PWMU.CO – Membantu dengan cinta tidak menebar kebencian, itulah itulah yang dilakukan Muhammadiyah untuk Rohingya. Begitu penjelasan Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) atau Muhammadiyah Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Rahmawati Husein.
Kepada PWMU.CO di hotel Haris, Malang, ( 16/9), pakar Kebencanaan ini bercerita banyak tentang kondisi aktual Myanmar. Maklum saja, dalam 2017 ini, perempuan yang akrab disapa Ama ini telah 3 kali mengunjungi Myanmar, Januari dan Idul Adha kemarin. Diantara lokasi yang ditinjau adalah Rakhine, lokasi konflik yang melibatkan etnis Muslim Rohingya.
“Keberadaan Muhammadiyah di wilayah konflik tersebut menjadi suatu sesuatu yang sangat berharga bagi masyarakat Rohingya maupun pemerintah Myanmar,” begitu jelas Ama.
(Baca juga: 3 Kali Berkunjung di 2017, Inilah Foto-foto Pengungsi Rohingya yang Diabadikan Rahmawati Husein)
“Pasalnya Muhammadiyah punya keahlian dan pengalaman dalam memenegement aksi-aksi kemanusiaan di daerah konflik. Dan, itu mendapat pengakuan dari dunia,”tambahnya lagi tentang alasan Muhammadiyah .
Dalam studi lapangan ini, Ama menceritakan bahwa konflik di Rakhine, dan Myanmar umumnya, sangat kompleks. “Perlu diketahui bahwa yang terjadi di sana adalah multikonflik, dan itu tidak mudah untuk menanganinya.
“Banyak LSM yang hanya punya semangat saja, tapi tidak mengerti apa yang harus dilakukan ketika sudah terjun langsung ke lapangan,” terang Ama. “Di Rohingya itu tidak ada pendidikan, dan juga tidak ada yang mengajari jadi kitalah yang memberi pelatihan pada mereka.”
(Baca juga: Muhammadiyah Tembus 10 Miliar untuk Rohingya, Donasi dari Jatim 4 Miliar)
Jika ada sekolahan pun, tambah Ama, kondisinya sangat memprihatinkan. “Karena guru yang dari Budha sudah tidak berani lagi mengajar karena diancam oleh komunitasnya sendiri. Sehingga Muhammadiyah menggantikan peran mereka, meski masih kurang tenaganya.”
Perlu diketahui bahwa di Myanmar itu ada 115 etnis, sementara di Rakhine terdapat 13 etnis. Dan, 4 etnis dari 13 itu berkonflik. “Nah hal – hal seperti ini yang tidak difahami banyak orang terutama masyarakat Indonesia, sehingga seringkali salah dalam menyampaikan informasi pada khalayak.”
Sementara di Myanmar sendiri ada 11 konflik etnis yang sedang berlangsung. “Jadi, masalahnya sangat rumit dan kompleks sekali. Tidak hanya terkait agama.”
Karena itulah, kata Ama, Muhammadiyah di sana mengutamakan untuk meletakkan dasar pendidikan guna mencerdaskan dan memintarkan mereka. Selain itu, Muhammadiyah punya peran besar dalam perbaikan ekonomi. “Karena yang menjadi pemicu utama konflik adalah persoalan ekonomi.”
(Baca juga: Koin untuk PSSI, Pemuda Muhammadiyah Dukung Bobotoh Persib Soal Koreo Save Rohingya)
Kalau boleh disimpulkan, kata Ama, upaya Muhammadiyah di Myanmar seperti kembali pada masa KH Ahmad Dahlan. “Saya sudah tiga kali ke sana dan satu – satunya perempuan betapa mereka yang ada di sana merasa aneh melihat saya perempuan sendiri.”
Upaya KH Ahmad Dahlan satu abad yang lalu benar- benar mengajarkan kita tentang PKO (Penolong kesengsaraan Oemoem) dalam arti untuk semua orang bukan hanya umat Islam saja. “Nah, melalui pendidikan dan kesehatan, Muhammadiyah telah membantu Myanmar untuk mengurangi ketegangan juga untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.”
Kita harus membantu berbasis hak , jangan seperti lainnya membantu berbasis yang disukai. (uzlifah)