Rintihan Pendosa Lebih Disukai daripada Suara Tasbih oleh Abu Nasir, Ketua PDM Kota Pasuruan.
PWMU.CO– Hari ini kita mulai memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Rasulullah menganjurkan agar umatnya memburu lailatul qadar di malam ganjil sepuluh hari akhir bulan penuh keberkahan ini.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Dari Aisyah radhiallahu anha, bahwa Rasulullah bersabda: “Carilah oleh kalian lailatul qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir Ramadhan.” (HR Bukhari No. 1913)
Lailatul qadar diyakini para ulama dan umat Islam akan hadir setiap tahun di bulan diturunkannya wahyu Allah. Perdebatan kapan datangnya malam istimewa itu sudah terjadi sejak zaman sahabat.
Khalifah Umar bin Khattab suatu ketika mengundang sahabat terkemuka zaman Nabi untuk memperbincangkannya. Tak terkecuali Ibnu Abbas, sahabat paling muda di antara mereka.
Kepada mereka Umar meminta pendapat kapan lailatul qadar turun. Masing-masing sahabat menyampaikan malam yang ke 21, 23, 25, 27, dan 29.
Umar menoleh kepada Ibnu Abbas. “Menurutmu kapan lailatul qadar turun, wahai Ibnu Abbas?” tanyanya.
Sang penghulu agama termuda menjawab: “Sesungguhnya Allah ganjil. Dia menyukai yang ganjil. Allah menciptakan langit tujuh sap, jumlah bilangan hari tujuh, mewajibkan thawaf dan sai tujuh kali, menciptakan manusia dalam tujuh tahap dan mengaruniainya dengan tujuh macam rezeki. Menurutku sisa 7 dari 30 hari adalah tanggal 23 Ramadhan. Lailatul qadar akan turun pada malam itu.”
“Kau mengetahui apa yang tidak aku ketahui,” kata Umar. “Bagaimana tujuh tahap penciptaan manusia dan tujuh macam rezekinya itu ?”
” Allah menciptakan manusia dalam tujuh tahap sebagaimana disebutkan dalam surat al-Mukminun ayat 12-14
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ سُلٰلَةٍ مِّنْ طِيْنٍ ۚ
12. Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah
ثُمَّ جَعَلْنٰهُ نُطْفَةً فِيْ قَرَارٍ مَّكِيْنٍ ۖ
13. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظٰمًا فَكَسَوْنَا الْعِظٰمَ لَحْمًا ثُمَّ اَنْشَأْنٰهُ خَلْقًا اٰخَرَۗ فَتَبَارَكَ اللّٰهُ اَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَۗ
14. Kemudian air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik.
Sedangkan tujuh macam rezekinya terdapat dalam surat Abasa ayat 27-32 :
فَأَنْبَتْنَا فِيهَا حَبًّا○ وَعِنَبًا وَقَضْبًا○ وَزَيْتُونًا وَنَخْلًا○ وَحَدَائِقَ غُلْبًا○ وَفَاكِهَةً وَأَبًّا○
Umar terdiam. Pendapat Ibnu Abbas bukan satu satunya dan tidak mesti diikuti. Kita boleh memilih sesui harapan dan keyakinan terhadapnya.
Kasih Sayang Allah
Kehadiran lailatul qadar tidak diberitahukan menurut para mufassir dikandung makna betapa besarnya kasih sayang Allah kepada hambaNya. Andai malam istimewa itu diberitahukan dan sang hamba sedang melakukan maksiat maka betapa besar dosa sang hamba kepadaNya. Yang Maha Rahman tidak ingin hambaNya berdosa besar kepadaNya di saat yang sama ia bermaksiat kepadaNya.
Bukankah Rasulullah pun tidak ingin umatnya mendistorsi kasih sayangnya akibat penolakanya kepada perintahnya?
Suatu ketika Nabi melihat seorang sahabat tidur dalam masjid. Ia perintahkan Ali bin Abi Thalib untuk membangunkannya agar berwudhu dan menunaikan shalat. Usai melaksanakan perintah itu Ali mendatangi Nabi dan berkata,”Ya Rasulullah, bukankah engkau orang yang paling awal melakukan kebaikan? Mengapa tidak kau lakukan sendiri tadi?”
Rasul yang mulia menjawab,”Bisa saja aku melakukannya sendiri. Tapi kalau dia menolak perintahku dia akan jatuh kepada pengingkaran. Tapi kalau dia menolakmu, dosanya tidak sampai ke situ.”
Jika Rasulullah saja begitu sayang kepada sahabatnya betapa tidak lebih besar kasih sayang Allah kepada hambaNya?
Rintihan Pendosa
Fakhr al-Razi menyebutkan dalam kitab tafsirnya Mafatih al-Ghayb bahwa faedah terahasia dari turunnya malaikat di malam lailatul qadar adalah ketakjuban malaikat pilihan yang dipimpin Jibril untuk menyaksikan amalan penduduk dunia yang tidak mereka saksikan di langit.
Mereka rindu di bumi orang-orang kaya mendatangi fakir miskin untuk memberi makanan dan orang- orang miskin makan apa yang diberikan orang kaya. Kehidupan saling memberi di antara manusia merupakan pemandangan yang unik dan menarik.
Dengan saling memberi kehidupan dan harmoni dunia terjaga, kasih sayang tersebarkan dan rasa keterancaman terhindarkan. Pemandangan ini tidak mereka lihat di dunia langit. Karena itu mereka rela turun berbondong-bondong ke bumi untuk mendecakkan kekaguman.
Mereka semakin takjub manakala mendengar suara rintihan pendosa yang mohon ampunan kepada Tuhannya. Suara itu lebih dicintai Allah daripada suara gemerincing tasbih, sebagaimana dikatakan dalam hadits qudsi: la aninal mudznibina ahabbu ila Allahi min zajlil musabbihina.
Para malaikat saling berseru,”Marilah kita turun ke bumi untuk mendengar suara yang lebih dicintai oleh Tuhan kita daripada suara gemerincing tasbih.”
Jika gemerincing tasbih menunjukkan sempurnanya ketaatan seorang hamba, maka suara rintihan pendosa di malam qadar itu menunjukkan keluasan ghafarah Allah Azza wa Jalla yang diberikan kepada hamba yang memohon ampun atas dosa dan salah mereka.
Seyogyanya di sepuluh hari terakhir Ramadhan penuhilah malam malamnya dengan berbagi makanan kepada fakir miskin dan merintihlah di hadapan sang Khaliq memohon ampunan.
Editor Sugeng Purwanto