PWMU.CO – Memasuki tahun politik, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Nadjib Hamid MSi menyampaikan rambu-rambu bagi warga Muhammadiyah dalam memilih pemimpin, baik pada pilkada serentak 2018 maupun pemilu legislatif dan presiden 2019.
“Dalam Khitah, Muhammadiyah tidak berpolitik praktis. Namun warga Muhammadiyah tidak boleh buta terhadap masalah politik praktis,” ujarnya dalam Pengajian Jumat Kliwon yang digelar Majelis Tabligh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Babat, yang bertempat di Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Moropelang, tepatnya di Masjid Ihyaus Sunnah, (9/2/18).
Ia memberikan gambaran karakter agar warga Muhammadiyah tidak buta sekaligus tidak jadi korban politik. “Politik berbeda dengan dakwah. Kalau aktivis dakwah, semakin bertemu bertambah ukhuwahnya. Beda dengan politik, sekarang sahabat besok bisa jadi lawan berat,” sindirnya.
Perbedaan lainnya disampaikan mantan Komisioner KPU Jatim itu. “Kalau aktivis dakwah ada yang kena musibah, akan disambut dengan ucapan Innaalillah… Pertanda simpati. Namun kalau aktivis politik, — sekalipun satu partai –, jika ada yang kena musibah, mereka diucapkan Alhamdulillah,” lagi-lagi Nadjib menyindir. “Jadi, sangat senang jika pesaingnya sakit atau tertimpa musibah.”
Mungkin situasi seperti itulah, lanjut Nadjib, yang melatari pernyataan Buya Hamka, “Dengan dakwah luka saya terobati. Dengan politik luka saya terbakar.”
Yang juga menjadi perhatian Nadjib adalah soal biaya tinggi dalam proses demokrasi di tanah air. “Sekarang ini, menjadi pimpinan eksekutif atau pun anggota legislatif, syarat terpenting bukan pinter, tapi populer dan beruang,” ungkapnya. “Walau pinter, tapi jika tidak beruang, akan sulit cari partai yang mau mengusungnya sebagai calon,” imbuhnya.
Menyinggung soal Pilgub Jatim 2018, ia memahami kerisauan warga lantaran tidak ada calon dari Muhammadiyah. “Bukan karena tidak ada yang pinter, tapi karena tidak ada kader yang beruang,” tuturnya.
Ia tidak sepakat jika ketiadaan calon dari kader Muhammadiyah, dianggap sebagai kegagalan Muhammadiyah dalam menyiapkan pemimpin. Karena, memang yang punya otoritas melakukan rekruitmen calon pemimpin politik adalah partai politik (parpol).
“Kalau parpol tidak ada anggotanya yang maju menjadi calon, jangan menyalahkan Muhammadiyah. Langkah yang benar adalah melakukan kaderisasi secara sistemik, mengader generasi yang mempunyai bakat menjadi pemimpin, dan menyiapkan segala hal yang diperlukan,” pesannya.
Untuk bekal bagi warga Muhamamdiyah dalam menghadapi Pilgub Jatim 2018,
Pemimpin Umum Majalah Matan itu memberikan dua rumusan. Pertama, pilihlah pasangan calon yang dinilai paling mendukung, atau setidaknya tidak menghalang-halangi dakwah Muhammadiyah. Karena politik Muhammadiyah adalah politik nilai.
“Kedua, jika tidak ditemukan yang ideal seperti itu, gunakanlah kaidah ada yang salah tulis: ma la yudraku kulluh, la yutraku kulluh. Yakni, pilihlah yang jelek di antara yang terjelek,” ujarnya memberi isyarat untuk tidak golput bagi warga Muhammadiyah. (Hilman Sueb).