Oleh Muhsin MK – Penggiat Sosial
PWMU.CO – Menjelang pergantian tahun, muhasabah atau instropeksi diri merupakan keniscayaan yang harus ada. Muhasabah mungkin tidak hanya berlaku untuk individu manusia, namun juga organisasi seperti Muhammadiyah juga perlu ber muhasabah. Muhasabah Muhammadiyah tidak seperti hal muhasabahnya manusia biasa. Tetapi Muhammadiyah sebagai gerakan dan organisasi dakwah yang bervisi kemajuan haruslah me-muhasabah gerakan dan dakwahnya.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PPM) telah ber-muhasabah pada akhir tahun ini (2024) dengan menggelar sidang tanwir. Sidang Tanwir yang berbarengan dengan puncak milad ke-112 Muhammadiyah dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK).
Pada tingkatan yang lebih rendah, sebagian Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) pun sudah melaksanakan Musyawarah Pimpinan Wilayah (Musypimwil)nya. Musypimwil ini sebagaimana layaknya tanwir jika pada tingkatan PPM. Maka, sudah sepatutnya Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM), Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) melakukan hal yang sama.
Jika musyawah pimpinan pada semua tingkatan bisa berjalan dengan baik, berharap setiap tahun Persyarikatan Muhammadiyah memiliki catatan dan dokumen hasil muhasabah berkait langkah gerakan dalam memajukan persyarikatan pada tahun berikutnya.
Muhasabah memang seharusnya bisa terlaksana kapan saja atau setiap waktu. Bagi organisasi sebesar Muhammadiyah, secara formal setahun sekali dalam bentuk tanwir dan perlima tahunan dalam bentuk muktamar. Utamanya bermuhasabah bukan terletak pada formalitasnya atau seremonialnya, tetapi seperti apa hasil capaian dari evaluasi pada saat musyawarah yang dilaksanakan Muhammadiyah.
Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam muhasabah pada Muhammadiyah saat menghadapi pergantian tahun ini, yaitu:
Pertama, berkaitan dengan pemikiran Pemimpin Muhammadiyah dalam menghadapi masa depan. Prof Dr Haedar Nashir sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah memberi contoh dalam menyampaikan pemikirannya. Beliau menulis buku sebagai buah pemikirannya tentang masa depan Muhammadiyah sebagai gerakan berkemajuan. Tradisi menulis buku dalam Muhammadiyah ini harus terpelihara dengan baik, karena hal ini menjadi bagian dalam peradaban.
Muhammadiyah adalah bagian dan wujud peradaban umat Islam di Indonesia dan juga global. Perjuangan Muhammadiyah dalam membumikan ajaran Islam melalui Gerakan Islam Berkemajuan harus bergerak secara kontinyu. Sehingga Muhammadiyah benar-benar bisa menggapai asa dan tujuannya.
Pemikiran para pemimpin Muhammadiyah ini dapat pula dituangkan dalam bentuk kritik atau otokritik sebagai bagian dari muhasabah. Dalam tubuh Muhammadiyah sebagai organisasi modern, kritik dan otokritik terhadap keadaan internal dan eksternal persyarikatan merupakan hal sangat biasa dan lumrah.
Kedua, perlunya upaya perbaikan sistem dalam pengelolaan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), utamanya AUM yang menjadi unggulan Muhammadiyah. Misalnya lembaga pendidikan dasar menengah dan perguruan tinggi. Jangan sampai AUM pada bidang pendidikan itu mendapatkan kendala dalam hal pendanaan atau keuangan. Khususnya Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), harus terkelola dengan baik oleh PP Muhammadiyah (baca: Majelis Dikti). Majelis Dikti tugasnya bukan sekedar mengesahkan atau melantik rektor, tapi juga perlu melakukan auditor dan evaluasi keuangan PTM.
Kasus Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) yang cukup viral di media sosial harus menjadi perhatian serius oleh PPM. Muhammadiyah, yang kalangan eksternal mengakuinya sebagai organisasi yang tertib dan rapi, baik administrasi maupun manajemennya, tentu ke depan tidak boleh terjadi permasalahan yang cukup menarik perhatian publik.
Ketiga, masalah moralitas bangsa juga perlu menjadi perhatian serius dengan munculnya berbagai penyakit sosial masyarakat. Kasus pinjaman online (pinjol) ilegal, judi online (judol), LGBT, free sex, bunuh diri, krisis keteladan pada kepemimpinan pemerintahan, kriminalitas, suap menyuap (riswah), tindakan sewenang-wenang aparat negara kepada rakyat dan lain sebagainya yang akhir-akhir ini cukup marak dan meningkat.
Muhammadiyah harus tampil pada garda terdepan dalam menggerakkan umat dan warga bangsa untuk membenahi terjadinya krisis moralitas. Muhammadiyah harus berkolaborasi atau bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat yang belum terkontaminasi penyakit dan masalah moralitas tersebut.
Sebagai gerakan dakwah holistik yang berperan untuk merealisasikan aktifitasnya dalam masyarakat, pada tahun 2025 Muhammadiyah harus semakin aktif dalam gerakannya. Yaitu menghantarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negeri yang lebih baik, lebih maju, lebih beradab dan lebih produktif.
Tentu saja untuk melakukan hal itu perlu menggalang ukhuwah dan mengokohkan ikatan jamaah agar makin kuat dan solid, tidak mudah terpecah-belah oleh pihak pihak yang tidak berharap Muhammadiyah maju dan berkembang. Wallahu ‘alam.
Editor Notonegoro