PWMU.CO – Adzan belum berkumandan saat Latief Suprapto berjalan memasuki pelataran Masjid Al Fattah. Mengenakan baju takwa dan sarung putih dengan kopiah putih pula, dia berjalan ke tempat wudlu usai melepas sandalnya yang diletakkan di bibir masjid.
Pak Prapto, begitu ia karib disapa, hampir tak pernah absen berjamaah di masjid yang terletak di Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Kota, Kabupaten Tulungagung itu. Bahkan, mantan Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Tulungagung tahun 1961 ini, acap membantu membuka pintu dan jendela masjid sebelum jamaah lain datang. Berbagai kegiatan di masjid juga selalu diikuti Pak Prapto.
Kondisi fisik Pak Prapto tidak seperti 30 tahun lalu. Yang energik, lincah, dan cekatan. Gerakan tangan dan kaki Pak Prapto kini jauh lebih lamban. Penglihatannya juga mulai kabur. Meski begitu, bicaranya masih jelas dan terang.
Di usia 81 tahun, Pak Prapto tak bisa mengikuti seluruh gerakan shalat. Setiap menjalankan rukun Islam yang kedua itu, ia cuma duduk bersila. Pak Prapto selalu duduk di shaf pertama paling kanan. Di kalangan jamaah, posisi shaf itu seolah jadi ‘milik’ Pak Prapto.
“Saya harus di sini paling awal, karena keadaan saya seperti ini. Sudah dua tahun saya tidak bisa sujud. Saya kangen sujud, Nak,” ucap Pak Prapto saat ditemui PWMU.CO, Selasa (3/4/2018), selepas shalat Dhuhur.
Saban hari, kesibukan Pak Prapto lebih banyak dihabiskan di masjid. Dari Ashar sampai Isya, ia selalu berada di masjid. Pun saat jelang subuh, dia berangkat jam tiga dinihari untuk melaksanakan qiyamul lail di masjid yang jaraknya sekitar 100 meter dari rumahnya, ditempuh 10 menit berjalan kaki.
Pak Prapto lalu menceritakan kondisi fisiknya sekarang hingga tak bisa bersujud. Kata dia, hal itu disebabkan penyakit jantung dan darah tinggi yang dideritanya. Ia sempat menjalani perawatan medis di RSUD dr Iskak Tulungagung.
“Tiga tahun lalu, saya opname di RSUD. Setelah opname itu, saya tidak bisa lagi bersujud,” tutur Pak Prapto.
Sebelumnya, ketika masih sehat, Pak Prapto adalah imam Masjid Al Fattah. Bapak satu anak dan 3 cucu ini, juga aktif di kegiatan PDM Tulungagung hingga dipercaya menjabat sekretaris. Pak Prapto melakoni profesi sebagai guru dengan status pegawai negeri sipil (PNS) hingga pensiun.
Lantaran kondisi fisiknya kini, Pak Prapto selalu becermin tentang arti syukur. Seperti pesan subuah hadist, manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara. Yakni, waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, hidupmu sebelum datang matimu.
Makanya, ia sangat berharap kepada generasi muda tidak meninggalkan dan menunda-nunda shalat. Mumpung masih muda, rajinlah ke masjid. Nikmatilah bersujud. “Nikmatnya sujud tiada terkira. Kalau sudah seperti saya nanti baru merasakan nikmat sujud,” tutur Pak Prapto.
Selain itu, Pak Prapto berharap agar legalitas wakaf Masjid Al Fattah segera kelar. Pasalnya, hampir 40 tahun masjid yang berdiri di atas lahan seluas 43×14 meter persegi itu, belum jelas legalitas wakafnya.
“Ahli warisnya tidak di dalam kota, sudah turunan ketiga. Sehingga sulit melacak keberadaannya,” ungkap Ali Murtadi, salah serang pengurus PDM Tulungagung yang ditugasi menyelesaikan sertifikat wakaf.
“Semoga saja tidak sampai bulan puasa pengurusan sertifikat bisa rampung. Sehingga jelas menjadi kepemilikan Muhammadiyah,” imbuh Ali. (hendra)