Puasa Senjata Perang Kemampuan Melawan Keinginan; Oleh Prof Dr H Zainuddin Maliki MSi.
PWMU.CO – Kalau diminta menyebut perang yang susah berhenti dan susah diajak melakukan gencatan senjata apalagi damai, kita tidak hanya bisa menyebut zionis Israel yang tengah memerangi Palestina. Kita juga bisa menyebut perang antara ‘kemampuan’ di satu pihak dan ‘keinginan’ di pihak yang lain.
Dua kekuatan itu, kemampuan vs keinginan, terus berperang dan susah kompromi. Susah berhenti. Susah diajak gencatan senjata. Sepanjang hayat dikandung badan, keduanya berkompetisi tanpa henti. Memerlukan kecerdasan, kesabaran dan literasi yang tinggi untuk mengajak damai.
Perang Tak Seimbang
Seringkali perang di antara keduanya – kemampuan vs keinginan – acapkali berjalan tak seimbang. Kemampuan sering kalah melawan keinginan. Masalahnya kemampuan sifatnya terbatas, sedangkan keinginan tak terbatas.
Untuk mendapatkan kekuatan, kemampuan membutuhkan dukungan skill, kecerdasan, kreativitas, penguasaan iptek, kerja keras dan kerja cerdas. Butuh dukungan modal finansial dan juga modal sosial. Untuk mendapatkan semua dukungan itu juga tidak mudah.
Sebaliknya keinginan cenderung tak terbatas. Ditambah cawe-cawenya pihak ketiga yang turut campur, namanya “nafsu”. Nafsu cenderung berpihak. Dia selalu siap dan dengan sukarela membantu melambungkan daftar keinginan seseorang.
Menggunakan bahasa al-Quran sifat keinginan itu cenderung kumulatif atau menumpuk-numpuk tanpa henti, alqanatiril muqantarah yang kalau di terjemah menggunakan bahasa ekonomi kecenderungan rising demand, yaitu munculnya sebuah gejala berupa keinginan yang terus meningkat pada diri seseorang.
Coba saja perhatikan cara keinginan itu terus berakumulasi. Sudah punya satu ingin mendapatkan dua. Setelah mendapatkan dua, ingin mengejar yang ketiga. Ketika yang ketiga sudah ada di tangan, apakah keinginan berhenti di situ? Tidak. Manusia, meski tubuh dan pikirannya sesungguhnya sudah lelah pun acapkali masih tetap berambisi untuk mendapatkan yang keempat, kelima dan seterusnya. Keinginan cenderung muncul tanpa ujung.
Dalam surat Ali Imran 14, Allah menegaskan bahwa memang manusia diberi keinginan dan berbagai kesenangan. Dijadikan terasa indah pada (pandangan) manusia, demikian kata Alquran, kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu perempuan-perempuan, anak-anak, harta yang menumpuk dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Namun, al-Quran mengingatkan bahwa semua kesenangan itu adalah kesenangan hidup di dunia dan diingatkan bahwa ada yang lebih menyenangkan yaitu surga tempat terbaik ketika kita nanti kembali di sisi Allah.
Waspadai Penyakit Deprivasi
Waspadalah ketika kemampuan kita dikalahkan oleh deretan keinginan. Dalam posisi ini akan mudah terjangkit penyakit deprivasi, sebuah penyakit di mana seseorang mengalami kesenjangan antara keinginan dan kemampuannya. Kemampuan yang mereka miliki tidak cukup untuk mengejar daftar keinginannya.
Semakin berbahaya jika deprivasi itu bersifat progresif. Dalam situasi seseorang mengalami deprivasi progresif, daftar keinginannya terus tumbuh berkembang. Sebaliknya kemampuan yang dimilikinya justru semakin melemah.
Jika seseorang mengalami penyakit deprivasi progresif seperti ini ia akan mudah kehilangan nalar dan pikiran warasnya. Keinginan besarnya bisa berubah menjadi hantu. Menghantui untuk terus mengejarnya. Tidak peduli jatuh bangun dan dibuatnya lelah, tetapi ujungnya kecewa. Tentu kecewa karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki membuat keinginannya itu tak tercapai. Jika sudah begini seseorang akan mudah mengalami depresi dan dengan mudah menerabas atau berperilaku menyimpang.
Berbahagialah bagi orang yang keinginannya berhasil dikalahkan dan kemampuannya dimenangkan. Puasa yang juga dimaknai imsyak, pengekangan, salah satu hikmahnya adalah sangat bermanfaat membantu mengekang dan menjinakkan keinginan. Jika keinginan dapat dijinakkan dan sepenuhnya dapat kita kendalikan maka kita akan dengan mudah mengarahkan ke mana arah keinginan akan berlabuh.
Sebagai insan bertakwa sebagai buah puasa tentu kita akan arahkan keinginan kita itu, bukan hanya untuk mewujudkan keinginan dan kesenangan duniawi tetapi lebih dari itu. Sembari kita terus berdoa untuk dikuatkan kemampuan kita mewujudkan keinginan yaitu tentu untuk memperoleh kehidupan yang yang diridhai Allah sehingga menyenangkan di dunia dan menyenangkan di akhirat. Amin ya rabbal alamin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni