Opini oleh Prima Mari Kristanto *)
PWMU.CO – Terpilihnya kembali Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sebagai penerima Anugerah Kampus Unggul (AKU) 2017 Perguruan Tinggi Swasta Kopertis Wilayah VII Jawa Timur, Rabu (17/5), adalah prestasi yang membanggakan. Sebagai warga Persyarikatan, penulis ikut gembira atas terpilihnya UMM yang dalam 10 tahun secara berturut-turut terpilih sebagai kampus swasta terunggul di Jatim.
Prestasi itu langsung melambungkan kenangan penulis saat kali pertama berinteraksi dengan UMM secara resmi yang terjadi sekitar tahun 1997 pada saat mengikuti Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK), yang mempertemukan para aktivis dan suporter dakwah kampus tingkat nasional. Secara tidak resmi, penulis sering menyambangi UMM yaitu di Masjid AR Fachruddin, ketika ada kesempatan pergi ke Malang atau Batu.
(Baca: 10 Tahun Berturut Raih Kampus Terunggul, Saatnya UMM Berkompetisi dengan Kampus Luar Negeri)
Penulis yang saat itu masih junior hadir sebagai cheerleader FSLDK, sekedar pemandu sorak alias suporter. Beruntung penulis punya waktu banyak untuk ‘thawaf’ mengelilingi kompleks UMM Tlogomas untk membuktikan akronim UMM sebagai Universitas Munggah Mudhun (Universitas Naik Turun) menyesuaikan geografis Tlogomas yang eksotis di lereng gunung.
FSLDK 1997 di UMM sendiri salah satunya melahirkan sebuah komitmen fenomenal mendukung aksi reformasi 1997/1998 dalam komando Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr M Amien Rais MA.
Segenap aktivis dakwah kampus turut bangga atas predikat yang diraih UMM baru-baru ini sebagai perguruan tinggi terunggul Kopertis VII Jawa Timur. Sebuah prestasi yang bisa jadi sebagai berkah reformasi; berkah dari kebaikan hati civitas UMM menjadi tuan rumah FSLDK 1997; berkah dari doa masyarakat sekitarnya yang terangkat ekonominya dari usaha rumah kos, foto copy, warung kopi, sampai tukang parkir dan penjual gorengan.
(Baca juga: Heboh Politik Tak Membuat Muhammadiyah Gagal Fokus dalam Besarkan Amal Usaha)
Yang tidak boleh dilupakan tentunya segenap civitas akademik UMM yang ikhlas dalam memajukan UMM. Buah keikhlasan yang mengantarkan jebolan rektornya menjadi menteri dari generasi ke generasi. Salah satu menteri yang legendaris dari UMM adalah Prof Dr Abdul Malik Fadjar: menjadi menteri dalam 2 generasi presiden yang berbeda. Diawali dari kabinet Reformasi Pembangunan Presiden Habibie tahun 1998-1999 sebagai Menteri Agama bersambung di kabinet Gotong-Royong Presiden Megawati 2001-2004 sebagai Menteri Pendidikan Nasional.
Ibarat pemain sepak bola beliau ini seperti Christian Gonzales di Arema Malang yang tetap menjadi pemain pilihan meskipun gonta-ganti pelatih. Tradisi menteri dari UMM dilanjutkan oleh Prof Dr Muhadjir Effendi MAP sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini.
Wajar jika saat ini prestasi UMM demikian moncer, mengingat rektor-rektornya berkualifikasi menteri yang lahir dari bawah, coming from behind. Otak dan ototnya terbentuk dari keterbatasan membesarkan perguruan tinggi swasta yang tentu lebih sulit daripada membesarkan perguruan tinggi negeri yang penuh fasilitas dari negara. Siapa kenal Prof Dr Ahmad Malik Fadjar, Prof Dr Muhadjir Effendy, Drs Fauzan MPd sebelum jadi menteri atau rektor?
(Baca juga: 6 Unmuh Masuk 22 Kampus Unggul di Jatim: UMM Juara Pertama sejak 10 Tahun Lalu)
Sama seperti warga Persyarikatan lainnya, beliau–beliau mengabdi di Persyarikatan khususnya di amal Usaha Muhamamdiyah (AUM) tentu tidak mikir jadi pejabat, rektor, apalagi menteri. Semuanya dilakukan dengan ikhlas demi mengangkat nama Persyarikatan sesuai passion-nya di bidang pendidikan tinggi. Menelusuri jejak Prof Dr Ahmad Malik Fadjar sendiri, beliau sebagai kader Muhammadiyah Yogyakarta yang pernah menjalani penugasan sebagai anak panah ke pelosok NKRI untuk mengenalkan Muhammadiyah.
Selain Prof Dr Ahmad Malik Fadjar, ada Prof Dr Ahmad Syafi’i Ma’arif, KH AR Fachruddin dan lain-lain. Generasi-generasi yang mencerdaskan bangsa di pelosok negeri jauh sebelum ada Program Indonesia Mengajar gagasan Anies Baswedan. Wajar jika kemudian Prof Dr Ahamd Malik Fadjar demikian militan saat berjuang membesarkan UMM.
Kebesaran dan prestasi UMM yang berbasis ormas Islam di atas perguruan tinggi lain se-Kopertis VII Jawa Timur menegaskan jati diri ISLAM sebagai pelopor perguruan tinggi. Sejarah mencatat peradaban ISLAM di Fes Maroko mendirikan Universitas Al Karaouine pada tahun 859. Berawal dari sebuah masjid kemudian berkembang menjadi pusat pengajaran ilmu alam terkemuka.
(Baca juga: Berharap Haedar Nashir Ikuti Langkah Raja Salman: IPO-kan AUM Kesehatan)
Universitas Al Azhar Kairo Mesir sebagai Universitas tertua ke-2 berdiri pada tahun 970 mengajarkan sastra, litaratur Islam Arab Sunni, dan pengetahuan modern lainnya. Khazanah keilmuan yang saat ini terkotak-kotak ilmu agama, ilmu umum, ilmu pasti, ilmu alam pada awalnya tidak demikian. Ilmu agama Islam, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial sebagai satu kesatuan hasil intisari Alquran, Assunnah, qiyas, dan ijtihad ulama.
Ilmuwan-ilmuwan muslim bidang sains, sosial seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun dan lain-lain selain sebagai ilmuwan sains, teknologi juga sebagai ahlul Alquran, ahlul Assunnah dan ahlul ibadah. Sekularisasi ilmu pengetahuan menjauhkan sains dan teknologi dari agama. Hampir sama dengan jargon sekuler tentang seni untuk seni.
Dengan prestasi UMM saat ini semoga menjadikan umat Islam lebih percaya diri mengembangkan sumber daya manusia unggul melalui intstitusi pendidikan berbasis ormas Islam. Mengembangkan insan unggul dalam bidang sains, teknologi terintegrasi bersamaan dengan Ulumul Quran, Assunnah, dan ibadah.
(Baca juga: Sunrise of Java dan Manajemen Kartu Skor Berimbang RS PKU Muhammadiyah Rogojampi)
Cukuplah peran sains teknologi saat ini di tangan kaum sekuler yang memisahkan agama dengan segala urusan sendi kehidupan dunia termasuk bidang sains dan teknologi. Sains dan teknologi yang semakin memperlebar kesenjangan ekonomi dan kesejahteraan antar manusia, antarras, antargolongan dan antaragama.
Tantangan selanjutnya dalam pengembangan perguruan tinggi swasta yaitu minimnya subsidi pemerintah yang memprioritaskan perguruan tinggi negeri. Dengan demikian biaya pendidikan di perguruan tinggi swasta termasuk milik Muhammadiyah menjadi mahal. Perlu kiranya mengusulkan jihad konstitusi demi memberikan perhatian dan subsidi pada perguruan tinggi swasta yang telah terbukti unggul dalam ikut mencerdaskan bangsa.
Barakallah UMM yang telah menjadi kebanggaan warga Muhammadiyah bersama segenap aktivis dakwah kampus. Teriring doa untuk kemajuan-kemajuan UMM berikutnya di segala bidang step by step secara kaffah memancarkan energi Alquran dan Assunnah dengan lantunan serta goresan ayat-ayat kauliyah dan kauniyah. Wallahu alam Bishshawab – Alhaqqu Mirabbika Falaa takunanna minal mumtarin.
*) Prima Mari Kristanto, warga Muhammadiyah Lamongan; aktivis Lembaga Dakwah Kampus Universitas Airlangga 1997-2002