PWMU.CO-Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Pare, Kediri menggelar silaturahmi Idul Fitri 1439 H/2018 M, Ahad (8/7/2018). Kegiatan yang diadakan di halaman klinik rawat inap pelayanan medik dasar RS Siti Fatimah Muhammadiyah, Jln. Ahmad Yani Pare, Kediri tersebut menghadirkan penceramah Ustadz Abu Abik Thoiron, dari Kandat, Kediri menggantikan Prof. Thohir Luth yang berhalangan hadir karena ada agenda keumatan di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kegiatan yang dipandu oleh aktivis Muhammadiyah dari Ranting Tawang, Sumberbendo, Pare, Kediri, Suparlan sebagai master of ceremony ini diikuti sekitar 500 orang. Mereka berasal dari 14 Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM), Pimpinan Ranting Aisyiyah (PRA), Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM), dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) cabang setempat.
Kedatangan ratusan jamaah di lokasi disambut hangat puluhan personil berseragam kokam yang sudah datang sejak awal. Mereka mempersilakan para jamaah agar memarkir kendaraannya di tempat yang telah disiapkan panitia. Setelah mereka duduk di atas kursi dengan rapi, Suparlan naik ke atas mimbar untuk memulai acara dengan mengucapkan salam terlebih dahulu. Tidak ketinggalan, Suparlan juga merangkai kalimat sehingga enak didengar para jamaah.
“Semilir angin sepoi-sepoi basah, matahari mulai bersinar cerah sepatutnya kita bersyukur pada Allah. Teriring shalawat dan salam pada Rasulullah Muhammad Ibnu Abdillah,” ucap Suparlan membuka acara bertemakan Kajian Silaturahim Idul Fitri 1439 Hijriyah 2018 Miladiyah Merajut Ukhuwah Menggapai Berkah Umat Islam Berkemajuan.
Suparlan juga mengingatkan jamaah untuk bersyukur karena bisa berkumpul di pagi hari yang indah ini. Dan akan lebih indah lagi, lanjut Suparlan, bila kedatangan ini didasari oleh hati yang ikhlas untuk mengemban amanah dan menimba ilmu secara istiqomah. Berniat bersilaturahim untuk merajut ukhuwah, lanjut dia, untuk menggapai berkah umat Islam berkemajuan versi Muhammadiyah. “Mari kita niatkan dan mari kita mulai acara ini dengan membaca basmalah bersama-sama,” ajak Suparlan.
Secara serentak, para jamaah yang hadir mengucapkan bismillahirohmanirohim, dilanjut acara pengajian dibawakan oleh Ustadz Abu Abik Thoiron. Sebagai mantan Ketua PDM Kabupaten Kediri mulai 1990 hingga 2000, Ustad Abu Abu Abik Thoiron dalam muqaddimahnya menilai gaya penampilan master of ceremony yang nyentrik mengenakan kopiah seperti tentara Taliban dari negara Afganistan berbentuk bulat sedikit ada lipatan melengkung semi topi ditambah gaya bahasa puitis apalagi yang hadir kajian tampak membludak semakin memompa semangat dirinya
Abu Abik Thoiron menyampaikan bahwa bulan syawal adalah bulan peningkatan paling jelek mempertahankan ketaqwaan namun lebih utama apabila ketahuan itu ditingkatkan sebagai upaya seperti warga Muhammadiyah berusaha mengamini perintah Allah selama bulan ramadhan yang tercermin dalam akhir ayat dalam surat al Baqarah ayat( 183). Di akhir ayat tersebut, lanjut dia, jelas disebutkan bahwa tujuan puasa adalah agar manusia menjadi orang-orang yang bertakwa.
“Dan bentuk ketaqwaan yang sesungguhnya adalah tingkatan perilaku kita di bulan syawal dan pelaksanaan setelah syawal hingga ramadhan mendatang. Apakah kita masih tergolong orang bertaqwa ataukah sebaliknya,” ucap dia.
Bagi dia, orang yang bertakwa itu rezekinya dijamin oleh Allah dan akibat yang baik di akhirat hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa jika mereka melengkapi hidup dengan sabar dan shalat maka dijamin oleh Allah, dicukupi rezekinya. Ustadz Abu kemudian mengutip Quran surat Taha ayat (132) yang menyebutkan perintah agar memerintahkan keluarga untuk melaksanakan shalat dan sabar dalam menjalankannya. Di ayat tersebut, kata dia, Allah juga menegaskan tidak meminta rezeki pada manusia tapi Allah-lah yang justru memberi rezeki pada manusia dan akibat yang baik di akhirat adalah bagi orang-orang bertakwa.
“Dan orang bertakwa itu jernih pikirannya, ngomong sak ngomong, mlaku sak mlaku, bener,” tegasnya.
Kalau menghendaki memiliki pikiran yang jernih, kata dia, maka jalinlah silaturahim, dan rajutlah silaturohim untuk tujuan membangun persaudaraan sesama muslim dengan sebaik-baiknya tanpa memandang ormas yang mereka yakini. Asal, lanjut dia, masih dalam konteks organisasi massa Islam, niscaya Islam berkemajuan yang digadang-gadang Muhammadiyah akan mendapat tempat di hati umat.
“Seperti saya dulu adalah anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), sedang Prof. Thohir Luth anggota HMI tapi setelah selesai kuliah saya pilih ormas Muhammadiyah meski awal masuk dinilai sebagai seorang taklukan atau warga Muhammadiyah mualaf tetapi semua saya jalani dan berawal menjadi ketua PCM Kecamatan Kandat,” tutur dia Ustadz Abu sedikit berkisah bahwa dirinya seangkatan dengan Thohir Luth
Warga Muhammadiyah, kata dia, perlu sekali menggalakkan silaturahim dan menggelar forum semacam ini. Bagi dia, forum-forum seperti ini merupakan jawaban untuk menutup kekurangan pada awal bulan syawal tahun ini karena masing-masing warga Muhammadiyah disibukkan oleh pekerjaan dan profesinya masing-masing. Dengan forum silaturahmi seperti ini, kata dia, akan terjalin ukhuwah, sehingga terbentuk persaudaraan sesama orang Islam dan pada gilirannya Allah Swt akan menurunkan berkahnya jika diniatkan sebagai dakwah sesuai contoh Nabi.
“Kalau dalam perjalanan dakwah menemui kesulitan dalam berkomunikasi, tidak perlu putus asa. Lakukan teknik kerjasama dengan cara berdiskusi dengan saudara kita atau mungkin saudara kandung sehingga muncul sebuah solusi,” saran dia.
Dikatakan, untuk gerakan amar ma’ruf nahi mungkar tidak lepas dari unsur komunikasi sebagai modal awal. Dia kemudian mencontohkan pola dakwah Nabi Musa ketika menyadari memiliki lidah yang kelu. Nabi Musa kemudian memohon pada Allah agar saudaranya diangkat sebagai pembantunya agar bisa bekerja sama membantu berdakwah. Permohonan Nabi Musa dikabulkan Allah kemudian Nabi Musa berdakwah kepada Raja Firaun bersama saudaranya bernama Nabi Harun.
Mereka, lanjut dia, mematuhi perintah Allah dan berjanji akan berdakwah kepada Raja Firaun walau perjalanan dakwah kedua nabi yang terkenal dalam al quran ini mengalami rintangan berat. Dakwah terus berjalan untuk mensyiarkan agama Allah, membentuk masyarakat Islam berkemajuan yang diridhoi Allah. “Tercapainya masyarakat Islam berkemajuan itu bukan dengan cara masyarakat dibiarkan sak titahe, sak mlaku mlaku ne,” ujar dia.
Islam berkemajuan bisa terwujud, lanjut dia, jika dilaksanakan secara kaffah, mengedepankan pemahaman yang benar bukan mengandalkan kharisma seorang yang ditokohkan. Tapi lebih menjunjung kebersamaan enteng disengkuyung abot ayu bareng-bareng dijunjung (Dahlansae Pare Kediri)