kesempatan dan peluang untuk menempuh pendidikan.
Ketiga, pendapatan perkapita. Mengacu pada siklus IPM Indonesia dan secara khusus mendukung sektor pendidikan, pemerintah menarget agar setiap desa memiliki minimal satu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
“Target kami satu desa, satu PAUD, termasuk TK. Jadi kalau mau membuat TK itu honor untuk PAUD dari bantuan rintisan PAUD, jadi kalau mau membangun itu bisa mengambil dari dana desa,” lanjutnya.
Ia menegaskan, PAUD menjadi sangat penting, sehingga ia mengimbau agar tidak hanya semangat mendirikan perguruan tinggi, tetapi juga mendirikan PAUD. Sehingga tidak boleh lagi ada anak usia dini yang tidak mengalami proses pendidikan.
Saat ini, sambung dia, pemerintah berfokus revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi. Ini penting dilakukan untuk mereka yang lulus dari SMA/SMK/MA kemudian melanjutkan ke perguruan tinggi.
Sayangnya, Prof Muhadjir juga menyebut generasi tersebut harus mengalami opportunity cost atau double pengeluaran dikarenakan status mereka yang menempuh pendidikan dan secara bersamaan siap bekerja.
“Karena itu siapapun yang bertahan di perguruan tinggi dan kemudian keluar, maka penghasilannya harus tinggi, karena mereka harus mengganti opportunity cost yang mereka keluarkan. Maka ini menjadi tugas berat rektor untuk memastikan lulusan perguruan tinggi mampu mendapatkan penghasilan yang layak,” imbuhnya.
Menko PMK mendorong agar lulusan perguruan tinggi mampu berwirausaha, setidaknya 60% lulusan Umsida mampu berwirausaha.
“Mudah-mudahan dengan seminar ini semakin meningkatkan kesadaran pentingnya pembangunan sumber daya manusia Indonesia dan juga perguruan tinggi terutama nanti bisa memberikan sumbangsih pemikiran, baik itu sektor pendidikan maupun kesehatan,” tandasnya.
Penulis Shinta Amalia Ferdaus Editor Sugeng Purwanto