PWMU.CO – Kampung Jodipan, Blimbing, Kota Malang, yang rumah-rumah penduduknya dicat warna-warni oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) beberapa waktu lalu itu mendapat pujian turis Spanyol.
BERITA TERKAIT Kisah Sukses Mahasiswa UMM Ubah Perkampungan Kumuh Jadi Rio de Janeiro-nya Indonesia
Adalah Alex dan Elena nama turis tersebut. Suami-istri itu berasal Kota Vigo, Spanyol. Mereka sebenarnya datang ke destinasi baru di Malang itu tanpa disengaja. “Kami jalan-jalan di Kota Malang dan melihat kampung yang indah penuh warna. Akhirnya masuk ke sini,” ujar Elena dalam bahasa Inggris yang fasih kepada PWMU.CO, Sabtu (21/10/17), di lokasi.
Elena menjelaskan, bahwa dia datang ke Malang setelah sebelumnya menginap di Surabaya. “Malam ini akan ke Bromo. Besok akan ke Labuan Bajo untuk berkunjung ke Pulau Komodo,” terang dia. Kepada PWMU.CO, Elena mengaku menyukai binatang. “Apalagi Komodo tidak terdapat di daerah lain,” kata dia.
Soal Kampung Wisata Jodipan, Elena mengatakan bahwa dia salut dengan kreativitas tersebut. “Mengecat rumah warna-warni dan kini bisa menghasilkan uang,” komentarnya.
Selain memuji Jodipan, Elena terkesan dengan keramahan masyarakat Malang. “Mereka bilang halo-halo dengan ramah dan senyuman pada kami,” tutur dia.
Sementara itu Alex, ternyata banyak bertanya soal klub bola di Indonesia. Dia sebutkan nama-nama klub seperti Arema dan Persija. Bahkan, PWMU.CO dia kira sebagai Aremania alias supperter Arema Malang.
Ketika akhirnya tahu bahwa kami pendukung Persebaya, Alex langsung berkespresi dengan menggeggam kedua tangannya dan mengadunya. Rupanya dia mendengar juga kalau supporter Arema sering bersitegang dengan Persebaya.
Penguasaan Alex pada bola Indonesia ternyata tak lepas dari kegemarannya pada sepak bola. Dia adalah supporter klub La Liga Celta de Vigo, yang berbasis di kota Vigo. Jersey biru langit klub itu pula yang dia pakai saat berkunjung ke Kampung Wisata Jodipan.
Kampung Wisata Jodipan kini semakin ramai dikunjungi wisatawan setelah selesai dibangunnya Jembatan Kaca oleh mahasiswa UMM. Jembatan yang berkapasitas 50 orang itu menghubungkan Kampung Jodipan dengan Kampung Kestrian, yang sebelumnya terpisah oleh sungai Brantas.
BERITA TERKAIT Jembatan Kaca Jodipan Karya Mahasiswa UMM Diresmikan Walikota
Kampung Jodipan sendiri kini dilabeli sebagai Kampung Warna-warni. Untuk memasuki lokasi tersebut, pengunjung harus membeli “tiket” berupa stiker seharga Rp 2000 per orang. Kondisi kampung yang padat dengan struktur tanah naik-turun, serta gang-gang sempit itu memang kini penuh warna. Bukan hanya cat rumah yang berwarna-warni, tapi etalase seni yang ditampilkan sepanjang jalan beraneka ragam. Ada topeng, payung, wayang, dan sebagainya.
Setelah puas menikmati aneka seni di Jodipan, pengunjung bisa menyeberang ke Kampung Kesatrian menggunakan Jembatan Kaca yang baru diresmikan dua pekan lalu. Di situ adalah salah satu spot foto favorit. Pengunjung tertantang untuk menguji apakah punya rasa takut di ketinggian atau tidak. Dalam pengamatan PWMU.CO, meski kaca yang menjadi alas jembatan layak untuk dilewati, namun banyak pengunjung yang takut menginajkkan kaki di atasnya. Banyak yang memilih berjalan di kanan-kiri kaca yang terbuat dari bahan non-kaca.
Turun dari jembatan, berarti masuk di wilayah Kampung Kesatrian atau kini dibranding sebagai Kampung Tridi. Pengunjung harus membeli gantungan kunci senilai Rp 2500 sebagai “tiket” masuk.
Kenapa disebut KampungTridi? Ternyata semua rumah yang ada disitu digambar aneka bentuk, seolah-olah 3 dimensi jika dilihat. Seperti gambar ikan paus, ular raksasa, koran, dan sebagainya. Di sini pengunjung bisa berfoto dengan background aneka gambar tersebut.
Biaya tiket-tiket itulah yang oleh Elena dimaksudkan bahwa kampung itu bisa mendatangkan uang bagi warganya. Di samping itu, aneka jualan warga di sepanjang jalan, tentu juga mendatangkan keuntungan. Parkir kendaraan juga pundi-pundi lainnya.
Jika Alex dan Elena tertarik pada kampung penuh warna itu, tentu turis asing lain pun setali tiga uang. Maka, perlu promosi lebih gencar lagi agar banyak turis yang datang ke sini. (Mohammad Nurfatoni/Harijaya Gunawan/Didik Nurhadi)