PWMU.CO– Kedekatannya dengan orang-orang tuna rungu menjadikan Mufti Lazuardi (25) kini menyandang predikat sebagai penerjemah bahasa bagi penyandang disabilitas pada berbagai acara. Seperti dilakukan saat ada kunjungan jurnalis kepada karyawan disabilitas di dunia industri program Ayo Inklusif! di Sidoarjo, Senin (12/2/2018) siang.
“Saya menjadi penerjemah bahasa untuk kaum disabilitas sejak November 2015,” ujar Mufti mengawali wawancara dengan PWMU.CO. ”Saya ingin menyampaikan informasi kepada teman-teman tuna rungu,” lanjutnya.
Baca Juga: Inilah Penuturan Pengusaha Merekrut Karyawan Disabilitas
Dekat dengan dunia ini saat dia awal kuliah di Universitas Brawijaya Malang. Mufti bersama Komunitas Akar Tuli belajar dasar-dasar bahasa isyarat. ”Kira-kira satu bulan lamanya saya mempelajarinya, selebihnya saya sendiri yang latihan langsung berkomunikasi dengan teman-teman tuna rungu,” jelasnya sambil mengenang masa-masa awal bersama disabilitas.
Dia terkesan menjadi penerjemah karena bisa bertemu dan turut menjadi bagian solusi kebutuhan disabilitas terutama tuna rungu. ”Bisa membantu memberikan hak teman-teman disabilitas untuk berkembang dan mendapatkan Informasi sebanyak-banyaknya itu rasanya menyenangkan,” tutur aktivis PC IPM Candi Sidoarjo kabid advokasi ini. Kegiatannya itu menjadikan teman-teman tuna rungu turut berinteraksi dengan orang normal dan tidak minder.
Selain jadi penerjemah bahasa, Mufti juga menjadi pengajar hafidz untuk disabilitas. ”Saya menjadi pengajar hafidh Alquran bagi penyandang disabilitas sejak tahun 2015-2016, tapi saat itu masih tahap pengenalan huruf hijaiyah dan dasar-dasar tajwid,” jelasnya.
Meskipun dia punya cita-cita bisa mengajarkan tahfidh, namun belum tercapai. Saat ini hanya mengajarkan dasar-dasar pemahaman Islam, mulai dari akidah, fiqih, dan sejarah Islam kepada teman-teman tuna rungu.
”Waktunya menyesuaikan teman-teman tuna rungu, yaitu setiap hari Rabu dan Ahad kisaran 2 sampai 3 jam kami mengajar, pesertanya tidak lebih dari tujuh orang tuna rungu yang ikut, bertempat di mushala dekat kampus Unibraw,” ceritanya.
Namun sayang, teman -teman tuna rungu belum ada yang sampai hafidh karena kendala pendengaran menjadi susah mengajarkan makraj dan tajwid secara tepat.
Dia mengajarkan agama Islam karena melihat teman-teman disabilitas kurang mendapatkan akses belajar agama Islam. Dicontohkan saat melihat pengajian di televisi maupun di masjid harus didampingi penerjemah. ”TV yang ada subtitle atau penerjemah saat acara ceramah agama Islam sangat membantu,” ceritanya.
Pemuda yang beralamat di perumahan TNI AL Blok L VII/11 Desa Karangtanjung Candi Sidoarjo ini terus menekuni usahanya ini sambil berpikir mencari cara tepat yang memudahkan penyandang tuna rungu mendapat pengajaran agama. (Izzudin)