Mengenang Mbah Sutekno, Pejuang Muhammadiyah Medalem; Liputan Mohamad Su’ud, Kontributor PWMU.CO Lamongan.
PWMU.CO – Perkembangan Muhammadiyah di Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, tak bisa dipisahkan dari peran Mbah Tek.
Meski pria bernama lengkap Sutekno kelahiran tahun 1945 itu tidak pernah mengenyam pendidikan sarjana, namun dedikasinya kepada Muhammadiyah, khususnya di Ranting Muhammadiyah Medalem, Kecamatan Modo, sangat besar.
“Beliau sosok pejuang yang tidak pernah menyerah dan tidak kenal lelah. Selalu punya cita-cita membesarkan dakwah Muhammadiyah dan membesarkan amal usaha Muhammadiyah di Medalem,” ungkap Tasir yang anggota Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Modo.
Di masyarakat, Mbah Tek dikenal supel dan luwes. “Pergaulannya memasyarakat. Orangnya sederhana. Ketokohannya sejak muda sudah kelihatan dengan segudang ide-ide kreatif dalam pengembangan di berbagai bidang. Baik segi pembangunan kemasyarakatan desa, pendidikan, kemasjidan dan bidang sosial lainnya,” urai murid Sutekno, tahun 1972 ini.
Peran di Pemerintah Desa
Cerita Tasir, saat itu masyarakat Dusun Ganggang, Desa Medalem Kecamatan Modo, kesulitan air bersih. Sumber tidak ada. Maka, sejak ada listrik tahun 1994 Mbah Tek punya gagasan untuk membuat sumur di tepi sungai. Kemudian dengan menggunakan pompa air disalurkan ke rumah warga dengan pipa paralon.
Peristiwa di atas, adalah salah satu contoh keaktifan Mbah Tek di masyarakat. Menurut Tasir, Mbah Tek selalu aktif dari saru periode kepala desa (kades) ke perioden berikutnya.
Setiap ada pergantian kades, Mbah Tek spesialis berkiprah di Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD)—sekarang Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK).
“Yang saya tahu persis mendampingi beliau sebagai ketua dan saya sekretaris di tahun 1990-1999, di bidang pertanian, peternakan, semisal paguyuban petani tebu, peternak sapi, kelompok tani dan lain-lain,” tambah mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lamongan ini.
Mbah Tek juga aktif sebagai Ketua Takmir Masjid al-Ikhlas Medalem. “Sejak saya kecil beliau sudah menjadi takmir dan peran Mbah Tek cukup signifikan memakmurkan masjid. Kegiatan peringatan hari besar Islam, majelis taklim, kegiatan sosial, peduli dhuafa. Beliau juga punya kepiawaian merancang kubah masjid diera tahun 1980-an itu beliau,” ungkapnya, Ahad (15/1/2023).
Tasir juga menceritakan, Mbah Tek juga yang menggerakan dan mendukung kegiatan rutin masjid, seperti pengajian Jumat Wage, kultum Maghrib, kuliah Subuh, dan sebagainya.
Memajukan Sekolah
Tahun 2000-2002 adalah era suram bagi SMK Muhammadiyah 6 Modo—waktu itu masih bernama Snakma Muhammadiyah—Mbah Tek terpanggil jiwanya. Dia menggerakkan beberapa warga Muhammadiyah Desa Medalem untuk merenovasi kantor, sepertimengganti beberapa genteng yang pecah, membuatkan tabir kantor dan kelas, serta merapikan bagian-bagian tembok yang sudah rapuh.
“Semua atas biaya pribadi Mbah Tek. Bahkan beliau turut menyumbang pembuatan almari kantor. Tidak hanya, itu Mbah Tek turut menggerakkan beberapa orang untuk menjadi donator Snakma Modo,” ungkap Muhanin, tokoh Muhammadiyah Medalem.
Pimpinan Ranting Muhammadiyah Medalem mengelola Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) Medalem yang berdiri 1 Mei 1960. Menurut Muhanin, kemajuan MIM itu, salah satunya, tidak lepas dari peran Mbah Tek.
“Mbah Tek pada akhir hidupnya telah merancang gapura menuju sekolahan dan punya rencana merenovasi gedung TPQ dan masjid, sehingga kader-kadernya merasa harus mewujudkan hal tersebut,” ujarnya.
Namun sebelum semua itu terwujud, lanjutnya, Mbah Tek sudah dipanggil oleh Allah. “Alhamdulillah semua amanah beliau sekarang sudah bisa diwujudkan oleh para kadernya,” kata dia.
Muhanin mengungkapkan, Mbah Tek sangat berwibawa. Dia mampu menggerakan jamaah sehingga kompak sekali. “Jamaahnya begitu tunduk dan taat pada perintahnya. Inilah yang sulit kita contoh. Sulit bagi kami, kini, untuk melakukanya,” tutur Muhanin.
Lilik Hartini, aktivis LKSA Muhammadiyah Cabang Modo juga merasa terkesan atas kepribadian Mbah Tek. “Beliau sosok tegas namun santun. Murah senyum dan besar empatinya,” terangnya.
Sosok Ayah Sabar
Dalam keluarga, Mbah Tek adalah sosok ayah yang penyayang dan penuh tanggung jawab. Dia dikarunia tiga orang anak yaitu Umihanik, Nurhayatin, dan M. Anshori.
“Kasih sayangnya bukan hanya untuk keluarga tapi untuk orang yang berada di sekitarnya,di manapun beliau berada”, tutur Nurhayatin.
Dia memberikan kesaksian bahwa ayahandanya itu hampir tidak pernah marah. “Kepada IbuDarmani juga sangat sabar. Kalau ibu marah-marah kecapean, bapak tidak pernah membalas marah. Jika ingin menghibur ibu pasti diajak pergi ke kebun, walau malam sekalipun,” ungkap Nurhayatin.
Kepada anak-anaknya, Mbah Tek sangat perhatian, termasuk yang dirasakan oleh Nurhayatin yang secara fisik berbeda. “Banyak pengalaman yang berkesan karena bapak selalu ada buat saya,” ungkapnya penyandang disabilitas itu.
“Bapak yang merawatku saat di Pondok Karangasem Paciran. Bapak juga sering menjenguk saya. Beliau pernah menangis saat berkunjung di pondok,” urainya.
Yang juga tidak bisa dilupakan oleh Nurhayatin, kenangan waktu kecil. “Saya waktu kecil sangat rewel tapi belum pernah bapak membentak ataupun memarahi saya sampai dewasa. Beliau mempunyai cara sendiri untuk menasehati anaknya,” kenangnya pada ayahnya yang meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2007. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni