PWMU.CO – Empat prinsip CLIL pada pembelajaran Cambridge dikupas dalam Workshop on Designing Cambridge-Based Instructional Instruments, Jumat (1/9/2023).
Prof Dr Sri Rachmajanti Dip TESL MPd mengatakan, para imigran awalnya menggunakan pendekatan ini di dataran Eropa agar lebih mudah dan lebih cepat menguasai Bahasa Inggris. “CLIL singkatan dari Content and Language Integrated Learning yang merupakan salah satu bentuk praktik baik dari proses belajar mengajar yang berlangsung dalam Bahasa tambahan, bisa menggunakan Bahasa Inggris, Arab, Prancis, atau lainnya,” jelas Luki, sapaan akrabnya.
Penggunaan 4 prinsip pendekatan CLIL yakni content, communication, cognition, dan culture. Content adalah pokok materi/topik dalam sebuah pembelajaran. Communication merupakan menggunakan bahasa sebagai input pembelajaran, proses pembelajaran, dan hasil pembelajaran.
Cognition merupakan proses belajar dan berpikir siswa selama mempelajari content. Culture adalah berkembangnya kesadaran antarbudaya dan warga global pada diri siswa.
Luki menempatkan content pada hal mendasar pertama di CLIL karena menentukan masukan bahasa. “Keempat prinsip CLIL ini sejalan dengan kemampuan abad 21 yakni character/compassion, citizenship, critical thinking, creativity, dan collaboration,” ungkapnya.
Prinsip Komunikasi
Teacher Support Cambridge International Centre ID 110 itu menjelaskan, content adalah hal pertama sebagai input pokok bahasan siswa. Penggunaan bahasa mendukung content yakni communication. “Prinsip communication ada 3 bagian yakni Language of Learning, Language for Learning, dan Language through Learning,” jelasnya.
Dalam konsep “The language Triptych”, kata dia, Language of Learning merupakan modal dalam belajar bahasa yaitu siswa belajar topik atau konten dengan menggunakan bahasa Inggris. “Language of learning merupakan input bahasa yang digunakan siswa dalam belajar, meliputi vocabulary, penggunaan language feature yang digunakan untuk mendukung tujuan pembelajaran,” ujarnya.
Sementara itu, lanjut Luki, Language for Learning merupakan proses siswa dalam memahami bahasa melalui asking and giving question, discussion, respond someone or something. “Language through Learning merupakan bahasa yang digunakan dalam menunjukkan hasil dari apa yang telah siswa pelajari, seperti menulis cerita, menyusun projek atau mempresentasikan projek atau hasil belajar siswa,” jelasnya.
Di samping itu, lanjutnya, ada dua tahapan communication yang siswa dapat mencapainya, yakni BICS dan CALP. “BICS yakni Basic Interpersonal Communicative Skill merupakan penggunaan bahasa dalam berkomunikasi sehari-hari di kelas. Seperti simple instruction, perkenalan, menanyakan kabar, dan lain sebagainya,” jelasnya.
Tahapan Kognitif
Sedangkan CALP (Cognitive Acedemic Language Proficiency), kata Luki, merupakan bahasa spesifik untuk mengenalkan subjek bahasan. “Dalam pendekatan CLIL, cognition memiliki tahapan perkembangan mulai dari lower-order cognitive demands hingga higher-order cognitive demands,” ujarnya.
Luki menambahkan, memulai tahapan cognitive bisa dari recalling, understanding, applying, analysing, evaluating, dan tahapan tertinggi yakni creative thinking. “Pada tahap recalling siswa dapat mengidentifikasi topik yang diberikan dengan pertanyaan pemantik seperti what can you see in the picture?” ujarnya memberi contoh.
Sedangkan tahapan understanding dengan topik ekosistem, lanjutnya, dapat meminta siswa membuat empat tabel dengan jenis hewan yang berbeda-beda di tiap ekosistemnya. “Pada tahapan applying, memberi pertanyaan pemantik kepada siswa seperti, is there an ecosystem like this near your school? Why or why not, untuk mengasah kemapuan berpikir kritis siswa,” ungkapnya.
Tahapan selanjutnya yakni analysing. “Pada tahap ini kita dapat meminta siswa menganalisis hewan atau tumbuhan di sekitarnya yang dapat dimakan dan tidak dapat dimakan, serta apa alasannya,” jelas Luki.
Tahap high–order cognitive selanjutnya yakni evaluating. “Tahap ini mengajak siswa berpikir kritis untuk dapat mengevaluasi fenomena yang terjadi di sekitarnya dan hal apa yang akan mereka lakukan dengan fenomena yang terjadi. Tahapan higher-order cognitive demands yang paling tinggi yakni creative thinking,” ujar Luki.
Ia meyakini dengan pendekatan cognition pada CLIL, berharap siswa mampu menumbuhkan dan mengembangkan proses berpikir creative thinking dalam menghadapi segala kondisi. “Culture dalam pendekatan CLIL mengandung makna agar siswa dapat mengetahui dan memahami budaya yang ada di luar kelas mereka,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Luki, melakukan projek dan pertukaran budaya dengan sekolah dari negara lainnya juga bagian dari culture. “Membangun atmosfir kelas yang dapat menumbuhkan budaya kooperatif dan respectful satu sama lainnya,” ujarnya. (*)
Kontributor Nur Aini Ochtafiya. Editor Ria Pusvita Sari.
Informasi inden/titip nama https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSdOgmfg-pOt2QEMHIImTgyGNFbNPGOf6IsF0q7qHOXUbuA75w/viewform?usp=sharing