PWMU.CO – Generasi mudah sakit hati, agar tidak menjadi anak yang rapuh bekali dengan ini. Demikian yang disampaikan Muflich Hasyim, Sabtu (3/2/24).
Anggota Majelis Dikdasmen dan PNF Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sidoarjo Drs Muflich Hasyim MPd, menyampaikannya dalam “Parenting dan Sosialisasi Kegiatan Akhir Tahun Kelas 9 SMP Muhammadiyah 10 Sidoarjo (Miosi)”. Kegiatan berlangsung di aula sekolah.
Dalam sambutannya, Moch Muqhir SAg MPd, kepala SMP Miosi mengucapkan rasa terima kasihnya atas perhatian menghadiri acara parenting ini. Muqhir lalu menjelaskan terkait macam-macam anak. “Anak itu ada yang menjadi qurratu a’yun, perhiasan, ujian, dan musuh. Coba kita instropeksi, anak kita menjadi bagian anak yang apa, lalu kita ikhtiarkan perbaikan ke depannya,” jelasnya.
Pada sesi materi, Muflich Hasyim berpesan, menyepelekan anak risikonya sangat besar. “Pernah lihat anak SMP sudah ditangkap polisi, karena narkoba, pornografi, tawuran? Tingkah polanya anak akan berpengaruh kepada orangtua,” pesannya.
Anak beradab lebih berharga daripada anak pintar. Anak sekarang pintar main HP tetapi sikapnya masih diragukan. “Dalam al-Quran, orangtua diminta menjaga generasi selanjutnya,” paparnya.
Muflich kemudian mengutip firman Allah dalam al-Quran Surat an-Nisa ayat 9: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Generasi Mudah Sakit Hati
Kepala Sekolah Berprestasi tingkat Jawa Timur tahun 2013, itu lalu berpesan agar kita resah dengan generasi selanjutnya, yakni generasi yang lemah takwanya. “Anak sekarang itu rapuh, anak sekarang dihina sudah mudah sakit hati, kalau punya takwa siswa tidak mudah kecewa karena bergantung pada Allah,” ujarnya.
Permintaan anak yang selalu diharapkan dari orang tuanya.
Anak mempunyai permintaan meskipun tidak diucapkan, yang pertama yaitu cintailah aku sepenuh hatimu, “Mari kita mencintai anak kita dengan segala kelebihan dan kekurangannya, selain itu menyekolahkan anak disekolah agama adalah menjadi bukti cinta orang tua,” jelasnya.
Lalu, jangan marahi anak di depan orang banyak, habis raporan anak langsung dimarahi, orangtua boleh marah tetapi caranya tetap baik. Dia juga menambahkan, agar jangan membandingkan anak dengan siapapun. “Jangan bandingkan anak dengan kakak atau adiknya atau orang lain. Kalau kita sendiri saja tidak mau dibandingkan, apalagi anak kita,” ungkapnya.
Muflich Hasyim melanjutkan permintaan anak terhadap orangtuanya, bahwa kian hari umur anak kian bertambah. “Maka jangan selalu anggap aku anak kecil, biarkan anak mencoba, lalu beritahu bila salah, lalu jangan ungkit-ungkit kesalahanku,” paparnya. (*)
Penulis Mahyuddin. Editor Darul Setiawan.