Oleh Ery Santika Adirasa, SST MAg
PWMU.CO – Dakwah dalam Islam tidak hanya tentang menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan ajaran agama saja, tetapi juga berupaya untuk menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya relasional antara spiritualitas dengan intelektualitas pada umat. Pada era global saat ini yang sebagai penandanya adalah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, dakwah berbasis intelektualitas menjadi kebutuhan yang sangat penting.
Pendekatan yang penulis maksud adalah upaya mengintegrasikan spiritualitas dan rasionalitas sesuai tantangan zaman. Sekaligus tidak meninggalkan nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah sebagai fundamentalnya.
Pentingnya dakwah berbasis ilmu
Islam menempatkan ilmu sebagai salah satu pilar utama peradaban. Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang mewajibkan manusia untuk terus berpikir, merenung, dan mencari ilmu. Kata pertama dalam wahyu yang turun kepada Rasulullah Muhammad SAW adalah Iqra’ (bacalah) menjadi dokumen nyata bahwa Islam sejak awal sudah menekankan pentingnya literasi dan pengetahuan.
Dalam sabdanya Rasulullah Saw menyampaikan,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah).
Kolaborasi spiritual dan intelektual
Perkembangan zaman membawa tantangan baru dalam kehidupan umat Islam. Isu-isu seperti sekularisme, materialisme, relativisme dan sejenisnya menjadi tantangan — bahkan ancaman — dalam memahami dan mengamalkan agama secara utuh. Di sisi lain, ada kecenderungan sebagian masyarakat yang memahami Islam hanya secara tekstual tanpa mempertimbangkan konteks yang lebih luas. Menghadapi persoalan seperti itu, dakwah berbasis keilmuan hadir sebagai solusi. Dakwah tidak cukup hanya memantik emosi seseorang agar hatinya tercerahkan oleh hidayah Allah, tetapi juga mampu memberikan landasan argumentasi yang selaras dengan nalar manusia.
Dakwah berbasis keilmuan pasti akan mampu menciptakan harmoni antara spiritualitas dan rasionalitas. Kekuatan spiritual semoga mampu menyentuh hati manusia agar hidup dan terhubung dengan Allah. Sedangkan kekuatan rasional mampu menunjukkan fakta logis dan mungkin empiris sebagai objektifikasi yang dapat diterima nalar. Pendekatan ini menjadikan dakwah lebih inklusif, relevan, dan mampu diterima oleh berbagai kalangan.
Menjelaskan keimanan kepada Allah, misalnya, tentu tidak cukup dengan menyuguhkan dalil naqli (tekstual). Tetapi juga sangat membutuhkan dalil aql (logika). Penjelasan tentang bab “tauhid” dapat melalui pendekatan ilmiah. Misalnya dengan kajian kosmologi, hukum sebab-akibat, maupun keteraturan alam semesta. Dengan demikian, Islam tidak hanya terlihat sebagai agama yang hanya berdasar pada “yakin” saja, tetapi juga sebagai ajaran yang selaras dengan perkembangan akal manusia. Termasuk selaras pula dengan keeksistensian sains dan logika.
Untuk mengaplikasikan dakwah berbasis pemikiran atau rasionalitas tersebut, perlu adanya beberapa metode strategis:
1. Penguasaan ilmu pengetahuan
Kita perlu membekali diri dengan keilmuan yang cukup, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Pemahaman tentang pengetahuan, ilmu pengetahuan, filsafat, psikologi, maupun teknologi tentu dapat memperkaya materi/bahan dakwah. Berlimpahnya materi dakwah yang relevan dengan kebutuhan masyarakat modern saat ini sangat dibutuhkan.
2. Pendekatan dialogis
Juru dakwah yang memiliki landasan keilmuan yang cukup, pasti akan lebih menyenangkan daripada yang landasan keilmuannya pas-pasan. Orang yang berilmu akan lebih enak dan mudah untuk diajak berdialog secara sehat dan produktif daripada orang-orang yang memaksakan diri sebagai juru dakwah padahal belum memiliki ilmu yang cukup. Pendekatan dialogis ini memberikan kesempatan yang lebih luas bagi audiens untuk bisa bebas bertanya, berdiskusi, sehingga mampu menemukan pemahaman yang lebih sempurna.
3. Penyajian data dan fakta
Dalam era digital seperti saat ini jamaah yang rata-rata berpendidikan cukup tinggi cenderung kritis terhadap berbagai informasi. Oleh karena itu, penyampaian dakwah juga perlu dengan dukungan data, fakta, dan referensi ilmiah yang kuat dan kredibel. Kemampuan untuk menghimpun dan membaca data menjadi kemampuan yang harus dimiliki seorang juru dakwah, agar
4. Pemanfaatan media teknologi
Teknologi dan utamanya teknologi digital merupakan sarana penting dalam menyebarkan informasi, termasuk yang berkaitan dengan kepentingan dakwah Islamiyah. Pemanfaatan media sosial, podcast, dan platform video sebagai sarana untuk menyampaikan pesan Islam yang inspiratif, logis, dan mendidik sangat penting.
Dakwah dan masa depan umat
Dakwah dengan mengedepankan penguatan pemikiran yang berbasis keilmuan merupakan potensi besar untuk membangun umat agar berdaya secara intelektual dan spiritual. Dengan pendekatan ini, memahami Islam tidak hanya sebagai agama yang mengatur hubungan manusia dengan Allah (habl min Allah), tetapi juga sebagai solusi atas berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan budaya.
Karena itu, dakwah yang mengedepankan kekuatan pikiran yang berbasis keilmuan bukan sekadar metode, tetapi harus menjadi komitmen untuk menghadirkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamin). Dengan mengintegrasikan spiritualitas dan rasionalitas, insyallah dakwah Islam pasti mampu menjadi jembatan yang menghubungkan antara tradisi Islam yang kaya dengan kebutuhan masyarakat modern yang dinamis.
Sebagai umat yang diberi amanah untuk menyampaikan kebenaran, sudah seharusnya kita mengedepankan dakwah yang berdasar pada ilmu, akal sehat, dan hati yang penuh keikhlasan. Inilah bentuk dakwah yang tidak hanya membawa pencerahan, tetapi juga mampu menginspirasi peradaban.
Editor Notonegoro