PWMU.CO – Ketika akan melakukan perjalanan jauh, tidak sedikit orang yang menyarankan untuk melakukan shalat Safar. Lebih-lebih ketika akan berangkat ibadah haji atau umrah ke Makkah, ada pembimbing yang menganjurkannya untuk melakukan shalat Safar. Bahkan, bisa dinilai sebagai “keharusan”. Sebenarnya bagaimana tuntunan shalat ini, dan adakah tuntunan Nabi saw dalam melakukan shalat Safar?
Sebelum memasuki inti materi, perlu diketahui bahwa shalat Safar adalah shalat dua rakaat yang dilakukan ketika hendak bepergian. Shalat ini memang ada riwayat yang menerangkannya. “Tetapi, riwayat itu tidak sah,” tegas almarhum KH Mu’ammal Hamidy dalam “Islam dalam Kehidupan Keseharian”.
Bunyi riwayat yang dimaksud adalah sebagai berikut:
ماَ خَلْفَ عَبْدٍ عَلَى أَهْلِهِ أَفْضَلُ مِنْ رَكْعَتَيْنِ يَرْكَعُهُمَا عِنْدَهُمْ حِيْنَ يُرِيْدُ سَفَرًا
Artinya: Tidak ada sesuatu yang lebih utama yang ditinggalkan oleh seseorang terhadap keluarganya, selain shalat dua rakaat di tempat mereka ketika dia hendak bepergian.
Hadits ini, seperti yang dikatakan Syekh Muhammad Nashiruddin Albani, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (1/105/1), al-Khathib dalam al-Muwadhdhah (2/220-221), serta Ibnu ‘Asakir dalam Tariikh (16/297/2). Namun dalam semua riwayat tersebut ada seorang rawi yang bernama al-Muth’im bin al-Miqdam (tabi’iy) yang meriwayatkannya secara marfu’ (yang dikatakannya, hadits itu dari Nabi saw).
“Karena dia ini seorang tabi’iy tanpa menyebut nama sahabat, maka menurut ilmu hadits dia disebut hadits mursal. Karenanya dikatakan hadits ini dla’if,” jelas Mu’ammal.
Oleh al-Suyuthi dalam al-Jami’ush Shaghir, yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, juga dari al-Muth’im bin al-Miqdad. Penjelasan lebih lengkap juga bisa dibaca di Silsilah al-Ahaditsidl Dla’ifah wal Maudhu’ah/Kumpulan Hadits-hadits Dla’if dan Palsu, juz I, halaman 372. Terutama dalam hadits nomor 372.
Kesimpulannya, shalat safar sebelum bepergian tidak ada contohnya dari Nabi Muhammad saw. (redaksi)