Muhammadiyah turut berkontribusi dalam membangun kesejahteraan generasi cerdas bangsa Indonesia di era 2045 bahkan seterusnya. (Istimewa/PWMU.CO).
Oleh Ega Nanda Putri Ayuana (Civitas Academica Universitas Muhammadiyah Ponorogo)
PWMU.CO – Waktu silih berganti, zaman terus berkembang. Dari kolonial hingga reformasi, penjajahan hingga kemerdekaan. Begitupun dengan tradisional hingga modern seperti kehidupan “Gen Z” saat ini.
Mobilitas globalisasi berjalan cukup cepat dan membawa banyak tuntutan serta faktor pendorong yang menunjukkan banyaknya sub-bidang yang telah mengalami perubahan secara signifikan. Bidang-bidang tersebut meliputi teknologi, kebudayaan, pendidikan, ekonomi, kesejahteraan, dan masih terdapat beberapa aspek yang dikaji.
Guna menghadapi derasnya arus globalisasi yang berkembang sangat pesat, setiap insan perlu terbekali pemikiran yang kritis dan cerdas terhadap berbagai bentuk struggle sekaligus fokus penyelesaian suatu permasalahan.
Di era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), kita harus memiliki landasan sikap open-minded terhadap pengaruh yang ditimbulkan. Pasalnya, hal tersebut tentu tidak terlepas dari adanya pro dan kontra yang menganggap suatu aspek terjadi cenderung mengarah pada hal positif maupun negatif.
Maka dari itu, di antara celah-celah pemikiran suatu generasi diperlukan adanya “Pendidikan” bermutu sesuai dengan kurikulum yang berlaku pada negara yang bersangkutan, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perjalanan Dunia Pendidikan Indonesia
Di Tanah Air, jumlah peserta didik pada 2024 sebanyak 52.913.427 siswa, dan belum terhitung dengan jumlah mahasiswa yang tersebar di seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Data tersebut berdasarkan dari hasil riset Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang.
Berbincang terkait persoalan pendidikan, hal ini menjadi topik pembahasan yang sangat krusial. Pendidikan di negara Indonesia telah melalui berbagai perjalanan menarik yang penuh lika-liku sejak zaman Hindia Belanda hingga era digital seperti saat ini.
Pada masa penjajahan, rakyat pribumi tidak mendapatkan keadilan untuk pendidikan yang layak, karena pada saat itu pendidikan tampak tidak ada gunanya bagi kalangan rendah dan rakyat biasa. Sehingga hanya kalangan bangsawan saja yang kerap dapat mengetahui bagaimana rasanya menuntut ilmu.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, sistem pendidikan nasional mengalami transformasi, seluruh lapisan masyarakat menanamkan jiwa semangat yang bergemuruh untuk memperjuangkan hak akses pendidikan pribumi yang merata. Hal ini sesuai dengan bunyi Pancasila yang ke-5, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada awal era reformasi 1975, pendidikan berguna sebagai alat pembangunan nasional, mewajibkan anak Indonesia mendapatkan pendidikan dasar dengan program wajib belajar sembilan tahun.
Hal tersebut juga tersosialisasikan oleh Millenium Development Goals (MDGs) yang memberikan dorongan pada partisipasi pendidikan. Kemudian membawa pengalihan fokus pendidikan pada pemberdayaan siswa dalam kurikulum yang lebih inklusif. “Intervensi Gerakan Pencerahan Muhammadiyah dalam Pendidikan Generasi Emas Indonesia Berkemajuan”.
Tidak berhenti begitu saja, menurut saya sesuai fakta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kualitas pendidikan di Indonesia tergolong relatif rendah. Memang benar, perkembangan IPTEK berupa jaringan internet telah merajalela dalam segala segi kehidupan, namun tidak semua khalayak terutama rakyat Indonesia dapat mengakses kemudahan tersebut.
Pada hakikatnya, wilayah Nusantara ini terbentang dari Sabang sampai Merauke, serta terpisahkan dengan adanya lautan dan kepulauan. Sehingga setiap wilayah memiliki kondisi geografis dan sosial yang berbeda pula. Terpantau jarang sekali, anak-anak di daerah pedalaman mendapat pendidikan yang layak.
Mayoritas mereka harus berjuang terlebih dahulu untuk memperoleh hak pendidikannya. Lantas, bagaimana jalan keluar yang ditembusi untuk penanganan permasalahan tersebut?
Faktor Penting Pencapaian Belajar Optimal
Hasil penelitian Badan Penelitian Pengembangan dan Perbukuan serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Balitbang Perbukuan dan Kemendikbudristek) bersama The SMERU Research Institute, pada Juli 2021, mengungkap faktor penting dalam meraih pencapaian belajar yang optimal.
Dapat diketahui bahwa hingga 2020, tren partisipasi pendidikan Indonesia lebih menurun, seiring semakin tingginya jenjang. Di samping itu, peran orang tua juga sangat penting dalam transisi akademik. Pendidikan di Indonesia saat ini masih menghadapi berbagai macam tantangan.
Di antaranya adalah ketidakmerataan infrastruktur dalam pembelajaran, biaya pendidikan yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi, tingginya angka putus sekolah, dan kesenjangan antar daerah karena terbatasnya akses yang tersedia.
Dalam hal ini, pembangunan pendidikan nasional di Indonesia memang belum tersebar secara merata. Tetapi pemerintah masih terus berupaya dengan mencanangkan berbagai program terarah dan berkesinambungan melalui paradigma yang berorientasi memberikan layanan pendidikan secara prima sesuai dengan kebutuhan rakyat Indonesia.
Selain peran pemerintah, juga perlu adanya kontribusi lembaga/instansi, pihak swasta, dan seluruh lapisan masyarakat demi mewujudkan Indonesia emas yang berkemajuan. Upaya dan gagasan yang dianggap selaras dengan tujuan tersebut yaitu “Muhammadiyah dan gerakan pencerahan perubahannya”.
Muhammadiyah merupakan suatu gerakan dakwah Islam yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di Daerah Istimewa Yogyakarta. Intervensi dari Muhammadiyah sendiri membawa dampak yang cukup besar pada dunia pendidikan untuk memajukan kehidupan dan mencerdaskan bangsa sebagaimana telah disebut dalam pembukaan dan batang tubuh Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945.
Dalam konteks ini, gerakan pencerahan memberikan arti penguatan dan pendalaman pada visi misi Muhammadiyah yang disesuaikan dengan perkembangan pendidikan di Indonesia. Adapun konsep pencerahan untuk membangun Indonesia maju yakni menyeimbangkan kebaikan, keadilan, serta keutamaan hidup seluruh umat manusia secara dinamis.
Sesuai perintah Allah SWT dalam Q.S. At-Taubah ayat 122, Allah berfirman agar umat-Nya diharuskan mencari ilmu pengetahuan dan mengajarkannya kepada orang-orang yang beriman lainnya.
Kontribusi Muhammadiyah Bangun Pendidikan Nasional
Gerakan pencerahan Muhammadiyah yang bersifat transformatif, memberdayakan, dan menghadirkan islam di tengah masa globalisasi, sangat diperlukan pada kehidupan yang terus berjalan. Peran penting Muhammadiyah dalam sektor pendidikan dapat dilihat secara nyata dengan adanya lembaga pendidikan yang bergerak.
Baik dari jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTS), Madrasah Aliyah (MA), Pondok Pesantren, bahkan adanya Perguruan Tinggi “Universitas Muhammadiyah” yang telah tersebar pada seluruh belahan wilayah di Indonesia.
Menurut data terbaru, disampaikan bahwa Muhammadiyah dan Aisyiyah memiliki 164 Perguruan Tinggi, yang terdiri dari 90 Universitas, 27 Institut, 41 Sekolah Tinggi, 5 Politeknik, dan 1 Akademi.
Bahkan pada perguruan tinggi Muhammadiyah ini terdapat pula beberapa mahasiswa non-muslim, mengingat Indonesia terdiri dari enam keagamaan dan keanekaragaman budaya.
Maka dari itu, gerakan pencerahan ini ditujukan kepada seluruh khalayak agar mendapatkan pendidikan yang baik dengan mengedepankan tingginya toleransi antar sesama generasi bangsa.
Di sisi lain, apabila terdapat kendala ekonomi bagi beberapa mahasiswa untuk menuntut pendidikannya, pihak Muhammadiyah juga menyelenggarakan berbagai pilihan program beasiswa yang dapat dimanfaatkan oleh mereka agar dapat mengurangi kesenjangan ekonomi di kalangan pelajar.
Tatanan sistem pendidikan pada Muhammadiyah menyiapkan generasi emas Indonesia yang berkompetensi dan intelektual karena balance atau seimbang antara ilmu keagamaan atas kesadaran akan kehadiran Allah SWT, sekaligus menguasai ilmu pengetahuan, seni, dan teknologi.
Muhammadiyah juga menyadari bahwasanya penyelenggaraan suatu pendidikan pada dasarnya adalah tugas negara, dengan ini seluruh struktur lembaga pendidikan Muhammadiyah mengambil peran sebagai pendukung dengan penerapan kurikulum pembelajaran yang telah ditetapkan oleh pihak pemerintah, yang dikenal dengan “Kurikulum Merdeka”.
Di samping itu, perlu diketahui pula, bahwasanya pada 2024 ini, mayoritas perguruan tinggi “Universitas Muhammadiyah” telah memperbaharui sistem kurikulumnya yang telah dipadukan dengan prediksi kebutuhan bangsa beberapan tahun kedepan. Hal ini sejalan dengan arti “tajdid” dalam perspektif islam yaitu gerakan pembaruan.
Dengan adanya implementasi Muhammadiyah dan konsep gerakan pencerahan menuju Indonesia berkemajuan pada bidang pendidikan, sekaligus keterlibatan seluruh masyarakat yang mendukung langkah ini, menjadikan nilai pendidikan Indonesia berkembang dengan ajaran islam dan dunia global untuk membangun kesejahteraan generasi cerdas bangsa Indonesia di era 2045 bahkan seterusnya.
Editor Danar Trivasya Fikri