Nyai AHmad Dahlan alias Siti Walidah, salah satu Tokoh Perempuan Pejuang Perempuan di Indonesia. (Foto PP Muhammadiyah).
Oleh Nashrul Mu’minin
PWMU.CO – Nyai Ahmad Dahlan, atau Siti Walidah, adalah salah satu tokoh perempuan yang menjadi inspirasi perjuangan dalam pendidikan dan pemberdayaan perempuan di Indonesia. Perjuangan beliau dimulai dari lingkungan keluarga ulama di Kauman, Yogyakarta.
Pendidikan agama yang diajarkan sejak dini memberikan dasar yang kuat bagi pemahaman Islam yang mendalam, termasuk bahasa Arab dan tafsir Al-Qur’an. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
“وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ”
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan kebajikan, dan berkata, ‘Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?'” (QS. Fussilat: 33),
Keberanian sejak Muda
Pada usia muda, Nyai Ahmad Dahlan telah menunjukkan keberanian untuk mengajar di Langgar Kiai Fadhil, tempat ia membantu ayahnya dalam memberikan ilmu agama.
Ketika menikah dengan Kiai Ahmad Dahlan pada 1889, ia menjadi mitra yang sejajar dalam perjuangan mendirikan Muhammadiyah. Kesetaraan ini mencerminkan pentingnya kedudukan perempuan dalam Islam, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
“وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ”
“Dan para perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.” (QS. Al-Baqarah: 228).
Peran besar Nyai Ahmad Dahlan terlihat dalam pendirian organisasi perempuan, Sopo Tresno, yang kemudian berkembang menjadi Aisyiyah pada 1917. Ia memahami bahwa perempuan harus memiliki akses terhadap pendidikan dan pemahaman agama yang mendalam.
Melalui Aisyiyah, Nyai Ahmad Dahlan membuka jalan bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan formal dan non-formal. Pemikirannya ini didasarkan pada ayat Al-Qur’an:
“يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ”
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11).
Selain itu, perjuangannya untuk menghapuskan kawin paksa menunjukkan bahwa ia adalah sosok yang berani melawan tradisi patriarki yang merugikan perempuan. Pandangan Nyai Ahmad Dahlan ini merefleksikan keadilan dalam Islam, sebagaimana Allah SWT berfirman:
“إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ”
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58).
Peran strategis lainnya adalah keberaniannya memimpin Kongres Muhammadiyah ke-15 di Surabaya pada tahun 1926. Langkah ini mencatatkan dirinya sebagai perempuan pertama yang memimpin sebuah kongres dalam sejarah Muhammadiyah.
Langkah tersebut memperkuat posisi perempuan sebagai mitra strategis dalam pembangunan bangsa.
Tekanan Jepang tak Buat Gentar
Selama masa penjajahan Jepang, ia tetap aktif dalam dunia pendidikan. Meskipun menghadapi tekanan dari Jepang, ia berjuang untuk mempertahankan aqidah Islam dengan melindungi siswa dari praktik penyembahan matahari. Sikap tegasnya ini sejalan dengan ayat:
“لَا تَعْبُدُوا الشَّمْسَ وَلَا الْقَمَرَ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ”
“Janganlah kamu bersujud kepada matahari dan jangan pula kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya menyembah.” (QS. Fussilat: 37).
Pengabdian Nyai Ahmad Dahlan terhadap bangsa dan agama memberikan warisan besar bagi perempuan Indonesia. Penobatannya sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 10 November 1971 adalah pengakuan atas kontribusinya yang luar biasa.
Sebagai seorang perempuan, ia telah menunjukkan bahwa Islam memberikan ruang bagi perempuan untuk berkiprah dalam masyarakat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Perempuan adalah saudara kandung laki-laki.” (HR. Abu Dawud).
Nyai Ahmad Dahlan adalah teladan bagi generasi muda, terutama dalam memberdayakan perempuan melalui pendidikan dan pemahaman agama. Sebagai kader Muhammadiyah, saya merasa bangga bahwa perjuangannya mencerminkan semangat dakwah yang inklusif dan penuh keadilan.
Kita wajib melanjutkan perjuangan beliau untuk membangun masyarakat Islam yang berkemajuan, sejalan dengan nilai-nilai Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW.
Daftar Pustaka
- Al-Qur’an dan Terjemahannya.
- Kuntowijoyo. Muslim Tanpa Masjid. Yogyakarta: Bentang, 1997.
- Nakamura, Mitsuo. The Crescent Arises over the Banyan Tree. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001.
- Alfian. Mujaddid Islam: KHA Dahlan dan Muhammadiyah. Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2010.
- Karim, Hasanuddin. Sejarah Perempuan dalam Islam. Jakarta: Gramedia, 2008.
- Muhammadiyah Official Website. www.muhammadiyah.or.id
- Sejarah Aisyiyah. www.aisyiyah.or.id
- Noor, Kuntowijoyo. Etos Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2012.
- Ahmad Dahlan, KHA. Pemikiran dan Perjuangan Muhammadiyah. Yogyakarta: UII Press, 1995.
- Cokroaminoto, RMH. Pemikiran Kauman untuk Indonesia. Surabaya: Universitas Airlangga Press, 2003.
Editor Danar Trivasya Fikri