PWMU.CO – Daya tarik Bromo masih sangat kuat. Sebagai sebuah objek wisata, Bromo menarik perhatian karena statusnya sebagai gunung berapi aktif. Di samping, tentu saja, eksotisme yang disajikan alamnya. Tak heran, jika pengunjungnya tak hanya wisatawan Indonesia, namun juga wisatawan asing.
Berikut adalah catatan perjalanan Kontributor PWMU.CO Musyrifah yang baru saja mengunjungi Bromo. Selamat menikmati. Redaksi.
**
Liburan semester kali ini, aku bersama guru-guru MI Muhammadiyah 2 Karangrejo, Manyar Gresik melakukan perjalanan ke Bromo.
Lokasinya berada di antara Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang. Gunung api yang satu ini sangat terkenal danmenjadi ikon pariwisata yang sudah melekat di hati para pecinta perjalanan.
Pukul 01.15 WIB dini hari, jalanan Karangrejo masih sepi. Aku dan rombongan mulai berangkat. Meski jalan masih lengang, kondisi hujan lebat membuat perjalananku agak terlambat, karena laju mobil tidak begitu cepat.
Sekitar 4,5 jam perjalanan, aku dan rombongan sudah mendekati daerah Bromo. Perjalanan semakin keren dengan jalan khas pegunungan yang menanjak dan berkelok-kelok tajam. Di kanan dan kiri jalan hanya terlihat gelap dan sesekali ada cahaya lampu, itu pun hanya satu dua. Namun yang pasti, di beberapa titik masih ada petunjuk jalan yang terlihat cukup jelas.
Setibanya di kawasan Bromo, aku dan rombongan berputar mengelilingi lautan pasir (Segoro Wedi) dengan mobil yang biasa digunakan untuk membawa wisatawan. Jeep namanya.
“Subhanallah, baru kali ini aku merasakan keindahan alam yang luar biasa,” gumamku sembari berputar menikmati keindahan alam di sana.
Perjalananku sempat terhenti. Aku dan rombongan diturunkan di suatu tempat, tetapi masih di sekitar kawasan Bromo. Aku berdiri terpaku sambil melihat apa yang ada di depan mataku saat itu. Nyes, udara yang semakin dingin mulai menusuk tubuh.
Kupandang jauh ke depan. Betulkah aku harus berjalan sejauh itu? Apakah aku juga harus naik ke atas gunung? Pertanyaan itu berlarian di pikiranku. Apa aku kuat?
“Bukankah melihat kawah Bromo adalah tujuanku kemari? Ya, aku pasti bisa. Bisa!” gumamku lirih mencoba meyakinkan diri.
Tak kuduga, ternyata ada cara lain selain jalan kaki. Naik kuda! Dengan transportasi kuda yang tarifnya Rp100 ribu, aku bisa mencapai puncak kawah. Itu sudah pulang pergi loh. Hem … ini sangat membantu perjalananku.
Ternyata dugaanku tak sepenuhnya benar. Tidak semua bisa ditempuh dengan naik kuda. Sesampainya di kaki anak tangga, aku harus turun dari kuda. Aku masih harus menaiki ratusan anak tangga. Kabar yang kudapat, jumlahnya ada 250 anak tangga. Tapi, aku juga tidak menghitung satu persatu. He-he-he.
And finally, subhanallah! Atas izin Allah, aku dan rombongan keluarga besar MI Muhammadiyah 2 Karangrejo sampai di puncak kawah Bromo yang berdampingan dengan gunung Batok. Saat itu, Bromo sedang mengeluarkan asap belerangnya.
Allah is the Almighty. Rasa sakit di kaki dan nafas yang terengah-engah hilang seketika, begitu aku sampai di puncak kawah dengan ketinggian 2.392 m di atas permukaan laut. Allahu akbar! Tak henti bibirku menyebut kebesaran-Nya.
Sungguh besar kuasa-Mu, ya Allah. Aku terharu dan sangat bersyukur. Akhirnya, aku bisa mengantarkan keluarga besar MI Muhammadiyah 2 Karangrejo untuk melihat kebesaran-Mu melalui kawah gunung Bromo. Kawah yang membuat takjub, serta pesona matahari terbit yang eksotis.
Pengalamanku kali ini, Selasa (19/12/17) menjadikan imanku bertambah akan kebesaran kuasa-Mu. Dan aku, semakin cinta Indonesia.
Wonderful Indonesia. Know it, love it. (Musrifah/AK)